Saifuddin al-Qutuz: Sang Penakluk Mongol yang Berakhir Tragis
Siapakah Saifuddin al-Qutuz
Saifudin al-Qutuz (Kutuz, Kotuz), nama lengkapnya al-Malik al-Muẓaffar Sayf ad-DÄ«n Quá¹uz adalah pemimpin militer dan Sultan Mamluk ke-3 Mesir di garis Turki. Sebagian sejarah juga mencatat namanya adalah Muhammad bin Mamdud. Ia memerintah sebagai Sultan selama kurang dari satu tahun, dari tahun 1259 sampai pembunuhannya pada tahun 1260, tetapi menjabat sebagai penguasa de facto selama dua dekade.
Baca Juga: Dinasti Mamluk: Sejarah, Asal Usul, Peranan, dan Keruntuhannya
Nama Saifuddin Quthuz sebagai panglima perang kaum Muslimin memang tak setenar Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid, dan Amr bin Ash. Namun, kontribusinya dalam perjuangan Islam bisa disejajarkan dengan nama-nama besar tersebut. Quthuz berhasil mengembalikan beberapa kota yang sebelumnya dikuasai bangsa Mongol.
Meski memimpin dalam waktu yang singkat (kurang dari setahun), Saifuddin Al-Qutuz berhasil membelokkan sejarah dunia sekaligus menyelamatkan peradaban Islam dan Eropa. Beliau berhasil menghancurkan pasukan Mongol yang kala itu merupakan militer terkuat di dunia. Perang ini dikenal dengan pertempuran 'Ain Jalut (عين جالوت) yang terjadi di wilayah Palestina Tahun 1260.
Baca Juga: Sejarah Pertempuran Ain Jalut dan Dampaknya terhadap Peradaban Islam
Sejarah mencatat tinta emas Sultan Al-Muzhaffar Saifuddin Quthuz, Sang Penakluk Mongol berhasil menghancurkan pasukan Bangsa Tartar kejam sebagai pahlawan Islam yang legendaris. Kisahnya menaklukkan pasukan Mongol yang sadis dicatat dalam sejarah peradaban Islam.
Saifuddin Al-Qutuz rahimahullah adalah salah satu singa dari sekian singa-singa Allah yang namanya harum dalam sejarah Islam. Saifuddin Al-Qutuz masuk dalam jajaran pemimpin Islam legendaris dan yang sangat berjasa bagi kaum muslimin.
Biografi dan Kariernya
Quthuz berjuluk A-Muzhaffar (orang yang selalu menang) dan Saifuddin (Pedangnya Agama). Jika dibaca menjadi al-Malik al-Muẓaffar Sayf ad-DÄ«n Quá¹uz.
Lahir di Khawarzim, dikenal memiliki warna kulitnya putih kemerah-merahan dan jenggotnya sangat tebal. Quthuz adalah saudara Jalaluddin Al-Khawarizmi, Raja Khawarizmi yang masyhur, yang pernah melawan pasukan Tartar.
Pada masa kecilnya, Quthuz pernah ditawan, tepatnya setelah kekalahan orang-orang Khawarzhim dari pasukan Tartar. Setelah itu dia dijual ke Damaskus dan dibeli oleh Sultan Abeik (Aybak) atau Al Malik Al Muizz Izuddin Aybak.
Setelah Sultan Aybak mengetahui akan ketaatan dan keikhlasan Quthuz, dia memasukkannya ke dalam keluarga besar kerajaan. Quthuz dikenal sebagai orang yang selalu menjaga shalat dan sekalipun dia tidak pernah mencicipi minuman keras.
Dia memiliki keberanian dan kecerdasan yang tinggi. Setelah pernikahan tuannya yaitu Aybak dengan Istrinya Syajarah Ad-Dur, dia bersama tuannya pindah ke Mesir, hingga Aybak menjadi raja di sana.
Di kalangan orang-orang Mesir, Quthuz terkenal dengan keshalehan, keberanian, dan keikhlasan. Dengan sifat-sifat yang ia miliki, ia dicintai oleh mereka.
Aybak mengangkatnya sebagai anggota pasukan. Setelah diketahui bahwa pasukan Tatar sudah mendekati Mesir, dia diangkat sebagai wakil kepolisian.
Quthuz berhasil mengamankan Mesir dari serangan Raja Louis IX yang beragama Kristen. Quthuz menawannya dan menempatkannya di rumah Ibn Lukman di Manshurah.
Baca Juga: Perang Salib: Pengertian, Terminologi, Awal Mula, dan Sejarahnya
Menjadi Sultan
Qutuz ditunjuk sebagai Gubernur Mesir oleh Sultan Aybak. Dia tetap menjadi gubernur Mesir ketika Sultan Aybak dibunuh oleh istrinya sendiri dalam sebuah konspirasi, tahun 1257 dan digantikan anaknya. Nuruddin Ali bin al-Mu’iz naik ke tampuk kesultanan. Sementara, Saifuddin Quthuz menjabat sebagai wakilnya.
Namun, karena usia Nuruddin masih muda dia dinilai tidak layak untuk memegang kekuasaan dan mengemban tanggung jawab. Sehingga urusan-urusan kesultanan seluruhnya berada di tangan Quthuz yang ketika itu bintangnya mulai bersinar.
Di saat bersamaan tersiar kabar jika pasukan militer Mongol tengah gencar memperluas wilayah jajahan hingga ke Syam. Saat itu, Mongol memang menjadi salah satu bangsa yang sangat ditakuti, karena memiliki armada perang yang kuat. Berita ini membuat gelisah Mesir yang sangat khawatir terkena dampak peristiwa genting yang terjadi di Syam.
Kekhawatiran itu semakin mendekati kenyataan, tatkala pasukan militer Mongol dikabarkan sudah mulai menuju Mesir. Menyikapi kegentingan ini, Nuruddin kemudian mengundurkan diri tahun 1259 M dan digantikan oleh Quthuz. Para petinggi senior kesultanan merelakan jika Nuruddin diganti oleh Quthuz. Karena memang demi memerangi bangsa Mongol.
Quthuz berjanji kepada para petinggi senior, selepas sukses menghadang pasukan Mongol, ia bakal mengembalikan jabatan sultan kepada yang berhak.
Dapat Surat Ancaman
Berkejaran dengan waktu, Quthuz mulai menyusun kekuatan untuk menghadapi pasukan Mongol. Di tengah persiapan itu, datanglah utusan Hulagu Khan, pemimpin pasukan Mongol kepada Quthuz untuk menyampaikan surat yang bernada ancaman dan teror.
Quthuz tidak gentar sedikit pun. Ia lalu berkonsultasi dengan petinggi kesultanan lainnya untuk menanggapi surat itu. Para pejabatnya sepakat untuk membunuh para utusan Mongol. Keputusan ini ditempuh untuk menghilangkan keraguan sebagian rakyatnya yang enggan keluar berperang.
Selesai dari masalah surat Hulagu Khan, Quthuz dihadapkan dengan satu masalah lain yaitu sumber keuangan untuk mempersiapkan Mesir menghadapi peperangan melawan tentara Mongol. Setelah dihitung-hitung dibutuhkan biaya yang besar untuk memperbaiki benteng, jembatan, senjata dan peralatan perang serta logistik.
Quthuz kembali memanggil para petinggi kesultanan untuk melakukan musyawarah. Dengan kondisi Mesir yang saat itu tengah dilanda krisis ekonomi, tak ada pilihan lain bagi mereka selain meminta bantuan uang dari rakyat jelata. Untuk mensukseskan rencana itu, maka diperlukan satu fatwa ulama, karena umat tidak pernah kenal ada cukai atau pajak lain selain dari zakat.
Di antara yang dipanggil untuk diminta fatwanya adalah al-Izz bin Abdis Salam. Maka keluarlah fatwa al-Izz yang berbunyi,
“Apabila sudah tidak tersisa lagi sesuatu di Baitul Maal, kalian pun sudah menginfakkan segala sesuatu yang kalian miliki berupa emas dan harta berharga, pakaian-pakaian kalian pun sudah setara dengan masyarakat awam, kecuali peralatan perang, dan pasukan tidak memiliki apa pun kecuali kuda yang mereka tunggangi, maka diizinkan untuk memungut sedikit harta orang-orang dalam rangka melawan musuh.”
Fatwa yang cukup tegas ini juga disambut dengan ketegasan oleh Quthuz. Beliau memerintahkan semua pembesar negara dan pimpinan perang agar menyerahkan semua yang mereka miliki kepada negara.
Perang Ain Jalut
Segala daya dan upaya dilakukan Quthuz untuk memenangkan pertempuran melawan tentara Mongol. Quthuz berhasil menaikkan semangat rakyat Mesir. Quthuz berhasil memadamkan perselisihan di antara pembesar Islam. Quthuz pun berhasil menyatukan antara Mesir dan Syam, dua wilayah Islam yang kuat. Pasukan Muslim berada di puncak persiapan perang dan siap menghadapi Mongol.
Pergerakan pasukan Islam bermula pada bulan Sya’ban 658 H atau bertepatan dengan Juli 1260 M. Meski bulan Juli adalah musim panas, tapi Quthuz tidak menangguhkan operasi tersebut.
Pasukan Muslim terus bergerak dari Gaza. Mereka singgah sebentar di Akka, dan menuju ke Ain Jalut. Ain Jalut terletak 60 km dari Yarmuk, medan peperangan Yarmuk, yang terjadi enam abad sebelumnya. Memori pasukan yang dipimpin Quthuz terkenang pada kemenangan pasukan Islam sebelumnya pada pertempuran Yarmuk. Mereka saling berhadapan di Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260/25 Ramadhan 658 H dengan kekuatan yang hampir sama yaitu ± 20.000 pasukan.
Pada pertempuran ini, pasukan Islam sukses memukul mundur tentara Mongol yang berada di bawah komando Kitbuqa. Keimanan yang kokoh disertai semangat yang menyala-nyala terbukti tidak sia-sia. Pasukan Islam berhasil memaksa tentara Mongol kalah.
Saat perang, Sultan Quthuz sempat jatuh dari kudanya. Tapi, dengan pertolongan Allah ia bisa bangkit lagi, dan tampil perkasa dengan tebasan pedangnya yang berhasil memutus leher pimpinan perang pasukan Mongol.
Kemenangan tersebut membuat pasukan Islam semakin terpompa semangatnya. Kemenangan itu juga mengembalikan kepercayaan diri kaum Muslimin yang sebelumnya sempat hilang melihat kehebatan bangsa Mongol. Akibat kemenangan itu, Mongol terpaksa angkat kaki dari Damaskus dan wilayah-wilayah lainnya.
Akhir Hidup
Ironi, Quthuz menjadi target pembunuhan yang dilakukan rekan seperjuangan saat perang Ain Jalut. Ia terbunuh dalam sebuah konspirasi yang diatur oleh Amir Baibars dibantu petinggi lainnya di kota al-Qushair, Mesir.
Para sejarawan menyebutkan beberapa sebab mengapa Amir Baibars dan rekan-rekannya tega melakukan tindakan sadis itu. Konon, Baibars minta kepada Sultan Quthuz agar memberikan mandat untuk menguasai Halab. Namun, Quthuz menolaknya.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://hidayatullah.com
https://kalam.sindonews.com
Post a Comment