Saddam Hussein: Pemimpin Irak dengan Segudang Kontroversi

Table of Contents

Saddam Hussein
Siapa itu Saddam Hussein?

Saddam Hussein adalah seorang politisi Irak yang menjabat sebagai presiden Irak kelima dari 16 Juli 1979 sampai 9 April 2003. Memiliki nama lengkap Saddam Hussein Abdul al-Majid al-Tikriti dilahirkan di kota Al-Awja, 13 km dari kota Tikrit.

Saddam Hussein merupakan anggota terkemuka dari Partai Ba'ath Sosialis Arab, dan kemudian, Partai Ba'ath yang berbasis di Baghdad dan organisasi regional, Partai Ba'ath Irak yang mendukung Ba'athisme, gabungan dari Nasionalisme Arab, nasionalisme Irak dan sosialisme Arab.

Saddam memainkan peran kunci dalam kudeta 1968 (kemudian disebut sebagai Revolusi 17 Juli) yang membawa partai tersebut ke tampuk kekuasaan di Irak. Selama lebih dari dua dekade, ia memerintah Irak dengan tangan besi sebagai presiden sekaligus diktator yang kejam.

Namanya menjadi sinonim dengan kekejaman, pelanggaran HAM, dan ambisi kekuasaan yang tak terbatas. Namun di balik citra buruknya, Saddam juga dikenal sebagai pemimpin yang berhasil memajukan Irak dalam berbagai bidang.

Masa Kecil

Saddam Hussein dilahirkan dalam sebuah keluarga gembala. Ibunya, Subha Tulfah al-Mussallat, menamai anaknya yang baru lahir itu "Saddam", yang dalam bahasa Arab berarti "Dia yang menantang".

Saddam tak pernah mengenal ayahnya, Hussein Abdul Majid, yang menghilang enam bulan sebelum Saddam dilahirkan. Tak lama kemudian, kakak Saddam yang berusia 13 tahun meninggal dunia karena kanker, sehingga ibunya mengalami depresi hebat pada bulan-bulan terakhir kehamilannya.

Ibunda Saddam berusaha membatalkan kehamilannya dengan mencoba melakukan bunuh diri. Bayi Saddam kemudian dikirim ke keluarga paman ibunya, Khairallah Talfah, hingga ia berusia tiga tahun.

Masa kecil Saddam diwarnai dengan berbagai kesulitan dan trauma. Setelah kembali ke rumah ibunya, Saddam harus menghadapi kekerasan dari ayah tirinya, Ibrahim al-Hassan. Perlakuan buruk yang dialaminya semasa kecil ini diyakini turut membentuk kepribadian Saddam yang keras dan kejam di kemudian hari.

Di usia 10 tahun, Saddam melarikan diri ke Baghdad untuk tinggal kembali bersama pamannya. Di sana ia mulai mendapatkan pendidikan formal, meski tetap terlibat dalam berbagai kegiatan kriminal. Pada usia 16 tahun, Saddam sudah menjadi pemimpin geng jalanan yang selalu membawa senjata. Ia bahkan pernah dipenjara karena terlibat dalam pembunuhan.

Meski demikian, Saddam tetap melanjutkan pendidikannya. Ia sempat belajar di sekolah hukum Irak selama 3 tahun sebelum akhirnya keluar pada 1957. Pengalaman masa mudanya yang keras ini membentuk Saddam menjadi sosok yang ambisius, licik, dan haus kekuasaan - karakteristik yang kelak membawanya ke puncak kekuasaan Irak.

Awal Karier Politik

Karier politik Saddam Hussein dimulai ketika ia bergabung dengan Partai Ba'ath pada akhir 1950-an. Partai Ba'ath adalah partai nasionalis Arab yang mengusung ideologi sosialisme Arab dan pan-Arabisme. Saddam tertarik dengan visi partai ini untuk menyatukan dunia Arab di bawah satu pemerintahan.

Pada 1959, Saddam terlibat dalam upaya pembunuhan terhadap Perdana Menteri Irak saat itu, Abdul Karim Qasim. Upaya ini gagal dan Saddam terpaksa melarikan diri ke Suriah, lalu ke Mesir. Selama di pengasingan, ia tetap aktif dalam kegiatan politik dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya.

Saddam kembali ke Irak pada 1963 setelah Partai Ba'ath berhasil menggulingkan pemerintahan Qasim. Namun partai ini hanya berkuasa selama 9 bulan sebelum digulingkan kembali. Saddam kemudian ditangkap dan dipenjara hingga 1966. Pengalaman ini semakin menguatkan tekadnya untuk meraih kekuasaan.

Titik balik karier politik Saddam terjadi pada 1968, ketika Partai Ba'ath kembali berhasil merebut kekuasaan melalui kudeta tak berdarah. Meski bukan tokoh utama kudeta, Saddam berperan penting di balik layar. Ia diangkat menjadi wakil ketua Dewan Komando Revolusioner, badan tertinggi pemerintahan baru Irak.

Selama satu dekade berikutnya, Saddam secara sistematis memperkuat posisinya dalam pemerintahan. Ia membangun jaringan intelijen dan keamanan yang loyal kepadanya, serta menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Pada Juli 1979, Saddam akhirnya berhasil memaksa Presiden Ahmed Hassan al-Bakr untuk mundur dan mengambil alih jabatan presiden.

Menjadi Presiden Irak

Sejak menjadi presiden, ia semakin otoriter hingga memicu berbagai perlawanan dari rakyatnya. Salah satunya adalah perlawanan Muslim Syiah pada 1982, yang berakhir pada pembantaian umat Islam Syiah oleh pemerintah Irak. Kepemimpinan Saddam Hussein juga menyeret Irak dalam konflik dengan Iran, yang kemudian dikenal sebagai Perang Teluk I pada 1980. 

Baca Juga: Perang Teluk I: Sejarah, Penyebab, Kronologi, dan Dampaknya

Dalam Perang Teluk I, Irak yang dipimpin Saddam Hussein membuat Iran sangat menderita karena mengalami krisis ekonomi. Selain itu, banyak rakyat sipil Iran yang menjadi korban Perang Teluk I. Namun pada akhirnya, Irak kalah dalam Perang Teluk I pada 1988, yang memicu kemerosotan ekonomi di negaranya.

 

Kebijakan Dalam Negeri Era Saddam Hussein

Setelah resmi menjadi presiden Irak pada 1979, Saddam Hussein menerapkan berbagai kebijakan kontroversial untuk mengukuhkan kekuasaannya. Beberapa kebijakan utamanya antara lain:
1. Membangun kultus individu - Saddam mempromosikan dirinya sebagai pemimpin yang kuat dan bijaksana. Potret dan patungnya dipajang di seluruh negeri.
2. Menindas oposisi - Kelompok-kelompok yang dianggap mengancam kekuasaannya, terutama kaum Syiah dan Kurdi, ditindas dengan kejam.
3. Mengontrol media dan pendidikan - Pemerintah mengendalikan penuh arus informasi dan kurikulum pendidikan untuk indoktrinasi rakyat.
4. Membangun jaringan intelijen - Saddam memiliki jaringan mata-mata yang luas untuk mengawasi rakyatnya.
5. Nepotisme - Ia menempatkan anggota keluarga dan sukunya di posisi-posisi penting pemerintahan.

Di sisi lain, Saddam juga menerapkan beberapa kebijakan yang menguntungkan rakyat Irak:
1. Modernisasi infrastruktur - Membangun jalan, jembatan, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya.
2. Reformasi pendidikan - Meningkatkan akses pendidikan dan memberantas buta huruf.
3. Emansipasi wanita - Memberikan hak-hak yang lebih luas bagi perempuan Irak.
4. Industrialisasi - Mengembangkan industri minyak dan manufaktur Irak.

Kebijakan-kebijakan ini membuat Irak menjadi salah satu negara Arab paling maju di era 1970-80an. Namun kemajuan ini dibayar mahal dengan hilangnya kebebasan sipil dan pelanggaran HAM yang masif.

Kebijakan Luar Negeri dan Konflik Internasional

Kebijakan luar negeri Saddam Hussein ditandai dengan ambisi untuk menjadikan Irak sebagai kekuatan dominan di kawasan Timur Tengah. Hal ini memicu berbagai konflik dengan negara-negara tetangga dan Barat, terutama Amerika Serikat. Beberapa peristiwa penting dalam kebijakan luar negeri era Saddam antara lain:

Perang Iran-Irak (1980-1988)

Pada September 1980, Saddam menginvasi Iran dengan dalih merebut kembali wilayah yang dipersengketakan. Perang ini berlangsung selama 8 tahun dan menelan korban jiwa hingga 1 juta orang. Meski berakhir tanpa pemenang yang jelas, perang ini menguras sumber daya Irak dan memaksa Saddam untuk berhutang besar-besaran.

Invasi Kuwait (1990)

Untuk mengatasi krisis ekonomi pasca Perang Iran-Irak, Saddam memutuskan menginvasi Kuwait pada Agustus 1990. Ia menuduh Kuwait melakukan "pencurian minyak" dari ladang minyak perbatasan. Invasi ini memicu reaksi keras dunia internasional.

Baca Juga: Perang Teluk II: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, dan Dampaknya

Perang Teluk I (1991)

Invasi Kuwait memicu intervensi koalisi internasional pimpinan AS. Dalam operasi "Badai Gurun", pasukan koalisi berhasil mengusir Irak dari Kuwait hanya dalam waktu 100 jam. Kekalahan ini memaksa Saddam untuk menerima gencatan senjata dan sanksi PBB.

Era Sanksi (1991-2003)

Pasca Perang Teluk I, Irak dikenai sanksi ekonomi yang ketat oleh PBB. Saddam diwajibkan menghancurkan persenjataan pemusnah massalnya di bawah pengawasan internasional. Meski demikian, Saddam tetap bersikap menantang dan sering menghalangi kerja tim inspeksi PBB.

Invasi Irak (2003)

Puncak konfrontasi Saddam dengan Barat terjadi pada 2003, ketika AS dan sekutunya menginvasi Irak. Dengan dalih bahwa Irak masih menyimpan senjata pemusnah massal dan mendukung terorisme, koalisi pimpinan AS menggulingkan rezim Saddam hanya dalam waktu 3 minggu.

Kebijakan luar negeri agresif Saddam Hussein pada akhirnya menjadi bumerang yang menghancurkan rezimnya sendiri. Ambisinya untuk mendominasi kawasan justru memicu perlawanan dari negara-negara tetangga dan Barat yang berujung pada kejatuhannya.

Baca Juga: Perang Irak: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, dan Dampaknya

Kejatuhan Rezim Saddam Hussein

Invasi Irak yang dimulai pada 20 Maret 2003 menandai awal dari kejatuhan rezim Saddam Hussein. Dalam waktu singkat, pasukan koalisi pimpinan AS berhasil menguasai sebagian besar wilayah Irak. Pada 9 April 2003, patung Saddam di pusat Baghdad dihancurkan, menandai berakhirnya era kekuasaannya.

Saddam sendiri berhasil melarikan diri dan bersembunyi selama beberapa bulan. Namun pada 13 Desember 2003, ia akhirnya tertangkap oleh pasukan AS di sebuah lubang persembunyian dekat kampung halamannya di Tikrit. Penangkapan ini disiarkan ke seluruh dunia, menunjukkan betapa jauhnya kejatuhan sang diktator yang dulu begitu berkuasa.

Setelah tertangkap, Saddam diadili oleh Pengadilan Khusus Irak atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Persidangan berlangsung selama hampir 3 tahun dan menjadi sorotan media internasional. Saddam sendiri sering bersikap menantang selama persidangan, menolak mengakui legitimasi pengadilan.

Pada 5 November 2006, Saddam akhirnya divonis bersalah dan dijatuhi hukuman mati. Ia dinyatakan bertanggung jawab atas pembunuhan 148 warga Syiah di kota Dujail pada 1982. Banding yang diajukan Saddam ditolak, dan pada 30 Desember 2006 ia dieksekusi dengan cara digantung.

Eksekusi Saddam Hussein menandai berakhirnya era pemerintahan otoriter di Irak. Namun kejatuhan rezimnya juga memicu konflik sektarian berkepanjangan yang hingga kini masih membayangi Irak. Warisan politik Saddam terus menjadi perdebatan hingga saat ini.

Kontroversi Seputar Saddam Hussein

Sosok Saddam Hussein hingga kini masih menjadi subjek berbagai kontroversi dan perdebatan. Beberapa isu kontroversial terkait Saddam antara lain:

Senjata Pemusnah Massal

Salah satu alasan utama invasi Irak 2003 adalah tuduhan bahwa Saddam masih menyimpan senjata pemusnah massal. Namun setelah invasi, tim inspeksi internasional tidak menemukan bukti konkret adanya program senjata aktif di Irak. Hal ini memicu kontroversi dan tuduhan bahwa AS telah berbohong untuk membenarkan invasinya.

Hubungan dengan Al-Qaeda

AS juga menuduh rezim Saddam memiliki hubungan dengan Al-Qaeda. Namun investigasi pasca-invasi tidak menemukan bukti kuat adanya kerja sama antara Irak dan kelompok teroris tersebut. Sebaliknya, Saddam diketahui justru menentang kelompok-kelompok Islam radikal.

Pelanggaran HAM

Meski banyak bukti pelanggaran HAM oleh rezim Saddam, beberapa pihak mengkritik bahwa angka korban yang dilaporkan terlalu dibesar-besarkan. Ada juga yang berpendapat bahwa pelanggaran HAM di era Saddam tidak lebih buruk dibanding rezim-rezim otoriter lain di kawasan Timur Tengah.

Proses Pengadilan

Pengadilan terhadap Saddam Hussein dikritik oleh beberapa pengamat internasional sebagai tidak memenuhi standar peradilan yang adil. Ada tuduhan bahwa pengadilan lebih merupakan "pengadilan pemenang" daripada proses hukum yang objektif.

Dampak Invasi 2003

Banyak yang mempertanyakan apakah penggulingan Saddam benar-benar membawa dampak positif bagi Irak. Konflik sektarian dan ketidakstabilan politik pasca-Saddam dianggap oleh sebagian pihak lebih buruk dibanding era kekuasaannya.

Kontroversi-kontroversi ini menunjukkan betapa kompleksnya warisan Saddam Hussein. Penilaian terhadap sosoknya sangat tergantung pada perspektif dan latar belakang masing-masing pengamat.

Fakta Menarik tentang Saddam Hussein

Di balik citranya sebagai diktator kejam, ada beberapa fakta menarik dan tidak banyak diketahui tentang Saddam Hussein:
1. Saddam adalah penulis produktif. Ia menulis beberapa novel, termasuk "Zabibah and the King" yang diyakini mengandung alegori tentang hubungan Irak-AS.
2. Ia memiliki ketertarikan pada sejarah kuno Mesopotamia dan sering membandingkan dirinya dengan raja-raja Babilonia.
3. Saddam memiliki beberapa kembaran yang sering menggantikannya dalam acara-acara publik demi alasan keamanan.
4. Ia dikenal sangat paranoid dan memiliki banyak istana dan bunker rahasia di seluruh Irak.
5. Meski menindas kaum Syiah, Saddam justru menyumbang dana besar untuk pembangunan gereja-gereja Kristen di Irak.
6. Saddam adalah penggemar berat film Godfather dan sering menonton film tersebut berulang kali.
7. Ia memiliki koleksi senjata mewah, termasuk pistol berlapis emas dan AK-47 bertahtakan berlian.

Fakta-fakta ini menunjukkan sisi lain dari sosok Saddam Hussein yang jarang terungkap ke publik. Meski tidak mengurangi kekejaman tindakannya, hal ini mengingatkan kita bahwa bahkan tokoh paling kontroversial sekalipun memiliki sisi kemanusiaan yang kompleks.

Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.kompas.com
https://www.liputan6.com
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment