Ijtihad: Pengertian, Ruang Lingkup, Fungsi, Rukun, Metode, dan Contohnya

Table of Contents

Pengertian Ijtihad
Pengertian Ijtihad

Ijtihad adalah upaya yang dilakukan oleh ulama untuk menemukan hukum Islam dalam menghadapi masalah baru. Ijtihad merupakan salah satu sumber hukum Islam yang digunakan ketika hukum tidak tercantum dalam Al-Qur'an atau hadits.

Ijtihad bertujuan untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu. Orang yang berijtihad disebut mujtahid.

Baca Juga: Mujtahid: Pengertian, Syarat, dan Tingkatannya

Secara bahasa, ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu yang sulit. Ijtihad dilakukan dengan menggunakan nalar dan tanpa cara-cara tertentu. Ijtihad merupakan sebuah usaha yang sungguh-sungguh.

Ijtihad sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.

Namun, pada perkembangan selanjutnya diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam. Ijtihad tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, hanya ulama yang memenuhi syarat yang mampu berijtihad.

Ijtihad dari Beberapa Pendapat

Mengutip buku Risalah Ushul Fiqh oleh Zamakhsyari bin Hasballah Thaib, ijtihad secara bahasa artinya bersungguh-sungguh dalam menggunakan tenaga baik fisik maupun pikiran. Ijtihad biasa dipakai pada perkara yang mengandung kesulitan. Tidak dikatakan berijtihad jika hanya menyangkut hal ringan.

Abdul Karim Zaidan mengutip dari buku Pengantar Ilmu Ushul Fiqh susunan Muchtim Humaidi, mengemukakan bahwa ijtihad adalah mengerahkan dan mencurahkan kemampuan pada suatu pekerjaan. Maksudnya, ijtihad digunakan untuk mengungkapkan pengerahan kemampuan dalam mewujudkan sesuatu kesulitan atau beban yang dituju.

Zaidan turut mengutarakan makna ijtihad secara istilah, yakni mujtahid (orang berijtihad) yang mencurahkan segala keterampilannya untuk menggali hukum-hukum syariat dengan jalan istinbath.

Sementara menurut Imam al-Ghazali, ijtihad adalah kesungguhan usaha seorang mujtahid dalam rangka mengetahui hukum-hukum syariat.

Demikian, ijtihad bisa diartikan sebagai cara seorang mujtahid dalam menggali hukum syariat dengan metode tertentu.

Ruang Lingkup Ijtihad

Sutrisno dalam buku Metode Istinbat Hukum Islam Kontemporer menyebutkan, ijtihad digunakan para ulama untuk menjawab permasalahan yang timbul di antara kaum muslim, dan belum diketahui status hukumnya.

Sehingga dapat dikatakan bahwa ijtihad ini penting dalam perkembangan hukum Islam. Seorang ulama bahkan menyatakan ijtihad tidak boleh terhenti pada suatu zaman lantaran sedemikian krusialnya.

Adapun cakupan ijtihad, Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa ijtihad hanya boleh dilakukan terhadap hukum syara yang tidak terdapat dalil qath'i-nya, kecuali lingkup akal dan ilmu kalam. Terhadap persoalan yang qath'i, tidak perlu diperselisihkan dan jangan diragukan lagi kebenarannya.

Sebagaimana mujtahid tidak diperkenankan untuk memasukkan perkara seperti kewajiban sholat lima waktu, zakat, atau hukum lainnya yang telah disepakati para ulama.

Menukil pendapat ulama Ali Hasballah dalam buku Metode Istinbat Hukum Islam Kontemporer, untuk ruang lingkup ijtihad yaitu permasalahan yang tidak diatur secara tegas dalam nash Al-Qur'an maupun sunnah nabi, dan belum ada kesepakatan ulama tentangnya.

Ia juga berpandangan bahwa kandungan Al-Qur'an terkait soal muamalah terungkap secara umum sehingga dalilnya kebanyakan dzanni, maka yang seperti inilah termasuk lapangan bagi ijtihad.

Fungsi Ijtihad

1. Ijtihad al-ruju' (kembali) yaitu mengembalikan ajaran-ajaran Islam dari segala jenis interpretasi yang kurang jelas berdasarkan Al-Quran dan Sunnah.
2. Fungsi ijtihad al-ihya (kehidupan) yaitu menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai agar semangat dan mampu menjawab tantangan zaman menurut Islam.
3. Fungsi ijtihad al-inabah (pembenahan) yaitu memenuhi ajaran-ajaran Islam yang sebelumnya diijtihadi oleh ulama terdahulu yang kemungkinan ada kesalahan menurut kondisi dan konteks zaman sekarang.

Rukun Ijtihad

Saat hendak berijtihad, terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan sebelumnya. Yang mana perkara-perkara ini mesti terpenuhi terlebih dahulu sebelum melakukan ijtihad. Mengutip buku Fikih Kontemporer, ada empat rukunnya:
1. Al-Waqi' adalah kasus yang menimpa dan belum dijelaskan dalam nash Al-Qur'an dan sunnah, atau persoalan yang diyakini akan terjadi nantinya.
2. Mujtahid, yakni seorang yang melakukan ijtihad dan punya kemampuan untuk berijtihad dengan syarat-syarat tertentu. Menukil buku Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, berikut syarat seorang mujtahid:
a. Paham dan menguasai pengetahuan mengenai ayat-ayat hukum dalam Al-Qur'an.
b. Tidak harus menghafal seluruh isi Al-Qur'an, cukup punya keahlian untuk merujuknya ketika diperlukan. Tetapi bila hafal Al-Qur'an lebih bagus.
c. Mengetahui hadits-hadits tentang berkaitan dengan hukum.
d. Tahu objek ijma' mujtahid terdahulu agar tidak menentukan hukum yang menyalahi sebelumnya.
e. Mengerti tata cara qiyas, syarat-syarat penerapannya, illat-illat hukum, serta metodenya.
f. Paham berbahasa Arab.
g. Mengetahui dan paham mengenai nasakh mansukh.

3. Mujtahid fih, yaitu hukum-hukum syariat yang bersifat amali atau taklifi.
4. Dalil syara, yang menjadi dasar menetapkan suatu hukum bagi mujtahid.

Metode Ijtihad

Ketika memakai ijtihad dalam penentuan suatu hukum, mujtahid mesti menggunakan metode formal yang diakui oleh kalangan ulama. Sutrisno dalam bukunya mengungkapkan metode ijtihad yang dimaksud di sini, yakni istinbat, upaya yang dipakai mujtahid dalam menelusuri dan menetapkan hukum yang belum ditegaskan dalam nash.

Ulama Khushari al-Sayyid menyebutkan beberapa metode yang dapat digunakan oleh para mujtahid, di antaranya metode qiyas, istihsan, istishab, istislah, sadd al-dhariah dan uruf.

Abdul Wahhab Khallaf turut mengutarakan sejumlah metode ijtihad yang bisa dipakai mujtahid, seperti qiyas, istihsan, istislah, bara'ah al-ashliyyah, dan uruf.

Contoh Ijtihad

Contoh ijtihad ketika menentukan 1 Ramadan dan 1 Syawal. Para ulama berkumpul dan berdiskusi untuk menentukan dan menetapkan 1 Ramadan dan 1 Syawal berdasarkan hukum Islam.

Ijtihad juga memiliki banyak manfaat seperti membantu umat Islam saat menghadapi masalah yang belum jelas hukumnya. Ini agar hukum tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan, waktu, serta perkembangan zaman. Selain itu ijtihad dapat digunakan untuk menentukan dan menetapkan fatwa atas segala masalah yang tidak berhubungan dengan halal dan haram.

Baca Juga:

Ijma: Pengertian, Dalil, Unsur, Syarat, Rukun, Macam, Contoh, dan Perbedaannya dengan Qiyas

Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.detik.com
https://mediaindonesia.com
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment