Sejarah Muhammadiyah dan Perannya dalam Pembangunan
Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman, Yogyakarta pada 18 November 1912. Muhammadiyah mengajukan pengesahannya pada 20 Desember 1912 dengan mengirim Statuten Muhammadiyah (Anggaran Dasar Muhammadiyah).
Muhammadiyah disahkan sebagai organisasi oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Muhammadiyah berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, memajukan kehidupan sosial-ekonomi umat Muslim, dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa Indonesia.
Muhammadiyah menganjurkan dibukanya keran ijtihad sebagai bentuk penyesuaian detail hukum Islam dengan perkembangan jaman dengan Ideologi mengedepankan Pancasila di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini merupakan antitesis dari pemikiran kebanyakan muslim di masa kolonial yang mencukupkan diri dengan ijtihad ulama 4 mazhab dan menutup diri dari kemungkinan pembaharuan ijtihad.
Sejak didirikan, Muhammadiyah telah mengadopsi platform reformis yang memadukan pendidikan agama dan pendidikan modern, terutama sebagai cara untuk mempromosikan mobilitas Muslim ke atas menuju komunitas 'modern' dan untuk memurnikan Islam Indonesia dari praktik sinkretis lokal.
Sebagai organisasi modernis, Muhammadiyah masih terus mendukung budaya lokal dan mempromosikan toleransi beragama di Indonesia, sementara beberapa perguruan tinggi sebagian besar dimasuki oleh non-Muslim. Kelompok ini juga menjalankan rantai besar rumah sakit amal, dan mengoperasikan 162 perguruan tinggi hingga saat ini.
Pada tahun 2019, Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia dengan 60 juta anggota. Meskipun para pemimpin dan anggota Muhammadiyah sering terlibat aktif dalam membentuk politik di Indonesia meskipun Muhammadiyah bukanlah sebuah partai politik.
Muhammadiyah lebih mengabdikan dirinya untuk kegiatan sosial dan pendidikan.
Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Muhammadiyah berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan pada tanggal 18 November 1912 di Kauman, kota Yogyakarta. Pendirian Muhammadiyah diawali oleh keberadaan Sekolah Rakyat bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan pada awal tahun 1912.
Madrasah tersebut mengadakan proses belajar-mengajar pertama kali di dengan memanfaatkan ruangan berupa kamar tamu di rumah KH. Ahmad Dahlan yang memiliki panjang 6 meter dan lebar 2.5 meter, berisi tiga meja dan tiga kursi panjang serta satu papan tulis. Pada saat itu ada sembilan santri yang menjadi murid di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah.
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tanpa bantuan dan sumbangan dana orang lain. KH. Ahmad Dahlan mengandalkan harta bendanya untuk mewujudkan lembaga pendidikan Islam modern yang dibayangkannya.
Seiring waktu, kala berdiskusi dengan para santri dan muridnya dari Kweek School Jetis, KH. Ahmad Dahlan mendapat dorongan tambahan agar membentuk organisasi yang diharapkan akan menjaga keberlanjutan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Organisasi itu bernama Muhammadiyah, dengan harapan agar para anggotanya dapat meneladani Nabi Muhammad Saw.
Meskipun gagasan dan usulan untuk mendirikan Muhammadiyah banyak didorong oleh beberapa orang santri dan muridnya, atas dasar aturan yang berlaku, hanya nama-nama yang telah cukup usia yang dapat dimasukkan sebagai pendiri. Dalam Statuten atau Anggaran Dasar Muhammadiyah yang diajukan kepada Pemerintah Hindia-Belanda disebutkan bahwa tanggal berdiri organisasi ini adalah 18 November 1912.
Setelah melewati proses pengajuan yang sulit dan memakan waktu lama, dengan terbitnya Besluit pada 22 Agustus 1914 No.81, akhirnya Muhammadiyah sebagai Badan Hukum diakui oleh Pemerintah Hindia-Belanda.
Pada masa awal pendirian, aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Hindia-Belanda membatasi ruang dan gerak Muhammadiyah. Namun, dalam Kongres Boedi Oetomo yang diselenggarakan di rumah KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1917, pendiri Muhammadiyah ini menyatakan bahwa organisasi ini perlu berdiri tidak saja di Yogyakarta, tapi juga di seluruh Jawa, dan bahkan di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan di berbagai tempat di nusantara.
Setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Hindia-Belanda, KH. Ahmad Dahlan menjadi leluasa dalam memperluas misi dakwahnya. KH. Ahmad Dahlan pergi berceramah di berbagai tempat dan mengajak kaum muslimin untuk mengamalkan Islam yang membebaskan umatnya dari kejumudan, kebodohan, dan berorientasi pada amal saleh.
KH Ahmad Dahlan memimpin Muhammadiyah sejak tahun 1912 dan berakhir ketika wafat pada 1923. Dari awal hingga setengah abad berikutnya, kepemimpinan di Muhammadiyah dilanjutkan oleh Kyai Haji Ibrahim pada tahun 1923 hingga 1931. Kemudian Kyai Haji Hisyam pada 1931 hingga 1936, Kyai Haji Mas Mansyur pada 1936 hingga 1942, dan Ki Bagus Hadikusuma pada tahun 1942 hingga 1953.
Kelahiran Muhammadiyah dengan ide- ide intelektual dan pembaharuan pendirinya Kyai Haji Ahmad Dahlan didorong oleh perjuangannya menghadapi realitas kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia saat itu.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung lahirnya organisasi Muhammadiyah ini di antaranya,
1. Islam tidak lagi bersinar dalam cahaya murninya
2. Kurangnya persatuan dan kesatuan umat Islam sebagai akibat gagalnya penegakan Ukhuwah Islamiyah dan lemahnya organisasi yang kuat
3. Beberapa lembaga pendidikan Islam tidak mampu menghasilkan eksekutif-eksekutif Islam karena tidak lagi memenuhi tuntutan zaman
4. Sebagian besar umat Islam hidup dalam kisaran sempit fanatisme, keyakinan buta, pemikiran dogmatis, konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme
5. Dari persepsi bahaya Islam yang mengancam jiwa, dan sehubungan dengan misi dan kegiatan pusat Kristen di Indonesia yang semakin mempengaruhi penduduk
Tujuan Didirikannya Muhammadiyah
Gagasan mendirikan organisasi Muhammadiyah, selain mewujudkan gagasan reformasi Kyai Dahlan, menurut Adam By Durban adalah mewadahi madrasah ibtidaiyah secara praktis dan sistematis yang dibangun pada 1 Desember 1911.
Sekolah tersebut didirikan sebagai bentuk tindakan lanjutan dari kegiatan yang dilakukan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam yang dikembangkannya secara informal dan pengajaran pengetahuan umum di beranda rumahnya.
Berdasarkan tulisan Djarnawi Hadikusuma, tempat yang dibangun tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut adalah ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama yang tidak diselenggarakan di surau- surau seperti biasanya yang dilakukan umat Islam saat itu.
Namun sekolah tersebut bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan dengan menggunakan meja dan papan tulis yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru. Selain itu disana juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Itulah sebabnya di tanggal 18 November 1912 Miladiyah atau 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”Muhammadiyah” di Yogyakarta. Organisasi Islam yang baru ini mengajukan pengesahannya tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” atau bentuk Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama di tahun 1912).
Kemudian organisasi tersebut baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Statuten Muhammadiyah yang pertama bertanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912.
Adapun maksud didirikan organisasi Islam ini adalah sebagai berikut:
1. Menyebarkan pengajaran Agama Islam berdasarkan panutan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta
2. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya, yakni memajukan pendidikan dan pembelajaran agama di Hindia Belanda
3. Memajukan dan menikmati hidup (way of life) selama kehendak Islam mencapai akhir
Menurut Djarnawi Hadikusuma, kata-kata sederhana ini memiliki makna yang sangat dalam dan luas. Artinya, jika umat Islam lemah dan terbelakang karena tidak memahami ajaran Islam yang sebenarnya, Muhammadiyah mengungkapkan dan menekankan ajaran Islam yang murni, mendorong umat Islam untuk mempelajarinya secara umum. Ulama mengajari mereka suasana dan hal-hal menarik yang mendorong mereka untuk belajar dengan cara yang lebih maju.
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keormasan tahun 1985, prinsip-prinsip Islam digantikan oleh prinsip-prinsip Pancasila. Tujuan berdirinya organisasi Muhammadiyah adalah berubah menjadi “Islam yang mewujudkan masyarakat yang besar, adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2000, umur Muhammad yang ke-44 mengembalikan dasar dan tujuan Islam kepada “Masyarakat Islam Sejati” AD Muhammadiyah.
Pengaruh Berdirinya Muhammadiyah
Sejarah Muhammadiyah menunjukkan sikap Kyai Dahlan sebagai pendiri yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan arah Tajid yang terbuka.
Kemajuan yang dikait-kaitkan dengan pemikiran dan langkah ini memberikan karakter tersendiri bagi lahir dan berkembangnya Muhammadiyah di masa depan. Kyai Dahlan, seperti para pembaharu Islam lainnya, memiliki karakter unik yang membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan termasuk dalam aspek tauhid (`aqidah), ibadah, mu`amalah, dan pemahaman tentang tajdid (`aqidah).
Muhammadiyah membangun kehidupan yang sejahtera melalui (pembaruan) ajaran Islam dan umat Islam dengan kembali ke sumber informasi yang asli, Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shaki, dengan membuka Ijtihad sebagai berikut: Kehidupan: “Dalam ranah tauhid, KHA. Dahlan ingin mensucikan Aqidah Islam dari segala macam Syirik, dalam bidang ibadah, tata cara ibadah dari bid’ah, bidang Mumara, bidang akidah tahayul dan bidang pemahaman ajaran dari Islam.
Dia memodifikasi Taqlid untuk memberinya kebebasan dalam Ijtihad. Langkah- langkah yang sifatnya “reformasi” itu terletak pada terobosan pendidikan “modern” yang menggabungkan pengajaran agama dan pengetahuan umum.
Berdasarkan pendapat Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dikembangkan oleh Kyai Dahlan adalah seorang muslim terpelajar yang dapat mengintegrasikan aspek “keyakinan” dan “kemajuan” serta memodernisasi waktu kehidupan tanpa memecah belah kepribadian. Lembaga pendidikan Islam “modern” bahkan menjadi ciri utama dari sejarah Muhammadiyah mulai berkembang dan menjadi pembeda dengan pesantren- pesantren saat itu.
Pendidikan Islam “modern” ala Muhammadiyah kemudian diadopsi dan umumnya menjadi lembaga pendidikan bagi umat Islam. Sejarah Muhammadiyah di masa lalu ini merupakan gerakan reformasi yang sukses dan menghasilkan generasi Muslim terdidik yang tentu saja akan berbeda karena konteks yang diukur dengan keberhasilan Islam saat ini.
Reformasi Islam yang bermula pada Kyai Dahlan dapat ditelusuri kembali ke pemahaman dan pengamalan Surah al-Maun. Gagasan dan ajaran Surat Al-Maun adalah contoh monumental lain dari reformasi filantropi berorientasi kesejahteraan, yang kemudian menjadi sebuah lembaga yang disebut Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU).
Langkah penting dalam wacana Islam modern ini dikenal sebagai “teologi transformasi”. Karena Islam berurusan dengan pemecahan masalah tertentu melalui manusia, bukan hanya doktrin ritual ibadah dan “Hablum min Allah” atau hubungan dengan Tuhan. Inilah tipikal “teologi amal” Kyai Dahlan yang menjadi awal mula keberadaan Muhammadiyah sebagai bentuk lain dari pemikiran dan amal pembaruan di tanah air.
Kyai Dahlan juga merawat umat Islam dengan cara yang bijak dan anggun agar mereka tidak dikorbankan untuk misi Christian Zending. Kyai melakukan diskusi dan debat langsung dan terbuka dengan banyak biksu di Yogyakarta. Memahami bahwa ada persamaan selain perbedaan antara Al Quran sebagai kitab suci Muslim dan kitab suci sebelumnya.
Pelopor reformasi Kyai Dahlan yang menjadi tonggak sejarah berdirinya Muhammadiyah, tercermin dalam kegiatan perintis Gerakan Wanita Aisyiah 1917. “Kita harus bertindak proaktif untuk menyampaikan ajaran masyarakat, khususnya Islam, dan memajukan kehidupan perempuan” adalah salah satu statement mereka.
Langkah reformasi ini dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan dan lainnya, yang membedakan Kyai Dahlan dari reformis Islam lainnya.
Baca Juga: Pan Islamisme: Pengertian, Tokoh, Faktor Pendorong, Tujuan, Ciri, dan Kongresnya
Karya rintisan ini lahir dari pemahaman intelektual dan gairahnya tentang Tajdid, status dan peran seorang wanita. Meskipun Kyai tidak bersentuhan langsung dengan gerakan feminism seperti yang popular saat ini.
Jadi Kyai Dahlan bersama dengan pendirinya Muhammadiyah, menampilkan Islam sebagai “sistem kehidupan manusia dalam segala hal.” Di dalam Muhammadiyah, ajaran Islam dilihat secara keseluruhan, tidak hanya mencakup Aqidah dan Ibadah, tetapi juga perilaku moral dan sekuler.
Selain itu, aspek akidah dan ibadah dalam akhlak dan pergaulan harus dimutakhirkan agar Islam benar- benar eksis dalam realitas pemeluknya. Oleh karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas pemahaman Islam yang seharusnya diamalkan dalam kehidupan nyata.
Kyai Dahlan benar- benar mengajarkan Islam dengan sangat mendalam, luas, kritis dan intelektual. Menurutnya Muslim adalah seorang fanatik yang mencari kebenaran yang hakiki, memikirkan mana yang benar dan mana yang salah, tidak jujur dan buta akan kebenarannya, serta menimbang-nimbang hakikat kehidupan dan berpikir secara teoritis dan sekaligus praktis.
Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taat beragama dan tertinggal dalam perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, memahami Islam harus mencapai akar, kebenaran atau esensinya dengan menggunakan kekuatan akal dan ijtihad secara penuh. Ketika mengajarkan Al-Qur’an Al Ma’un untuk memahami Al-Qur’an, Kyai Dahlan mempelajari syair- syair Al-Qur’an satu, dua, atau tiga ayat sekaligus, dan kemudian memintanya untuk membaca dan mendengarkannya secara tartil dan tadabbur.
Menurut Mukti Ali, model pemahaman yang kemudian menjadi tokoh Muhammadiyah ini terkenal dengan ilmu agamanya, lulusan Al Azhar Kairo dan akrab dengan pemikirannya dan berbagai persoalan kehidupan yang dikembangkan oleh KH Mas Mansoer yang berpandangan luas.
Peran Muhammadiyah dalam Pembangunan
Peran Muhammadiyah juga memiliki pengaruh besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Muhammadiyah telah mendirikan klinik-klinik perawatan kesehatan, panti asuhan, dan sekolah dari jenjang pendidikan usia dini hingga universitas.
Muhammadiyah juga membentuk ‘Aisyiyah, sebuah organisasi perempuan yang didirikan oleh Nyai Ahmad Dahlan pada 19 Mei 1917 yang bergerak dalam ranah sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan.
Sumber:
https://yogyakarta.kompas.com
https://muhammadiyah.or.id
https://www.gramedia.com
dan sumber lain yang relevan
Download
Post a Comment