Mujtahid: Pengertian, Syarat, dan Tingkatannya

Table of Contents

Mujtahid
Pengertian Mujtahid

Mujtahid adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menafsirkan hukum-hukum syariat dari sumber-sumber yang terpercaya, seperti Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mujtahid juga diartikan sebagai seorang ulama yang memiliki kemampuan untuk menisbatkan hukum dari dalil-dalil syari'at.

Seorang mujtahid harus memiliki kompetensi dan kapabilitas khusus dalam melakukan ijtihad. Disebutkan dalam buku Pendidikan Agama Islam karya Al-Ikhlas, Lc. Ma., para mujtahid nantinya akan mengutamakan objektivitas dalam mengambil sikap. Ini dilakukan supaya produk hukum yang dikeluarkan kredibel dan terpercaya.

Baca Juga: Ijtihad: Pengertian, Ruang Lingkup, Fungsi, Rukun, Metode, dan Contohnya

Syarat Mujtahid

Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Ushulul Fiqh, mengemukakan bahwa syarat-syarat mujtahid, di antaranya ialah:
1. Menguasai ilmu bahasa Arab. Karena Al-Quran berbahasa Arab dan As Sunnah diucapkan oleh Nabi berbahasa Arab. Ahli Ushul Fiqih sepakat bahwa untuk melakukan ijtihad diperlukan kemampuan untuk menguasai bahasa Arab.
2. Mengetahui tentang Al-Quran dan pengetahuan tentang nasikh mansukh.
3. Mengetahui tentang As Sunnah. Ulama sepakat bahwa untuk melakukan iitihad diperlukan pengetahuan tentang As Sunnah, baik sunnah qauliyah, fi’liyyah maupun taqririyah terhadap obyek bahasanya.
4. Mengetahui masalah-masalah yang telah disepakati dan yang masih diperselisihkan.
5. Mengetahui tentang qiyas. Dalam hal ini dapat melaksanakan qiyas, yang memadukan ilmu Ushul Fiqh, mengetahui tentang kaidah-kaidah qiyas dan mengetahui tentang cara-cara yang ditempuh ulama salafush shalih dalam menetapkan illah sebagai dasar pembinaan hukum Fiqhilyah.
6. Mengetahui tentang tujuan ditetapkannya hukum bagi manusia untuk dapat membawa kemaslahatan manusia, dan itulah inti Risalah Muhammad sebagai yang dimaksudkan dalam Firman Allah, yang artirnya: “Dan tidaklah engkau (Muhammad) Kami utus kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.”
7. Paham benar dan perkiraannya, yang oleh Al Asnawi digambarkan mengetahui tentang batasan-batasan serta cara menyusun muqaddimah dan kesimpulan, agar terjaga dari kekeliruan dalam analisis dan berpikir. Dalam hal ini, seakan-akan disyaratkan mengetahui tentang ilmu mantiq.
8. Niat dan i’tiqadnya benar, hanya semata-mata karena Allah dalam rangka menegakkan agama yang benar.

Tingkatan Mujtahid Berdasarkan Tugasnya

Menurut Wahbah Az-zuhaili dalam buku Studi Awal: Perbandingan Mazhab dalam Fiqih, tingkatan mujtahid dapat dibedakan menjadi empat kelompok yang disesuaikan dengan tugas dan perannya.
1. Mujtahid Mustaqil
Mujtahid mustaqil mampu memberikan kaidah untuk dirinya sendiri dan orang lain yang hendak berijtihad. Mereka lebih fokus menekankan pembahasannya pada kajian fiqih.

Untuk mencapai tingkatan ini, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan. Adapun golongan yang termasuk dalam tingkatan ini ialah para ulama madzhab seperti Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Ghazali, dan Imam Hanbali.

Baca Juga: 4 Mazhab dalam Islam dan Pentingnya Bermazhab

2. Mujtahid mutlak ghairu mustaqal
Pada tingkatan ini, seorang mujtahid tidak menciptakan kaidahnya sendiri. Mereka berpedoman pada hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh para imam madzhab.

Mereka tidak dikategorikan taqlid kepada imamnya, melainkan lebih mengikuti jalan yang ditempuh para imam. Tokoh yang berada di tingkatan mujtahid mutlak ghairu mustaqal di antaranya Abu Yusuf dan Muhammad Jafar dari Hanafiyah.

3. Mujtahid takhrij
Pada tingkatan ini, mujtahid sangat terikat dengan imamnya. Mereka diberikan kebebasan dalam menentukan landasannya berdasarkan dalil-dalil Alquran dan sunnah.

Meski begitu, ketentuan hukum yang ditetapkan tidak boleh keluar dari kaidah-kaidah yang dipakai para imam. Tokoh yang termasuk dalam tingkatan mujtahid takhrij yaitu Hasan bin Ziyad dan Ibnu Qayyim.

4. Mujtahid tarjih
Yaitu mujtahid yang tidak sampai derajatnya pada mujtahid takhrij. Imam Nawawi dalam kitab Majmu' menilai bahwa mujtahid tarjih lebih faqih (paham pada aturan Islam) dalam hal ilmu.

Mereka lebih hafal kaidah-kaidah imamnya, mengetahui dalil-dalilnya, cara memutuskan hukumnya, dan cara mengetahui dalil yang lebih kuat dijadikan sebagai acuan. Mujtahid tarjih dinilai lebih luas pemahamannya dibanding takhrij.

Sumber:
https://muhammadiyah.or.id
https://kumparan.com/
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment