Mengenal Dejavu: Perasaan Familiar Terhadap Hal yang Baru
Apa itu Dejavu?
Dejavu adalah perasaan familiar seolah-olah pernah mengalami suatu kejadian, padahal itu baru pertama kali terjadi. Dejavu umumnya tidak berbahaya, tetapi terkadang bisa mirip dengan gejala kondisi medis tertentu.
Dalam bahasa Prancis, deja vu artinya “pernah merasa,” atau “pernah melihat”. Dejavu adalah perasaan bahwa apa yang kita alami sekarang, pernah terjadi di masa lampau. Bahkan, terkadang kita bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
Perasaan ini berlangsung sekitar 10 hingga 30 detik. Seringkali, dejavu dikaitkan dengan hal-hal mistis, padahal fenomena tersebut dapat dijelaskan secara sains.
Pendekatan ilmiah menolak penjelasan bahwa dejavu adalah "prekognisi" atau "ramalan". Pendekatan ilmiah menjelaskan bahwa dejavu adalah anomali ingatan yang biasanya berhubungan dengan epilepsi dan non-patologis yang merupakan sebuah karakteristik dari orang yang sehat dan fenomena psikologis.
Dejavu cukup umum dialami oleh hampir semua orang dan dapat hilang dengan sendirinya dalam beberapa detik. Sebuah survei tahun 2004 menyebutkan bahwa sekitar dua pertiga populasi pernah mengalami dejavu.
Studi lain menguatkan bahwa dejavu adalah pengalaman yang umum dialami oleh individu-individu yang sehat, dengan antara 31% dan 96% individu melaporkan pernah mengalaminya.
Pengalaman dejavu yang terjadi berkepanjangan atau sering (merupakan hal yang tidak umum), atau berhubungan dengan gejala lain, seperti halusinasi, mungkin menjadi indikator penyakit neurologis atau psikiatris.
Sejarah Istilah
Santo Agustinus, seorang filsuf kuno, adalah yang pertama kali menjelaskan konsep deja vu, namun menyebutnya sebagai "false memoriae" pada tahun 400 M. Orang pertama yang menggunakan istilah deja vu adalah filsuf Prancis, Emile Boirac pada tahun 1890.
Sementara penggunaan frasa deja vu dalam dunia ilmiah berasal dari F.L. Arnaud, seorang ahli saraf yang mengusulkan untuk menggunakannya pada pertemuan Societe Medico-Psychologique.
Dejavu adalah Hal yang Normal
Dejavu adalah pengalaman yang normal dan tidak jarang terjadi pada sebagian besar orang. Biasanya, dejavu terjadi pada mereka yang berusia antara 15 hingga 25 tahun, dan kecenderungan untuk mengalaminya akan berkurang seiring bertambahnya usia. Dejavu juga lebih sering terjadi pada malam hari dan akhir pekan daripada hari-hari kerja.
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk mengalami dejavu termasuk memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, sering bepergian, mengingat mimpi-mimpi, dan memiliki kecenderungan kebebasan dalam berpikir atau keyakinan yang liberal.
Meskipun dejavu merupakan fenomena yang normal, jika mulai terjadi lebih sering atau disertai dengan gejala lain, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk evaluasi lebih lanjut.
Penyebab Dejavu
Menurut Dr Khoury, seorang ahli neurologi, dejavu terjadi karena ada gangguan komunikasi antara dua bagian otak yang bertanggung jawab atas ingatan dan kefamiliaran. Ketika terjadi kesalahan komunikasi ini, otak menciptakan ilusi dejavu.
Otak memiliki dua bagian yang disebut lobus temporal di kedua sisi kepala, tepat di atas pelipis. Bagian ini sangat penting karena membantu kita mengingat kata-kata, tempat-tempat yang pernah kita kunjungi, mengenali orang-orang, memahami bahasa, dan menafsirkan emosi orang lain.
Di dalam lobus temporal, terdapat bagian yang disebut hippocampus yang berperan dalam menyimpan memori jangka pendek. Kadang-kadang, terutama saat terjadi jenis-jenis kejang tertentu, hippocampus dan sekitarnya bisa aktif secara tidak normal, menyebabkan kita merasakan pengalaman seperti dejavu.
Aktivasi yang tidak normal ini membuat sistem otak yang bertugas mengingat informasi menjadi bingung, sehingga kita merasakan kefamiliaran palsu yang dialami saat dejavu terjadi. Dengan kata lain, dejavu bisa dijelaskan sebagai reaksi otak terhadap gangguan dalam cara otak berkomunikasi untuk mengingat dan mengenali hal-hal sehari-hari.
Mengutip dari Healthline, para ahli mengemukakan beberapa penyebab deja vu yang berbeda. Di bawah ini adalah beberapa teori tentang deja vu yang lebih diterima secara luas.
1. Persepsi Terpisah
Teori persepsi terpisah menjelaskan bahwa deja vu terjadi ketika kamu melihat sesuatu di dua waktu yang berbeda. Pertama kali kamu melihat sesuatu, kamu mungkin melihatnya dari sudut mata atau saat banyak gangguan.
Saat itu, otak kamu mulai membentuk ingatan atau persepsi tentang apa yang kamu lihat, walaupun informasinya terbatas. Kamu mungkin juga tidak sadar dan lupa dengan hal itu.
Lalu saat kamu melihat hal tersebut untuk kedua kalinya, kamu mungkin merasa baru melihatnya. Namun, otakmu mengingat persepsi yang sudah kamu bangun sebelumnya. Jadi, kamu mengalami deja vu.
2. Malfungsi Sirkuit Otak Kecil
Teori lain menunjukkan bahwa deja vu terjadi ketika otak mengalami "gangguan", dengan kata lain mengalami kerusakan singkat, mirip dengan apa yang terjadi selama serangan epilepsi.
Otak secara keliru menganggap apa yang terjadi saat ini sebagai ingatan, atau sesuatu yang sudah terjadi. Disfungsi otak jenis ini umumnya tidak berbahaya kecuali terjadi secara teratur.
3. Mengingat Memori
Banyak ahli percaya bahwa deja vu berkaitan dengan cara seseorang memproses dan mengingat memori.
Penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang peneliti deja vu dan profesor psikologi di Colorado State University, telah membantu menghasilkan beberapa dukungan untuk teori ini.
Melalui pekerjaannya, dia menemukan bukti yang menunjukkan bahwa deja vu dapat terjadi sebagai tanggapan atas peristiwa yang menyerupai sesuatu yang pernah kamu alami tetapi tidak kamu ingat.
Mungkin itu terjadi di masa kanak-kanak, atau kamu tidak dapat mengingatnya karena alasan lain. Meskipun kamu tidak dapat mengakses memori itu, otakmu tetap mengetahui bahwa kamu pernah berada dalam situasi yang sama.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.brainacademy.id
https://kumparan.com
Post a Comment