Latar Belakang Pembaruan Islam di Indonesia, Tokoh, dan Pengaruhnya

Table of Contents

Latar Belakang Pembaruan Islam di Indonesia

Dalam konteks global gerakan pembaruan Islam bermula dan dihubungkan kepada tokoh-tokoh seperti Jamaluddin al-Afgani, Muhammad ‘Abduh, dan Rashid Ridha di Mesir. Ide dan gagasan pembaruan mereka menyebar ke berbagai wilayah, tak terkecuali ke wilayah nusantara. 

Baca Juga: Pembaruan Islam: Pengertian, Latar Belakang, Tokoh, Tahapan Perkembangan, dan Tantangannya

Dalam konteks Indonesia, gerakan pembaruan Islam menguat khususnya pada awal abad ke-20. Hadirnya gerakan pembaruan Islam berlangsung seiring dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi akibat modernisasi, dan terutama berkembang di wilayah perkotaan, seperti Yogyakarta di Jawa, Padang dan Palembang di Sumatra.

Kota-kota tersebut menjadi basis utama gerakan pembaruan Islam yang memperoleh dukungan selain dari kemunculan organisasi Islam juga dari menguatnya pertumbuhan media cetak sebagai saluran proses intelektual dan juga politik.
 
Di wilayah Jawa, gerakan pembaruan Islam ditandai dengan kemunculan Muhammadiyah pada 1912, dan lembaga lain yang berhaluan reformis, Persatuan Islam (Persis) di Bandung. Kehadiran organisasi pembaharu ini berperan penting bagi terjadinya perubahan sosial masyarakat yang dapat dilihat pada perubahan pola kehidupan keagamaan baru yang lebih berorientasi kemajuan.

Menguatnya basis pendidikan masyarakat melalui pendidikan modern sebagai dampak dari kebijakan politik etis pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20 turut serta memperkokoh gerakan pembaruan Islam. 

Baca Juga: Politik Etis: Sejarah, Latar Belakang, Tokoh, Tujuan, Isi, Penyimpangan, dan Dampaknya

Hal tersebut diperkuat dengan kepulangan sejumlah pelajar Indonesia di al-Azhar, Kairo, di mana mereka memiliki hubungan intensif tidak saja dengan para ulama pembaharu, tapi juga gerakan-gerakan politik nasionalisme di Mesir dan negara Arab umumnya. Kepulangan mereka memiliki makna signifikan dalam memperbesar akselerasi dan skala gerakan pembaharuan Islam di Indonesia.

Tokoh Pembaruan Islam di Indonesia

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari tokoh-tokoh penggerakannya yang memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia. Moh Sulaiman dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam tahun 2020, menjelaskan bahwa pembaruan Islam di Indonesia dipelopori oleh tokoh-tokoh organisasi keagamaan dan sosial, beberapa di antaranya,
1. KH. Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air.

Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.

Gagasan itu juga muncul setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin AbdilWahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, KH. Ahmad Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.

KH. Ahmad Dahlan memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang asli yakni Alquran dan Sunnah Nabi yang Shahih, dengan membuka ijtihad.

2. Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Nahdlatul Ulama (NU) menorehkan sejarah tersendiri bagi perjuangan bangsa Indonesia. Jauh-jauh hari sebelum gaung mempertahankan NKRI menggema, para ulama telah bergerak terlebih dahulu. Para ulama, kyai, santri, warga nahdliyin memberikan kontribusi nyata dalam mengawal perjuangan kemerdekaan, mempertahankan, dan mengisinya dengan spirit yang tak kenal lelah dan pamrih.

Ahmad Khoirul Fata dan M. Ainun Najib dalam studinya berjudul Kontekstual Pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Persatuan Umat, mengungkapkan KH. Hasyim Asy`ari merupakan salah tokoh yang berperan besar bagi pembangunan identitas keindonesiaan yang berbasiskan iman.

Salah satu peran penting tokoh ini adalah keluarnya fatwa resolusi jihad melawan kolonialisme Belanda hingga melahirkan peristiwa 10 November di Surabaya. Tulisan ini terfokus pada gagasan-gagasan KH. Hasyim Asy`ari yang menyediakan landasan etik bagi terbentuknya persatuan umat Islam, khususnya di Indonesia.

3. H. Ahmad Surkati
Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-’Alamah Syekh Ahmad Surkati Al-Anshori, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan.

Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami’at Khair yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905.

Al-Irsyad di masa-masa awal kelahirannya dikenal sebagai kelompok pembaharu Islam di Indonesia, bersama Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis). Tiga tokoh utama organisasi ini: Ahmad Surkati, Ahmad Dahlan, dan Ahmad Hassan (A. Hassan), sering disebut sebagai “Trio Pembaharu Islam Indonesia.”

Sejak awal berdirinya, Al-Irsyad Al-Islamiyyah bertujuan memurnikan tauhid, ibadah dan amaliyah Islam. Bergerak di bidang pendidikan dan dakwah. Untuk merealisir tujuan ini, Al-Irsyad sudah mendirikan ratusan sekolah formal dan lembaga pendidikan non-formal yang tersebar di seluruh Indonesia.

4. Zamzam
Zamzam bersama Haji Muhammad Yunus mendirikan Persatuan Islam atau Persis pada 1923 dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.

Hadirnya Zamzam dan Persis memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadis yang shahih.

Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi politik namun lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bid’ah yang telah banyak menyebar di kalangan awam orang Islam.

Baca Juga: Khurafat: Pengertian, Dalil, Ciri, dan Contohnya

5. HOS Tjokroaminoto
HOS Tjokroaminoto adalah salah satu tokoh yang memainkan peran kunci dalam gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Meskipun lebih dikenal sebagai pendiri dan pemimpin organisasi buruh Sarekat Islam (SI), Tjokroaminoto juga memiliki kontribusi signifikan dalam upaya pembaruan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20.

Sarekat Islam awalnya didirikan sebagai organisasi yang berfokus pada perjuangan buruh, namun seiring berjalannya waktu, organisasi ini juga menjadi platform untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran pembaruan Islam. Tjokroaminoto sendiri adalah sosok yang memiliki pemahaman Islam yang progresif dan moderat, yang tercermin dalam berbagai pidato dan tulisannya.

Salah satu aspek penting dari pembaruan Islam yang diperjuangkan oleh Tjokroaminoto adalah penggabungan nilai-nilai Islam dengan konsep-konsep demokrasi, keadilan sosial, dan nasionalisme. Dia memandang bahwa Islam harus berperan sebagai sumber inspirasi dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan bangsa Indonesia.

Selain itu, Tjokroaminoto juga mendorong pentingnya pendidikan modern yang menggabungkan ajaran agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dia percaya bahwa pendidikan yang baik akan membantu membangun masyarakat yang cerdas, progresif, dan mandiri.

Pengaruh Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia

Dikutip laman Kemendikbud, pembaruan Islam adalah suatu gerakan untuk kembali kepada Alquran dan hadist melalui pembukaan pintu ijtihad seluas-luasnya, dengan cara rasionalisasi dan penggunaan ilmu-ilmu modern yang relevan.

Pengaruh gerakan pembaruan Islam dipahami baik sebagai diskursus pemikiran maupun aktivisme praktis. Sebagai diskursus pemikiran, gerakan ini fokus pada pengembangan pemikiran Islam yang sejalan dengan tuntutan modernitas.

Sedangkan sebagai aktivisme praktis, fokus gerakan adalah melahirkan pola kehidupan dan praktik beragama berdasarkan semangat kemajuan. Semangat utamanya adalah menjadikan Islam terintegrasi ke dalam kehidupan modern, yang mengemban cita-cita kemajuan bagi pemeluknya.

Gerakan pembaruan Islam di Indonesia telah memiliki pengaruh yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, budaya, politik, dan pendidikan. Gerakan pembaruan Islam telah mendorong penafsiran yang lebih kontekstual dan inklusif terhadap ajaran Islam, serta penyesuaian terhadap nilai-nilai universal seperti demokrasi, toleransi, dan hak asasi manusia.

Organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang memotori pembaharuan Islam juga memberikan kemajuan di bidang pendidikan dengan cara menyediakan pendidikan agama yang seimbang dengan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Di bidang politik, pembaharuan Islam juga sangat berpengaruh. Pasalnya, sejak awal pembaruan Islam memerankan peran dalam membentuk kebijakan publik hingga memperjuangkan keadilan sosial.

Selanjutnya, pembaruan Islam telah menginisiasi program-program pembangunan ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam dan masyarakat secara umum.

Selain itu, toleransi dan dialog antar agama diperkuat dengan adanya pembaruan Islam. Para tokoh pembaruan mempromosikan keragaman dan dialog antar agama. Ini telah membantu memperkuat harmoni antar umat beragama di Indonesia.

Sumber:
https://esi.kemdikbud.go.id
https://tirto.id
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment