Slow Living sebagai Upaya Meraih Hidup yang Bermakna

Table of Contents

Apa itu Slow Living?

Slow living adalah gaya hidup yang menekankan pada menjalani hidup dengan lebih santai, sederhana, dan bermakna. Gaya hidup ini berlawanan dengan fast living dan hustle culture yang cenderung memaksakan diri untuk bekerja terus-menerus. 

Baca Juga: Hustle Culture: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Cara Keluarnya

Slow living mendorong pendekatan yang lebih lambat terhadap aspek kehidupan sehari-hari, yang melibatkan penyelesaian tugas dengan santai. Dengan konsep melambatkan laju kecepatan dalam hidup, mendorong kesadaran tentang betapa indahnya kehidupan ini. Anda bisa lebih menghargai hal-hal sederhana yang sering terlewatkan.

Konsep slow living ini menjadi salah satu cara mengembalikan akal sehat ke tempat asalnya. Itu sebabnya banyak orang mulai menganut gaya hidup slow living untuk tetap memiliki akal sehat serta berbahagia meskipun alasannya sederhana.

Perlunya Slow Living

Hidup pada era industri 4.0 dengan perkembangan teknologi yang makin canggih memang membantu pekerjaan sehari-hari. Hampir semua pekerjaan bisa diselesaikan dalam hitungan jam. Tetapi semua ini membuat kehidupan menjadi serba cepat sampai akhirnya masyarakat kelelahan bahkan memiliki kesehatan mental yang buruk.

Slow living adalah suatu konsep gaya hidup dengan mematikan mode “autopilot” yang selalu dilakukan karena kesibukan yang sangat padat. Mematikan mode “autopilot” maksudnya ialah berhenti dari kebiasaan hidup rutinitas yang tidak lagi perlu berpikir.

Kehidupan seperti ini secara tidak sadar sudah dialami setiap hari. Kesibukan yang selalu sama akhirnya membuat Anda tidak lagi berpikir apa yang penting atau apa yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Hal ini diperparah dengan keberadaan media sosial yang membuat masyarakat menghabiskan waktu mereka begitu saja melakukan scrolling.

Sejarah Slow Living

Asal usul gaya hidup ini terkait dengan gerakan slow food di Italia, yang menekankan teknik produksi makanan tradisional sebagai respons terhadap meningkatnya popularitas makanan cepat saji pada tahun 1980-an dan 1990-an.

Hidup lambat mencakup beragam sub-kategori seperti slow money dan slow city, yang diusulkan sebagai solusi terhadap dampak negatif kapitalisme dan konsumerisme terhadap lingkungan sejalan dengan tujuan gerakan hijau.

Gerakan hidup lambat juga berfokus pada gagasan bahwa cara hidup yang serba cepat adalah kacau, sedangkan gaya hidup yang lebih lambat mendorong kenikmatan hidup, apresiasi yang lebih dalam terhadap pengalaman indrawi, dan kemampuan untuk 'hidup di saat ini'.

Namun, kehidupan yang lambat tidak menghalangi penerapan teknologi tertentu seperti telepon seluler, Internet, dan akses terhadap barang dan jasa.
 
Akronim SLOW umumnya digunakan untuk merangkum tujuan gaya hidup slow living. Huruf 'S' mengacu pada sustainable (berkelanjutan), 'L' mengacu pada local (lokal), melibatkan penggunaan bahan dan produk yang diproduksi secara lokal, 'O' mengacu pada organic, artinya menghindari produk yang telah direkayasa secara genetik atau diproduksi secara massal, dan ' W' artinya whole (utuh), artinya tidak diolah.

Konsep slow living ini kemudian terus berkembang sampai hari ini bahkan cukup populer ketika pandemi COVID-19 terjadi. Masyarakat jadi punya waktu untuk slow down dan mulai kembali berpikir untuk menata kehidupan mereka.

Perbedaan Slow Living dan Fast Living

Dalam sejumlah aspek, gaya hidup slow living memiliki perbedaan dengan gaya hidup serba cepat. Dilansir laman Pretty Slow, berikut adalah beberapa perbedaan utamanya:
1. Laju kehidupan
Gaya hidup slow living mementingkan kecepatan hidup yang lebih lambat, seperti meluangkan waktu untuk menikmati momen dibanding terburu-buru dalam menyelesaikan suatu aktivitas. Sebaliknya, gaya hidup serba cepat ditandai dengan urgensi dan fokus pada peningkatan produktivitas.

2. Perhatian
Menjunjung kesadaran dengan memberi perhatian penuh terhadap pikiran, perasaan, dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari apa itu gaya hidup slow living. Sementara itu, gaya hidup yang serba cepat cenderung meniadakan perhatian pada momen saat ini yang berpotensi menyebabkan rasa bosan dan keterasingan.

3. Koneksi
Konsep slow living menekankan pentingnya hubungan diri sendiri dan juga orang lain. Di sisi lain, gaya hidup serba cepat dapat menyebabkan diskoneksi dan rasa terisolasi dari lingkungan sekitar.

4. Pola konsumsi
Gaya hidup slow living mendorong pendekatan yang berfokus pada kualitas dibanding kuantitas. Pendekatan ini juga mengajak individu untuk menghargai segala hal yang telah dimiliki, dibanding terus menerus mengejar yang berlebih. Sebaliknya, gaya hidup serba cepat seringkali didorong oleh konsumerisme dengan dalih mengejar kebahagiaan dan kesuksesan.

Salah Paham tentang Slow Living

Meski konsepnya yang cukup sederhana, ternyata pilihan gaya hidup yang satu ini juga rentan akan kesalahpahaman. Berikut merupakan beberapa miskonsepsi yang kurang tepat supaya kamu tidak salah kaprah.
1. Boleh bermalas-malasan
Kata ‘slow’ tidak bermakna bahwa kita boleh bermalas-malasan. Jangan sampai mindset ini dijadikan pembenaran untuk terus melakukan kebiasaan buruk. Justru, slow living mendorong kita untuk mengalokasikan waktu secara efektif dan fokus dengan apa yang sedang dikerjakan saat ini.

Dengan cara inilah pekerjaan Anda bisa lebih cepat selesai, sehingga sisa waktunya dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan lain yang menyenangkan.

2. Boleh menunda-nunda pekerjaan
Gaya hidup yang satu ini juga bukan berarti bahwa kita boleh bergerak sangat lambat. Memang betul bahwa slow living adalah cara hidup di mana kita berhenti tergesa-gesa, tapi dalam konteks pekerjaan, tentu ada tugas tertentu yang harus dituntaskan sesegera mungkin.

Jika tidak, project tak akan berjalan lancar sesuai deadline dan kinerja Anda akan dipertaruhkan. Slow living mengajari kita untuk tahu cara mengatur prioritas dan menentukan mana yang paling penting untuk diselesaikan lebih dulu.

3. Hanya cocok untuk yang tinggal di desa
Gaya hidup yang serba tergesa-gesa memang sangat identik dengan kehidupan di kota-kota besar dengan lingkungan yang fast-paced atau berubah sangat cepat. Mungkin inilah yang membuat konsep slow living terasa sangat bertentangan.

Padahal, semua orang bisa memperoleh manfaatnya, baik yang tinggal di desa maupun kota. Hampir semua orang butuh belajar menjalani hidup dengan perlahan dan memikirkan kembali apakah progres yang selama ini dicapai sesuai dengan apa yang benar-benar diinginkan atau tidak.

Contoh Penerapan Slow Living

Agar lebih jelas lagi, berikut adalah beberapa contoh penerapan gaya hidup yang santai dalam kehidupan sehari-hari.
1. Praktik mindfulness
Mindfulness adalah kondisi di mana Anda memiliki kesadaran penuh atas apa yang sedang terjadi di sekitar, apa yang Anda inginkan, dan apa yang sedang Anda rasakan. Anda bisa melatih mindfulness dengan cara meditasi atau sekadar mengatur napas di waktu-waktu tertentu secara rutin setiap hari.

Baca Juga: Mindfulness: Pengertian, Prinsip, Tujuan, Manfaat, dan Cara Mengembangkannya

2. Sisakan waktu untuk diri sendiri
Kebalikan dari slow living adalah fast living. Dilansir dari Low Impact Love, salah satu contoh fast living adalah menghabiskan waktu setiap hari hanya untuk bekerja. Padahal, rutinitas tersebut tidak pula memberi Anda kesenangan atau kepuasan tersendiri.

Nah, me time sangatlah dibutuhkan agar Anda bisa beristirahat dan menemukan hal yang benar-benar membuat bahagia.

3. Hidup dalam kesederhanaan
Contoh lainnya dari slow living adalah hidup dalam kesederhanaan. Tak perlu mengejar atau memiliki sesuatu yang berlebihan yang sebenarnya tidak Anda inginkan. Penerapan paling sederhana dapat dimulai dari rumah dan pakaian yang mengusung konsep minimalis.

Namun, perlu dipahami bahwa slow living tidak berkaitan dengan seberapa mahal atau murah biaya hidup Anda. Akan tetapi, ini tentang bagaimana Anda memutuskan membeli sesuatu dengan kesadaran penuh (mindful).

4. Pererat hubungan dengan orang terdekat
Salah satu poin utama dari slow living ialah mengatur alokasi waktu sebaik mungkin. Untuk bisa melakukannya, Anda harus bisa menentukan nilai atau value apa yang paling berharga bagi Anda.

Apakah bekerja sampai tak kenal waktu bisa memberi Anda value yang dicari selama ini? Menghabiskan waktu bersama orang tersayang adalah value terpenting bagi banyak orang, namun seringkali dilupakan.

Manfaat Slow Living

Menerapkan gaya hidup slow living memberikan berbagai manfaat positif bagi kehidupan. Ada begitu banyak hasil penelitian yang menunjukkan dampak positif terhadap kehidupan yang lebih sehat, bermakna, dan juga ideal.

Berikut beberapa manfaat di antaranya.
1. Hidup yang lebih bermakna
Hidup lambat bukan berarti bermalas-malasan tetapi mencoba menaruh nilai penting dalam kehidupan. Anda akhirnya bisa menemukan value dasar yang membuat kehidupan menjadi lebih baik.

Selain itu Anda dapat memilih mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan mana yang bisa menunggu. Kemudian nantinya setiap aktivitas berada pada posisi yang tepat dan dapat memberikan makna di dalam kehidupan.

2. Relasi antar kerabat dan keluarga menguat
Kesibukan sehari-hari pasti membuat Anda tidak bisa berkomunikasi dengan kerabat dan keluarga. Bukan sekadar komunikasi untuk menanyakan sudah makan atau belum, sudah pulang atau belum, dan lain sebagainya.

Lebih dalam daripada itu, seharusnya Anda bisa meluangkan waktu untuk mengobrol, mendengarkan, dan being present (hadir) ketika mereka membutuhkan. Itu sebabnya penerapan slow living membantu Anda menyediakan waktu sehingga relasi yang terbangun makin kuat.

3. Menjadi seseorang yang lebih baik
Slow living juga membuat Anda berubah secara perlahan menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Saat Anda bisa menemukan atau mendefinisikan apa yang penting dalam kehidupan ini maka sebenarnya proses menjadi pribadi yang lebih baik sedang dimulai.

Pada akhirnya nanti Anda akan mendapati sosok pribadi yang lebih dewasa, peka terhadap sesama, serta lebih murah hati.

4. Tekanan berkurang
Insecurities dan kekhawatiran hidup telah menjadi musuh utama bagi hampir seluruh masyarakat. Keberadaan media sosial yang sering menjadi ajang pamer kekayaan atau kesuksesan membuat kita terjatuh dalam jebakan membandingkan.

Baca Juga: Pengertian Insecure, Gejala, Penyebab, dan Cara mengatasinya

Ketika kita mulai berkomitmen untuk tidak peduli dengan apa yang orang lain punya. Atau saat kita berusaha mengapresiasi setiap pencapaian kecil maka tekanan hidup yang selama ini dipikul akan berkurang sedikit demi sedikit.

5. Meningkatkan produktivitas dan kreativitas
Ada begitu banyak pekerja berlomba-lomba menampilkan bahwa mereka mampu mengerjakan beberapa hal sekaligus sehingga pekerjaan menjadi lebih cepat selesai. Padahal nyatanya multitasking dapat menurunkan produktivitas sampai 40%. Sebaliknya hidup lambat membuat Anda lebih fokus sehingga pekerjaan dapat selesai tepat waktu.

Tips dan Cara Memulai Slow Living

Memulai dari hal-hal kecil tetapi konsisten akan lebih efektif membantu Anda menerapkan slow living.
1. Nikmati waktu hening di pagi hari
Jika selama ini pagi kita disibukkan dengan berbagai pekerjaan, cobalah bangun lebih pagi dan nikmati waktu yang ada. Menikmati pagi untuk diri sendiri dapat membuat hari Anda menjadi lebih baik. Anda jadi lebih fokus dan pekerjaan bisa diselesaikan tepat waktu.

2. Kurangi menggunakan handphone dan perangkat elektronik lainnya
Mengurangi screen time dari handphone atau perangkat elektronik lainnya membantu kita untuk berpikir dan merefleksikan hari yang telah dilewati. Coba jauhkan berbagai perangkat elektronik setelah selesai bekerja agar bisa melakukan hal lain yang lebih penting dan bermakna.

3. Buat waktu untuk diri sendiri
Meluangkan waktu untuk diri sendiri membuat kita bisa menghargai kehidupan lebih dari sebelumnya. Kita jadi bisa melakukan navigasi ke arah yang ingin dituju. Kita juga dapat mulai mendefinisikan kesuksesan seperti apa yang sebenarnya diinginkan.

4. Membuang barang yang tidak dibutuhkan
Buang barang-barang yang tidak lagi berguna tetapi masih Anda simpan di meja atau di lemari pakaian. Jangan salah, memiliki barang-barang yang lebih sedikit membantu Anda untuk fokus terhadap apa yang penting.

Sumber:
https://glints.com
https://torch.id
https://www.idntimes.com
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment