Tajdid sebagai Gerakan Pembaharuan dalam Islam

Table of Contents

Pengertian dan Makna Tajdid
Pengertian dan Makna Tajdid

Tajdid adalah gerakan pembaruan dalam Islam yang bertujuan untuk menghidupkan kembali ajaran agama yang telah ditinggalkan atau dilupakan. Tajdid juga berarti mengembalikan akidah Islam kepada kemurniannya sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.

Gerakan tajdid muncul sebagai jawaban terhadap tantangan kemunduran yang dialami Islam setelah meninggalnya Nabi. Tajdid merupakan pembaruan dalam ajaran Islam agar terlepas dari tiga kebatilan yaitu takhayul, bid'ah dan khurafat. 

Baca Juga: Bid'ah: Pengertian, Hukum, Dalil, Jenis, dan Contohnya

Tajdid berasal dari kata jadda - yajiddu - jiddan/ jiddatan artinya sesuatu yang ternama, yang besar, nasib baik, dan baru. Tajdid dimaknai dalam tiga hal.
1. Pertama, sebagai i'adat al-syaiy ka'l-mubtada atau mengembalikan sesuatu pada tempat semula.
2. Kedua, al-iyha atau menghidupkan sesuatu yang telah mati.
3. Ketiga, al-ishlah atau menjadikan baik, mengembangkan.

Ulama tafsir M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al-Quran Jilid 2 mengartikan tajdid sebagai keniscayaan bagi ajaran Islam yang dinyatakan sebagai ajaran yang selalu sejalan dengan waktu, situasi, dan tempat. Tajdid mengandung makna pemantapan, pencerahan, dan pembaruan. Di mana ketiganya mencakup aspek sangat luas.

Tajdid dalam arti pemantapan dijelaskan melalui sabda Nabi Muhammad SAW dalam perintahnya untuk memperbarui iman (tajdid iman). "Perbaruilah iman kamu! Ditanyakan: "Wahai Rasul Allah, Bagaimana memperbarui iman kami?" Beliau menjawab: "Perbanyaklah (mengucapkan/menanamkan dalam benak) ucapan Laa Ilaaha Illaa Allah."

Tajdid dalam arti pencerahan adalah penjelasan ulang dalam kemasan yang lebih baik mengenai ajaran agama yang pernah dijelaskan para pendahulu. Sementara itu, tajdid dalam arti pembaruan adalah mempersembahkan sesuatu yang benar-benar baru yang belum pernah dijelaskan atau diungkap oleh siapa pun.

Lebih lanjut Quraish Shihab menerangkan, perlunya tajdid membuat Al Quran menekankan berulang kali tentang perlunya berpikir, merenung, mengingat, mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu, dan sebagainya. Aktivitas berpikir tak lepas dari kondisi dan situasi yang dialami.

Latar Belakang Tajdid

Dikutip dari situs an-nur.ac.id, latar belakang munculnya tajdid atau gerakan pembaruan dalam Islam dapat dilihat dari berbagai faktor yang mendorong umat Islam untuk melakukan perbaikan. Beberapa faktor utama yang mendasari pembaruan ini, antara lain:
1. Pengaruh Barat dan Kolonialisme
Salah satu faktor utama yang mendorong terjadinya pembaruan Islam adalah pengaruh dari penjajahan Barat. Pada awal abad ke-19 dan abad ke-20, umat Islam mengalami ketertinggalan dalam berbagai bidang.

Pada saat yang sama, umat Islam juga terjepit oleh kolonialisme yang semakin menguasai tanah-tanah Islam, seperti yang terjadi di Mesir, India, dan negara-negara Arab. Kondisi ini memicu banyak pemikir dan intelektual Muslim untuk mencari solusi agar umat Islam dapat bangkit dan kembali maju.

Baca Juga: Kolonialisme: Pengertian, Tujuan, Bentuk, Dampak, dan Perbedaannya dengan Imperialisme

Beberapa tokoh reformis seperti Jamaluddin al-Afghani menyerukan agar umat Muslim melakukan pembaruan.

2. Krisis Identitas dan Internal Islam
Seiring dengan adanya tantangan eksternal, umat Islam juga menghadapi krisis internal yang berkaitan dengan tafsir dan implementasi ajaran Islam. Banyak pihak merasa bahwa berbagai praktik keagamaan yang ada tidak lagi mencerminkan esensi ajaran Islam yang asli.

Para pemikir seperti Rasyid Rida menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur’an dan hadis sebagai sumber utama hukum, serta menjauhkan diri dari praktik yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Pengertian tajdid menunjukkan bagaimana Islam mendorong pembaruan yang tetap berlandaskan ajaran pokok sehingga agama ini mampu memberikan solusi yang relevan untuk setiap generasi.

Sejarah dan Pengaruhnya

Gerakan tajdid ini diilhami dari Muhammad bin Abdul Wahab di Arab Saudi dan Pemikiran Al-Afghani yang di Mesir. Gerakan ini kemudian menjadi ruh dalam beberapa organisasi pergerakan Islam, seperti Sarekat Islam, Muhammadiyyah, Al-Irsyad, dan Persatuan Islam di Jawa.

Baca Juga: Sejarah Muhammadiyah dan Perannya dalam Pembangunan

Gerakan ini pula pernah menjadi ruh perjuangan Tuanku Imam Bonjol dalam menggerakkan kaum Paderi. Gerakan ini kemudian mengalami Kanter dari Akademisi Jawa Kejawen yang kemudian menggabungkan diri dalam Budhi Oetomo dan Ulama Jawa yang bergabung dalam Nahdhatul Ulama. 

Baca Juga: Nahdlatul Ulama (NU) Sebagai Organisasi Islam Terbesar di Dunia

Meski gerakan ini kini sudah mulai melemah, tetapi semangatnya kini terus diwariskan pada generasi berikutnya hingga muncullah Jaringan Islam Liberal yang memiliki visi Tajdid ini meski kemudian ditentang oleh para Tokoh ummat Islam yang aktif dalam Organisasi yang dulunya mengusung ruh Tajdid.

Sumber:
https://news.detik.com
https://kumparan.com
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment