Dinasti Ayyubiyah: Sejarah, Kejayaan, dan Keruntuhannya

Table of Contents

Dinasti Ayyubiyah
Apa itu Dinasti Ayyubiyah?

Dinasti Ayyubiyah adalah sebuah dinasti Muslim Sunni beretnis Kurdi yang didirikan oleh Salahuddin Ayyubi dan berpusat di Mesir. Dinasti tersebut memerintah sebagian besar wilayah Timur Tengah pada abad ke-12 dan ke-13.

Salahuddin mulai menjabat sebagai wazir di Mesir, pusat kekuasaan Kekhalifahan Fatimiyah yang berhaluan Syiah pada tahun 1169. Ia kemudian melengserkan Dinasti Fatimiyah pada tahun 1171. 

Baca Juga: Salahuddin Al Ayyubi: Sejarah, Biografi, dan Kebijaksanaannya

Tiga tahun kemudian, setelah kematian atasannya dari Dinasti Zankiyah, Nuruddin Zanki, Salahuddin dinyatakan sebagai sultan. Seiring berjalannya waktu, Dinasti Ayyubiyah menghadapi tantangan internal dan eksternal, termasuk serangan Mongol dan perseteruan dengan Mamluk.

Dinasti Ayyubiyah berkuasa selama kurang lebih satu abad, hingga pertengahan abad ke-13. Mengetahui sejarah Dinasti Ayyubiyah menjadi krusial, karena periode ini mencerminkan dinamika politik, kebudayaan, dan agama yang mempengaruhi pembentukan identitas di dunia Islam.

Sejarah Singkat

Dinasti Ayyubiyah didirikan oleh Salahuddin Al-Ayyubi, yang juga dikenal sebagai Saladin. Salahuddin lahir pada tahun 1137 di Tikrit, Irak. Pada awalnya, ia melayani dalam pasukan tentara Dinasti Zengid di Suriah di bawah pimpinan pamannya, Shirkuh.

Pada tahun 1169, Salahuddin berhasil merebut Mesir dari tangan Fatimiyah, dinasti yang berkuasa di sana. Setelah kematian pamannya, Salahuddin menjadi wazir (menteri) di bawah kekuasaan Khalifah Al-Adid di Mesir.

Pada tahun 1171, ketika Khalifah Fatimiyah meninggal, Salahuddin menyatakan kesetiaannya kepada Khalifah Abbasiyah di Baghdad, menandai berakhirnya kekuasaan Fatimiyah dan dimulainya pemerintahan Abbasiyah di Mesir.

Baca Juga: Dinasti Abbasiyah: Sejarah, Kejayaan, dan Kejatuhannya

Salahuddin kemudian menghadapi serangkaian konflik dan tantangan, terutama dari Kerajaan Latin di Tanah Suci, yang dipimpin oleh Raja Richard I dari Inggris dan Raja Philippe II dari Prancis selama Perang Salib Ketiga. Salahuddin memenangkan beberapa pertempuran penting.

Pada tahun 1187, Salahuddin berhasil merebut kembali Yerusalem setelah pertempuran di Hattin. Keberhasilan ini membuatnya terkenal di dunia Islam dan Barat. Salahuddin mendirikan Dinasti Ayyubiyah, yang kemudian menguasai wilayah-wilayah luas termasuk Mesir, Suriah, Hijaz, dan sebagian besar wilayah Levant.

Baca Juga: Perang Hittin: Kemenangan Salahuddin Al-Ayyubi atas Tentara Salib

Setelah kematiannya pada tahun 1193, dinasti tersebut tetap bertahan dengan beberapa perubahan kepemimpinan. Dinasti Ayyubiyah kemudian melemah dan mulai terpecah belah, seiring munculnya dinasti-dinasti baru dan invasi Mongol di wilayah tersebut pada abad ke-13.

Meskipun Dinasti Ayyubiyah tidak bertahan lama setelah kematian Salahuddin, warisan dan pengaruhnya terus bertahan dalam sejarah Islam.

Masa Kejayaan

Dinasti Ayyubiyah telah mengalami perkembangan pesat sejak didirikan oleh Salahuddin Al-Ayyubi. Ambisi Salahuddin untuk menggeser aliran Syiah dengan Islam Sunni pun tercapai.

Segera setelah berkuasa, ia juga melakukan ekspansi wilayah dengan menguasai Yaman (1174), Suriah (1180-an), bahkan merebut Yerusalem dari Tentara Salib pada 1187.

Tidak berhenti di situ, wilayahnya terus meluas hingga berhasil menguasai Afrika Utara, Nubia Utara, Arab Barat, Syam, Mesopotamia, Palestina, dan Transyordania. Selain itu, Dinasti Ayyubiah mencapai kemajuan dalam bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, dan arsitektur.

Bidang ekonomi

Perang Salib ternyata tidak hanya menyisakan cerita tentang peperangan yang sadis, tetapi juga mampu menguatkan hubungan dagang dengan Eropa. Sejak awal, Dinasti Ayyubiyah melakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Pada akhirnya, berbagai jenis tanaman produksinya mampu menyebar ke Eropa.

Industri dan perdagangan Dinasti Ayyubiyah pun menjadi semakin kuat karena ketertarikan bangsa Eropa terhadap barang-barang baru yang ditawarkan pedagang Muslim. Selain hasil pertanian, berbagai kerajinan tangan seperti kaca, tembikar, dan permadani juga bernilai tinggi di Eropa.

Kemakmuran ekonomi Ayyubiyah masih berlangsung hingga pemerintahan Al-Kamil (1218-1238), yang dikenal sangat memerhatikan kondisi ekonomi negara.

Bidang pendidikan

Kemajuan pendidikan ditandai dengan dibangunnya beberapa madrasah di Aleppo, Yerussalem, Kairo, dan Iskandariyah.

Meski Dinasti Ayyubiyah menganut teologi Sunni dan bermazhab Syafi'i, pemerintah juga membangun lembaga pendidikan untuk mazhab lain, seperti Hanafi, Hanbali, dan Maliki.

Kesejahteraan guru dan siswa juga diperhatikan oleh pemerintah. Selain dibayar, guru dan siswa diberikan fasilitas tempat tinggal berupa asrama, agar kegiatan belajar mengajar semakin intens.

Bidang kesehatan

Kemajuan di bidang kesehatan dibuktikan dengan pembangunan beberapa rumah sakit dan penunjang pelayanan kesehatan di beberapa kota, seperti di Damaskus dan Kairo. Selain itu, dibangun juga sekolah khusus untuk mencetak tenaga kesehatan.

Arsitektur

Dari arsitektur, pencapaian terbesar Dinasti Ayyubiyah adalah pembangunan benteng-benteng ditambah dengan sejumlah madrasah Sunni. Pembangunan yang dilakukan difokuskan di Mesir dan Suriah.

Ketika Salahuddin berkuasa, ia membangun tembok kota untuk menutup Kairo. Pada 1183, Salahuddin juga membangun benteng di Kairo, yang diselesaikan oleh Al-Kamil.

Beberapa bangunan yang pernah didirikan pada masa Dinasti Ayyubiyah adalah Benteng Salahuddin di Kairo (1187), Benteng Aleppo, Madrasah Zahiriya (1219) di Aleppo, Madrasah al-Sahiba di Damaskus (1233), dan Madrasah Al-Salih (1243) di Kairo.

Selain itu Masjid Al-Firdaus di Allepo juga menjadi salah satu bentuk majunya arsitektur Dinasti Ayyubiyah.

Keruntuhan

Selama berkuasa, Dinasti Ayyubiyah sangat bergantung pada Mamluk (tentara budak) untuk menangani urusan militernya. Sayangnya, runtuhnya dinasti ini sebagian besar disebabkan oleh para Mamluk dari Turki sendiri. 

Baca Juga: Dinasti Mamluk: Sejarah, Asal Usul, Peranan, dan Keruntuhannya

Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan As-Salih (1240-1249). Pada masa ini, para Mamluk telah memegang kendali atas pemerintahan. Setelah Sultan As-Salih meninggal pada 1249, bangsa Mamluk mengangkat istri mendiang sultan, Syajarat ad-Durr, sebagai pemimpin Ayyubiyah.

Pengangkatan Syjarat ad-Durr menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan berdirinya Dinasti Mamluk (1250-1517). Kendati demikian, keturunan Ayyubiyah ada yang masih memimpin di daerah hingga 70 tahun kemudian.

Selain itu, berikut beberapa hal lain yang menjelaskan kejatuhan Dinasti Ayyubiyah di antaranya,
1. Serangan Tentara Salib
Dinasti Ayyubiyah berhadapan dengan serangan Tentara Salib, terutama Perang Salib Keenam dan Ke Tujuh. Pada Perang Salib Keenam, meskipun berhasil menahan serangan Kaisar Friedrich II, Ayyubiyah harus menyerahkan sejumlah wilayah kepada Tentara Salib.

Pada Perang Salib Ke Tujuh, serangan ke Mesir oleh Tentara Salib di bawah kepemimpinan Louis IX berakhir dengan kekalahan Ayyubiyah.

2. Perpecahan Internal
Dinasti Ayyubiyah mengalami perpecahan internal yang signifikan. Ada pertikaian antara cabang-cabang keluarga Ayyubiyah, seperti Rasuliyah dan Ayyubiyah, yang memperlemah kesatuan dinasti.

Gubernur-gubernur setia di wilayah-wilayah tertentu juga mulai merdeka, tidak lagi membayar upeti ke pusat kekuasaan Ayyubiyah di Mesir.

3. Serangan Mongol
Bangsa Mongol, di bawah Hulagu Khan, menaklukkan sejumlah besar wilayah Ayyubiyah, terutama di wilayah Syam dan al-Jazira. Kehadiran bangsa Mongol membawa kehancuran besar, dengan kota-kota seperti Aleppo dihancurkan.

Pada tahun 1258, Baghdad jatuh ke tangan bangsa Mongol, yang menyebabkan ketegangan dan konfrontasi lebih lanjut di wilayah Ayyubiyah.

Baca Juga:

Dinasti Fatimiyah sebagai Dinasti Syiah yang mampu Mencapai Puncak Kejayaan 

Sejarah Pertempuran Ain Jalut dan Dampaknya terhadap Peradaban Islam

Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.liputan6.com
https://www.kompas.com
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment