Qiyas: Pengertian, Dasar Keabsahan, Rukun, Jenis, dan Contohnya
Pengertian Qiyas
Qiyas adalah metode penetapan hukum Islam yang dilakukan dengan menyamakan sesuatu yang belum ada sumber hukumnya dengan sesuatu yang sudah ada sumber hukumnya. Qiyas juga dapat diartikan sebagai kegiatan melakukan padanan suatu hukum terhadap hukum lain.
Secara etimologi, qiyas berasal dari bahasa Arab yang berarti membandingkan, mengukur, menyamakan, dan menganalogikan. Meng-qiyaskan memiliki arti menyamakan atau mengira-ngirakan sesuatu melalui sesuatu yang lain.
Qiyas dilakukan dengan mempertimbangkan kesamaan illat atau kemaslahatan yang diperhatikan syara. Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa qiyas dapat dijadikan sebagai dasar dalam menetapkan hukum Islam. Qiyas merupakan sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Qur'an, hadits, dan ijma.
Baca Juga: Ijma: Pengertian, Dalil, Unsur, Syarat, Rukun, Macam, Contoh, dan Perbedaannya dengan Qiyas
Sebagai dasar hukum Islam selain Alquran, hadis, dan ijma, qiyas ternyata memiliki keistimewaan, yaitu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dalam penerapannya, menggunakan qiyas adalah ajaran inti dari Rasulullah SAW.
Meskipun Nabi SAW telah memberi warisan berupa Alquran dan sunnah, namun Rasulullah SAW juga mengajarkan bagaimana caranya menarik kesimpulan dari qiyas, meski kasusnya tidak tertuang secara tekstual.
Qiyas Menurut Para Ulama
Al Ghazali dalam al-Mustashfa
Pengertian qiyas adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang lain dalam menetapkan hukum atau meniadakan hukum dari keduanya. Penetapan atau peniadaan ini dilakukan karena adanya kesamaan di antara keduanya.
Imam Syafi'i
Kedudukan qiyas lebih lemah daripada ijma. Sehingga, qiyas menduduki tempat terakhir dalam kerangka sumber hukum Islam. Dalam kitab Ar-Risalah karangannya, Imam Syafi'i mengatakan bahwa antara qiyas dan ijtihad adalah dua kata yang bermakna satu.
Baca Juga: Ijtihad: Pengertian, Ruang Lingkup, Fungsi, Rukun, Metode, dan Contohnya
Dr. Wahbah Az-Zuhaily
Pengertian qiyas adalah menjelaskan status hukum syariah pada suatu masalah yang tidak disebutkan nashnya dengan masalah lain yang sebanding dengannya.
Abu Zahrah
Asas qiyas ialah menghubungkan dua masalah secara analogis. Berdasarkan persamaan sifat dan sebab yang membentuknya. Jika pendekatan analogis tersebut menemukan titik persamaan di antara sifat dan sebab antara kedua masalah tersebut, maka konsekuensinya harus sama juga hukum yang sudah ditetapkan.
Dasar Keabsahan Qiyas
Mayoritas para ulama akan melakukan qiyas atas dasar perintah, untuk mengambil sebuah pelajaran atau berijtihad. Menurut Jumhur ulama, qiyas adalah mengambil pelajaran dari sebuah peristiwa.
Di dalam buku Qiyas: Sumber hukum Syariah Keempat oleh Ahmad Sarwat, dasar dari qiyas merujuk pada Surat An-Nisa ayat 59.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Ayat di dalam Al-Quran tersebut menunjukkan bahwa jika ada sebuah perselisihan pendapat di antara para ulama mengenai hukum sebuah masalah, maka solusinya adalah mengembalikannya kepada Sunnah Rasulullah SAW dan Al-Quran. Cara mengembalikannya adalah dengan menggunakan Qiyas.
Rukun Qiyas
Menurut para ulama ushul, qiyas itu memerlukan empat unsur utama. Empat unsur ini sering juga disebut dengan rukun.
1. Al-Ashlu
Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu sebagai hukum yang sudah jelas dengan didasarkan pada nash yang jelas. Air perasan buah kurma dan anggur termasuk contoh al-ashlu. Sebab pada waktu turunnya ayat haramnya khamar, keduanya adalah khamar yang dikenal di masa itu.
2. Al-Far'u
Makna al-far'u adalah cabang, sebagai lawan kata dari al-ashlu di atas. Yang dimaksud dengan al-far'u adalah suatu masalah yang tidak ditemukan nash hukumnya di dalam Al-Quran atau As-Sunnah secara eksplisit. Dalam contoh kasus khamar di atas, yang menjadi al-far'u adalah an-nabidz, yaitu perasan dari selain kurma dan anggur, yang diproses menjadi khamar dengan pengaruh memabukkan.
3. Al-Hukmu
Yang dimaksud dengan al-hukmu adalah hukum syar'i yang ada dalam nash, dimana hukum itu tersemat pada al-ashlu di atas. Maksudnya adalah perasan.
4. Al-'Illat
Yang dimaksud dengan al-'illat adalah kesamaan sifat hukum yang terdapat dalam al-ashlu (dan juga pada al-far'u). Dalam contoh di atas, 'illat adalah benang merah yang menjadi penghubung antara hukum air perasan buah anggur dan buah kurma dengan air perasan dari semua buah-buahan lainnya, dimana keduanya sama-sama memabukkan.
Jenis Qiyas
Pada dasarnya ijma dan qiyas juga memiliki beberapa jenis. Berikut penjelasannya.
1. Qiyas Illat
Jenis qiyas yang pertama adalah qiyas illat, yakni jenis qiyas yang sudah jelas illat dari kedua persoalan yang dibandingkan atau diukur. Sehingga baik masalah pokok maupun cabang sudah jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur tadi.
Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, buah anggur memang halal namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan mengandung alkohol.
Alkohol memberi efek memabukan sehingga hukum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang beralkohol, yakni haram atau tidak boleh diminum. Qiyas Illat kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis, misalnya:
a. Qiyas Jali
yakni jenis qiyas yang illat suatu persoalan bisa ditemukan nashnya dan bisa ditarik kesimpulan nashnya namun bisa juga sebaliknya. Misalnya adalah pada persoalan larangan untuk menyakiti kedua orang tua dengan perkataan kasar.
Hukumnya tidak diperbolehkan sebagaimana hukum haram (tidak diperbolehkan) untuk menyakiti fisik kedua orang tua tadi (memukul atau menyakiti secara fisik). Sehingga setiap anak diharuskan untuk menjaga lisan maupun perbuatan di hadapan orang tua agar tiada menyakiti hati mereka.
b. Qiyas Khafi
Jenis ketiga adalah qiyas khafi, yaitu jenis qiyas yang illat suatu persoalan diambil dari illat masalah pokok. Jadi, jika hukum asal atau persoalan utamanya adalah haram maka persoalan yang menjadi cabang pokok tersebut juga haram, demikian jika sebaliknya.
Salah satu contoh jenis qiyas satu ini adalah hukum membunuh manusia baik dengan benda yang ringan maupun berat. Dimana hukum keduanya adalah haram atau dilarang, sebab membunuh adalah kejahatan sekaligus dosa karena mendahului kehendak Allah SWT dalam menentukan umur makhluk hidup di dunia.
2. Qiyas Dalalah
Jenis kedua adalah qiyas dalalah, yaitu jenis qiyas yang menunjukkan kepada hukum berdasarkan dalil illat. Bisa juga diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan cara mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat tadi.
Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukkan.
3. Qiyas Shabah
Jenis ketiga adalah qiyas shabah, yakni qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk penyerupaan. Contohnya sendiri bisa diambil dari yang disampaikan oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang.
Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai sapu. Sehingga didapat kesamaan yaitu sapu. Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh beberapa muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang terbilang jarang diterapkan.
Selain jenis yang dipaparkan di atas, qiyas juga masih memiliki jenis yang beragam dan didasarkan pada dasar-dasar tertentu. Jenis di atas didasarkan pada illat dari perkara yang dibandingkan atau diukur satu sama lain. Qiyas juga dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan keserasian illat dengan hukum.
Sehingga didapatkan dua jenis qiyas lagi, yaitu qiyas muatsir dan juga qiyas mulaim. Sedangkan jika didasarkan pada metode yang digunakan maka ada qiyas ikhalah, qiyas shabah, qiyas sabru, dan juga qiyas thard.
Contoh Qiyas
Selain contoh tentang khamr di atas, contoh lain misalnya transaksi sewa menyewa saat adzan shalat jumat, hukumnya makruh. Sebagai ketentuan larangan jual beli pada saat adzan sholat jumat dalam Q.S. 62 ayat 9.
Contoh Qiyas lainnya, penerima wasiat yang membunuh pewasiat terhalang untuk mendapatkan wasiat. Hal ini diqiyaskan dengan ketentuan ahli waris yang membunuh pewaris terhalang untuk mendapatkan warisan sesuai hadis Rasulullah SAW, “Orang yang melakukan pembunuhan, tidak mendapatkan pusaka.”
Sumber:
https://www.liputan6.com
https://www.gramedia.com
dan sumber lain yang relevan
Download
Post a Comment