Etnis Muslim Uighur: Gambaran Diskriminasi dan Persekusi Pemerintah China
Apa itu Etnis Muslim Uighur?
Uyghur adalah kelompok etnis Turki yang berasal dari dan secara budaya berafiliasi dengan wilayah umum Asia Tengah dan Timur. Uyghur diakui sebagai penduduk asli Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di China Barat Laut. Mereka adalah salah satu dari 55 etnis minoritas yang diakui secara resmi di China.
Uyghur secara tradisional menghuni serangkaian oasis yang tersebar di Gurun Taklamakan di dalam Cekungan Tarim. Oasis-oasis ini dalam sejarahnya pernah menjadi negara independen atau dikontrol oleh banyak peradaban yaitu oleh Tiongkok, Mongol, Tibet dan berbagai pemerintahan Turkik.
Etnis Uighur berbicara dengan bahasa mereka sendiri yang mirip bahasa Turki. Mereka juga memiliki budaya yang dekat dengan etnis lain di negara-negara Asia Tengah. Populasi mereka kurang lebih sekitar 12 juta jiwa, mendominasi wilayah Xinjiang.
Etnis Uighur perlahan mulai memeluk agama Islam pada abad ke-10, dan sebagian besar Etnis Uighur sudah teridentifikasi sebagai pemeluk agama Islam pada abad ke-16. Islam sejak saat itu memainkan peranan penting terhadap budaya dan identitas mereka.
Sejak tahun 2014 pemerintah China dituduh oleh berbagai organisasi, melakukan penindasan yang menyebar luas terhadap suku Uighur yang tinggal di Xinjiang, salah satu bentuknya yaitu sterilisasi paksa dan kerja paksa. Setidaknya satu juta suku Uighur telah ditahan secara sewenang-wenang di kamp pengasingan Xinjiang.
Pemerintah China mengklaim bahwa kamp-kamp ini, yang diciptakan di bawah pemerintahan Xi Jinping, yang bertujuan untuk memastikan kesetiaan terhadap ideologi Partai Komunis Tiongkok (PKT), untuk mencegah separatisme, memerangi terorisme, dan menyediakan pelatihan vokasi pada suku Uighur.
Berbagai ahli, organisasi HAM dan pemerintah menganggap pelanggaran yang dilakukan terhadap suku Uighur sama dengan kejahatan terhadap kemanusiaan, atau bahkan genosida.
Baca Juga: Pengertian Genosida, Bentuk dan Contohnya
Sekilas Sejarah
Pada pertengahan abad ke-10, Islam diperkenalkan ke Xianjiang oleh Satuk Boghra (910-956 M), seorang khan dari Dinasti Karakitai yang memeluk Islam. Kashgar, Yirqiang dan Kuche masing-masing menjadi salah satu wilayah Islam secara berurutan. Setelah abad ke-14 Islam menyebar ke utara Xianjang.
Kaum muslim Uighur dikenal sebagai kaum yang ramah dan mahir menyanyi serta menari. Mereka memiliki karya rakyat yang indah, termasuk puisi epik "Fu Le Zhi Hui" (kebijaksanaan dan kebahagiaan) dan musik serta tarian divertimento "Er Shi Mu Ka Mu" (dua belas mukam) masih populer hingga saat ini.
Dulu, Muslim Uighur di China bergerak di bidang pertanian, sangat berpengalaman dalam berkebun dan menanam kapas. Mereka juga mahir menenun karpet, topi Uighur dan membuat pisau.
Cina Berkuasa di Xinjiang (1884)
Dalam sejarahnya, wilayah Xinjiang merupakan wilayah Turkistan Timur yang di mana mempunyai luas wilayah hingga 1,6 juta kilometer persegi atau seperlima dari luas China. Kasus-kasus atas klaim sepihak oleh China di beberapa wilayah yang bukan merupakan hak miliknya ternyata juga dilakukan oleh China di wilayah Turkistan Timur ini.
Pada awal berdirinya negara China, umat muslim diperlakukan layaknya penduduk lainnya dalam hal kebebasan beragama yang mereka anut.
Upaya Kemerdekaan (1933 dan 1944)
Selama perang saudara Cina, para pemimpin Uighur mendirikan Republik independen berumur pendek yang disebut Turkestan Timur selama dua periode yang terpisah: pertama pada tahun 1933 dan kemudian pada tahun 1944.
Revolusi Kebudayaan China (1949)
Revolusi Komunis China atau Revolusi 1949 justru menimbulkan dampak buruk terhadap populasi umat muslim yang ada di China khususnya Xinjiang. Sejak, China mendirikan Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, dan sekelompok besar orang Cina Han (kelompok etnis mayoritas negara) didorong untuk pindah ke provinsi tersebut.
Baca Juga: Sejarah Revolusi Komunis China: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampaknya
Populasi Cina Han tumbuh dari waktu ke waktu sampai mereka menyaingi Uighur sebagai salah satu kelompok etnis terbesar di Xinjiang. Pada 1990-an Warga Uighur mulai memprotes penindasan dan perlakuan tidak adil di tangan pemerintah dan otoritas Cina.
Dalam kronologinya, sejumlah tempat ibadah itu dihancurkan, Al-quran dimusnahkan hingga dilakukannya pelarangan atas ajaran agama oleh kelompok komunis terhadap muslim khususnya etnis Uighur.
Tahun 1997, China aksi polisionil yang keras terhadap para demonstran Uighur, menewaskan puluhan dan menahan ratusan lainnya. Ini adalah penumpasan paling mematikan sejauh ini dalam kampanye yang disebut Kampanye Hantam Keras (Strike Hard) yang dimulai setahun sebelumnya.
Setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, pemerintah Cina mulai membenarkan tindakannya terhadap warga Uighur sebagai bagian dari perang global melawan terorisme.
Tahun 2009, saling benci antara populasi Uighur dan Han menyebabkan protes dan pecahnya kekerasan ekstrem. Pada Juli, hampir 200 orang tewas dan sekitar 1.700 lainnya cedera dalam kerusuhan hebat di ibu kota Urumqi, Xinjiang.
Pihak berwenang Cina merespons dengan menindak orang-orang Uighur yang dicurigai sebagai pembangkang dan separatis. Selama beberapa tahun berikutnya, ada penembakan yang didokumentasikan, penangkapan dan hukuman penjara yang panjang.
Pada November 2014, Xinjiang mengadopsi undang-undang anti-terorisme, yang pertama yang menargetkan ekstremisme agama. Sejak itu, para aktivis hak asasi manusia melaporkan bahwa jumlah orang yang ditangkap telah meningkat.
Tahun 2016 pemerintah China menambah kehadiran polisi, pejabat Partai Komunis Cina dan mantan prajurit Chen Quanguo pindah ke Xinjiang setelah pemerintahan lima tahun di Tibet dan secara dramatis meningkatkan langkah-langkah keamanan di wilayah tersebut.
Kamp Xinjiang (2017)
Kamp Xinjiang merupakan kamp pelatihan untuk memerangi ekstremisme (2017). Undang-undang anti-ekstremisme yang disetujui oleh pemerintah Xinjiang pada Maret 2017, yang melarang orang untuk menumbuhkan jenggot panjang dan mengenakan kerudung di depan umum.
Undang-undang ini juga secara formal mengadopsi penggunaan pusat pelatihan untuk memerangi ekstremisme.
Pada April Pemerintah Cina memperluas pengawasannya terhadap orang-orang Uighur, dengan kamera-kamera baru, pos-pos pemeriksaan dan peningkatan patroli polisi di daerah-daerah yang sebagian besar penduduknya adalah warga Uighur. Langkah-langkah baru termasuk menahan hingga 1 juta warga Uighur di "pusat pelatihan politik" atau kamp pendidikan di Xinjiang.
Tingkat penahanan meningkat secara dramatis. Puluhan kamp pendidikan ulang bertambah hampir tiga kali lipat antara April 2017 dan Agustus 2018, menurut investigasi Reuters.
PBB Mengutuk Penahanan Massal (2018)
Pada Agustus, Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial menyerukan Cina untuk mengakhiri penahanan orang-orang Uighur. Pemerintah Cina menyangkal tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di kamp-kamp dan menggambarkan fasilitas sebagai pusat kejuruan bagi para penjahat yang dihukum karena pelanggaran ringan.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita resmi Cina Xinhua pada Oktober, ketua pemerintahan Xinjiang, Shohrat Zakir, menggambarkan kamp-kamp tersebut sebagai pusat pelatihan yang manusiawi, dengan tujuan mengapuskan lingkungan yang bisa menumbuhkan terorisme dan ekstremisme agama.
Pada Juli 2019, pemerintah Cina mengklaim sebagian besar warga Uighur telah dibebaskan dari kamp. Laporan menunjukkan fasilitas masih beroperasi.
AS Mengeluarkan Sanksi (2019)
Amerika Serikat memberlakukan pembatasan visa pada pejabat Cina yang diyakini terkait dengan penahanan kelompok minoritas Muslim di Xinjiang pada Oktober. Ada juga tindakan terhadap 28 entitas (termasuk perusahaan komersial) yang terlibat dalam kampanye pengawasan, penahanan, dan penindasan Cina.
Cina mengatakan kamp-kamp itu adalah alat yang efektif dalam memerangi terorisme dan tidak melanggar kebebasan beragama.
"Karena tindakan telah diambil, tidak ada satu pun insiden teroris dalam tiga tahun terakhir. Xinjiang kembali berubah menjadi daerah yang makmur, indah dan damai," menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor pers kedutaan besar Cina di Inggris.
Cina juga membantah keaslian dokumen-dokumen Xinjiang yang bocor, menyebutnya fabrikasi murni dan berita palsu.
Dokumen yang disebut merujuk pada White Paper resmi di mana pemerintah Cina menggambarkan tujuan kamp untuk memberikan bantuan dan rehabilitasi bagi warga Uighur yang terlibat dalam kegiatan terorisme atau ekstremisme.
Penyebab Diskriminasi Etnis Uighur
Selain faktor sumber daya alam yang ada di Xinjiang, pemerintah China menganggap bahwa etnis muslim Uighur tersebut merupakan sebuah ancaman yang dapat memecah kesatuan republik rakyat china di kemudian hari. Seperti yang kita ketahui, China memberikan kebebasan beragama kepada warga negaranya.
Namun, sebagai negara komunis khususnya dalam partai komunis, China memberikan penekanan bahwa adanya agama lain dalam keanggotaannya selain agama utama itu merupakan sebuah permasalahan yang menimbulkan ancaman sehingga menimbulkan ketakutan serta ketidaknyamanan.
Oleh sebab itu, China menganggap bahwa orang-orang selain dari keturunan mereka yang mempunyai perbedaan kebudayaan serta keyakinan khususnya Islam merupakan sebuah ancaman yang besar terhadap ideologi Partai Komunis China. Ancaman besar bagi kepemimpinan Partai Komunis China tidak hanya berupa tindakan korupsi dan oposisi namun juga terorisme serta separatisme.
Bagi Partai Komunis China ancaman besar lainnya yang menimbulkan kekhawatiran saat ini adalah kepercayaan terhadap agama dan hal gaib. Sehingga, kepercayaan khususnya terhadap komunisme dan sosialis menjadi hilang. Apabila masyarakat terutama anggota Partai Komunis China mempercayai adanya Tuhan maka keyakinan atau pedoman mereka terhadap ideologinya akan tergantikan atau ditinggalkan.
Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa perlakuan China terhadap muslim Uighur berupa tindakan genosida serta usaha pembersihan etnis secara sistematis ini disebabkan oleh perbedaan keturunan, kebudayaan serta keyakinan yang di mana dalam aspek keyakinan tidak terlepas dari stigma islamofobia yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Analisis Hukum Humaniter Internasional
Terdapat banyak pelanggaran terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap muslim Uighur di Xinjiang.
Bentuk pelanggaran tersebut seperti pelanggaran kebebasan beragama berupa pelarangan beribadah serta ritual keagamaan oleh otoritas pemerintahan China, diskriminasi dalam aspek ekonomi seperti tidak mendapatkan lapangan pekerjaan yang strategis sebagaimana etnis lainnya, serta pembunuhan, penyiksaan, penghancuran fasilitas seperti sekolah dan tempat ibadah hingga pembantaian secara massal.
Baca Juga: Pengertian Diskriminasi, Sebab, Jenis, dan Bentuknya
Dalam kasus ini, PBB telah berperan dengan melakukan pembahasan pertama di tahun 2018 yang menghasilkan perintah melalui ICERD agar China melakukan penutupan kamp-kamp dan mengakhiri pengawasan massal terhadap etnis Uighur serta memastikan bahwa warga di Xinjiang sejahtera.
Maka dari itu, dalam kasus ini Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai sengketa bersenjata non-internasional dapat dijadikan rujukan atas perlindungan terhadap etnis muslim Uighur.
Tindakan yang dilakukan pemerintah China terhadap muslim Uighur di Xinjiang tidak sesuai dengan ketentuan dari Pasal 5 dan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR), Pasal 7 dan Pasal 9 Kovenan Internasional tentang Sipil dan Hak Politik (ICCPR), Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT) serta ketentuan di bawah Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Statuta Roma 1998.
Lalu kemudian pelanggaran penahanan atas dasar merampas hak-hak manusia serta larangan atas agama yang dianut merujuk kepada Pasal 9 ICCPR.
Meskipun China tidak terikat atau tidak meratifikasi Statuta Roma sehingga secara otomatis tidak terikat dengan Mahkamah Pidana Internasional, bukan berarti kejahatan yang dilakukan terhadap etnis Uighur tidak dapat diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional.
Kasus muslim Uighur dapat ditangani oleh Dewan Keamanan PBB untuk diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional dengan memperhatikan empat yurisdiksi.
Yurisdiksi pertama yakni material yurisdiksi yang di mana berlandaskan atas jenis kejahatan yang dialami sebagaimana dijelaskan dalam pasal 5 hingga 8 Statuta Roma tahun 1998 maka perlakuan atas etnis Uighur masuk ke dalam kategori kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Yang kedua yakni temporal yurisdiksi, sebagaimana isi pasal 11 statuta roma tahun 1998 maka kasus muslim Uighur dapat diadili melalui Mahkamah Pidana Internasional karena kasus ini terjadi setelah 1 Juli 2002.
Yang ketiga yakni teritorial yurisdiksi yang diatur dalam pasal 12 Statuta Roma tahun 1998 mengenai lokasi terjadinya kejahatan dan yang terakhir adalah personal yurisdiksi sebagaimana tercantum dalam pasal 25 Statuta Roma tahun 1998 maka yang bertanggung jawab atas kasus ini merupakan pejabat pemerintahan, komandan baik militer maupun sipil China.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.tempo.co
https://kumparan.com
dan sumber lain yang relevan
Post a Comment