Tragedi Gejayan 1998: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, dan Akibatnya
Table of Contents
Apa itu Tragedi Gejayan 1998
Tragedi Gejayan, yang dikenal juga sebagai Tragedi Yogyakarta, adalah peristiwa bentrokan berdarah pada Jumat 8 Mei 1998 di daerah Gejayan, Yogyakarta, dalam demonstrasi menuntut reformasi dan turunnya Presiden Soeharto. Bentrokan ini berlangsung hingga malam hari. Baca Juga: Reformasi 1998: Sejarah, Tujuan, Latar Belakang, Dampak, dan Beberapa Peristiwa Pentingnya
Tragedi ini berawal dari demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta. Para mahasiswa melakukan demonstrasi untuk menunjukkan keprihatinan mereka atas kondisi ekonomi negara serta menolak Soeharto berkuasa lagi sebagai presiden.
Kekerasan aparat menyebabkan ratusan korban luka, dan satu orang, Moses Gatutkaca, meninggal dunia.
Latar Belakang Tragedi Gejayan 1998
Pada awal 1998, krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia tidak kunjung surut dan justru semakin memuncak sehingga mahasiswa mulai merapatkan dan merapikan barisan. Mahasiswa pun mendapatkan dorongan dari tokoh intelektual kritis yang membuat mereka lebih berani dan percaya diri.
Yogyakarta menjadi salah satu kota yang memelopori aksi demonstrasi pada 1988 untuk melengserkan Presiden Soeharto. Aksi ini dipicu oleh kemenangan Golkar pada Pemilu 1997, yang akan memperpanjang masa kekuasaan Soeharto.
Ketua Umum Golkar saat itu, Harmoko, bahkan mengumumkan bahwa rakyat Indonesia ingin Soeharto menjabat sebagai presiden periode 1998-2003. Para mahasiswa di Yogyakarta pun segera bertindak karena mereka tidak ingin Soeharto berkuasa lagi.
Tragedi ini berawal dari demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta. Para mahasiswa melakukan demonstrasi untuk menunjukkan keprihatinan mereka atas kondisi ekonomi negara serta menolak Soeharto berkuasa lagi sebagai presiden.
Kekerasan aparat menyebabkan ratusan korban luka, dan satu orang, Moses Gatutkaca, meninggal dunia.
Latar Belakang Tragedi Gejayan 1998
Pada awal 1998, krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia tidak kunjung surut dan justru semakin memuncak sehingga mahasiswa mulai merapatkan dan merapikan barisan. Mahasiswa pun mendapatkan dorongan dari tokoh intelektual kritis yang membuat mereka lebih berani dan percaya diri. Yogyakarta menjadi salah satu kota yang memelopori aksi demonstrasi pada 1988 untuk melengserkan Presiden Soeharto. Aksi ini dipicu oleh kemenangan Golkar pada Pemilu 1997, yang akan memperpanjang masa kekuasaan Soeharto.
Ketua Umum Golkar saat itu, Harmoko, bahkan mengumumkan bahwa rakyat Indonesia ingin Soeharto menjabat sebagai presiden periode 1998-2003. Para mahasiswa di Yogyakarta pun segera bertindak karena mereka tidak ingin Soeharto berkuasa lagi.
Baca Juga: Era Orde Baru: Pengertian, Sejarah, Tujuan, Ciri, Sistem Pemerintahan, Kebijakan, Kelebihan, dan Kekurangannya
Mereka menggelar referendum tentang kepemimpinan nasional yang hasilnya menyatakan bahwa lebih dari 90 persen mahasiswa UGM menolak Soeharto menjadi presiden lagi. Ketika hasil referendum diumumkan, para mahasiswa segera mendapatkan tekanan dari kampus, kepolisian, hingga intel militer.
Kronologi Tragedi Gejayan 1998
Awalnya, mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta melakukan unjuk rasa, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Sains dan Teknologi Akprind serta di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS), dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW).
Ribuan mahasiswa tersebut melakukan demonstrasi dengan tertib yang menyampaikan pernyataan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu karena krisis moneter, penolakan Soeharto sebagai presiden kembali, kenaikan harga, dan pudarnya reformasi.
Pada saat yang bersamaan, ratusan mahasiswa lainnya juga melakukan demonstrasi, yaitu mahasiswa Universitas Sanata Dharma (USD) dan IKIP Negeri. Kedua kampus ini memprotes kekerasan aparat pemerintah yang terjadi pada 5 Mei 1998 di lokasi tersebut.
Menjelang sore hari mereka bergerak menuju kampus UGM untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa dengan tujuan utama, menuntut reformasi. Namun, aparat keamanan tidak mengizinkan dan berhadapan langsung dengan mahasiswa dan juga masyarakat. Ketegangan di antara kedua pihak tersebut pun meletus pada pukul 17.00 WIB.
Ratusan petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di pertigaan antara Jalan Gejayan dan Jalan Colombo, tepatnya di depan Hotel Radisson.
Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, dan bom molotov di sekitar Jalan Gejayan yang membentang dari perempatan Jalan Padjajaran (Ring Road Utara) hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo. Tempat ini pun menjadi ajang pertarungan antara pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.
Tanpa rasa kemanusiaan, aparat main tubruk memukuli setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan warga setempat. Selama bentrokan berlangsung, aparat melakukan pengejaran terhadap mahasiswa sampai memasuki kompleks kampus USD dan IKIP Negeri. Bahkan, sejumlah fasilitas kampus rusak saat petugas memasuki kompleks kampus.
Ketegangan terus berlangsung sampai malam hari. Suasana mencekam dan letusan senjata api masih terdengar hingga pukul 22.00 . Sejumlah orang pun masih berlarian menyelamatkan diri dan sebagian lainnya tertahan kepungan polisi serta tentara. Massa yang terkepung ini diisolir secara ketat dengan menutup jalan-jalan yang menuju lokasi.
Kemudian, pukul 00.15 WIB, sebuah kendaraan panser kembali menyerbu massa dengan menembakkan gas air mata. Massa mencoba membakar panser tersebut, tetapi gagal. Api hanya terlihat menyala sebentar, lalu berhasil padam kembali.
Kekerasan yang dilakukan aparat saat mahasiswa menuntut reformasi di Yogyakarta ini menyebabkan ratusan korban luka dan satu orang bernama Moses Gatutkaca meninggal dengan kondisi menyedihkan. Hampir sebagian besar korban aksi Peristiwa Gejayan ini ditolong oleh petugas PMI untuk dilarikan ke Rumah Sakit Panti Rapih dan beberapa titik posko PMI daerah sekitar.
Akibat Tragedi Gejayan 1998
Moses pun segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, tetapi nyawanya tidak terselamatkan. Diduga, Moses tewas akibat pukulan benda tumpul di kepalanya. Pasalnya, dari telinga hingga hidungnya terus mengalir darah. Untuk mengenang Moses, namanya pun diabadikan menjadi nama jalan di Jalan Gejayan, tepatnya di sebelah selatan Kampus USD.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://nasional.tempo.co
https://www.kompas.com
dan sumber lain yang relevan
Download
Mereka menggelar referendum tentang kepemimpinan nasional yang hasilnya menyatakan bahwa lebih dari 90 persen mahasiswa UGM menolak Soeharto menjadi presiden lagi. Ketika hasil referendum diumumkan, para mahasiswa segera mendapatkan tekanan dari kampus, kepolisian, hingga intel militer.
Kronologi Tragedi Gejayan 1998
Awalnya, mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta melakukan unjuk rasa, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Sains dan Teknologi Akprind serta di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS), dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Ribuan mahasiswa tersebut melakukan demonstrasi dengan tertib yang menyampaikan pernyataan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu karena krisis moneter, penolakan Soeharto sebagai presiden kembali, kenaikan harga, dan pudarnya reformasi.
Pada saat yang bersamaan, ratusan mahasiswa lainnya juga melakukan demonstrasi, yaitu mahasiswa Universitas Sanata Dharma (USD) dan IKIP Negeri. Kedua kampus ini memprotes kekerasan aparat pemerintah yang terjadi pada 5 Mei 1998 di lokasi tersebut.
Menjelang sore hari mereka bergerak menuju kampus UGM untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa dengan tujuan utama, menuntut reformasi. Namun, aparat keamanan tidak mengizinkan dan berhadapan langsung dengan mahasiswa dan juga masyarakat. Ketegangan di antara kedua pihak tersebut pun meletus pada pukul 17.00 WIB.
Ratusan petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap pengunjuk rasa di pertigaan antara Jalan Gejayan dan Jalan Colombo, tepatnya di depan Hotel Radisson.
Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu, petasan, dan bom molotov di sekitar Jalan Gejayan yang membentang dari perempatan Jalan Padjajaran (Ring Road Utara) hingga perempatan Jalan Adi Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo. Tempat ini pun menjadi ajang pertarungan antara pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.
Tanpa rasa kemanusiaan, aparat main tubruk memukuli setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan warga setempat. Selama bentrokan berlangsung, aparat melakukan pengejaran terhadap mahasiswa sampai memasuki kompleks kampus USD dan IKIP Negeri. Bahkan, sejumlah fasilitas kampus rusak saat petugas memasuki kompleks kampus.
Ketegangan terus berlangsung sampai malam hari. Suasana mencekam dan letusan senjata api masih terdengar hingga pukul 22.00 . Sejumlah orang pun masih berlarian menyelamatkan diri dan sebagian lainnya tertahan kepungan polisi serta tentara. Massa yang terkepung ini diisolir secara ketat dengan menutup jalan-jalan yang menuju lokasi.
Kemudian, pukul 00.15 WIB, sebuah kendaraan panser kembali menyerbu massa dengan menembakkan gas air mata. Massa mencoba membakar panser tersebut, tetapi gagal. Api hanya terlihat menyala sebentar, lalu berhasil padam kembali.
Kekerasan yang dilakukan aparat saat mahasiswa menuntut reformasi di Yogyakarta ini menyebabkan ratusan korban luka dan satu orang bernama Moses Gatutkaca meninggal dengan kondisi menyedihkan. Hampir sebagian besar korban aksi Peristiwa Gejayan ini ditolong oleh petugas PMI untuk dilarikan ke Rumah Sakit Panti Rapih dan beberapa titik posko PMI daerah sekitar.
Akibat Tragedi Gejayan 1998
Pada hari itu, tragedi di Gejayan telah menyebabkan banyak korban luka-luka. Tidak hanya dari kalangan mahasiswa, tetapi juga warga sekitar. Salah satu korban yang turut meregang nyawa adalah Moses Gatotkaca, yang ditemukan bersimbah darah di ruas jalan sebelah selatan kampusnya, Universitas Sanata Dharma.
Moses pun segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, tetapi nyawanya tidak terselamatkan. Diduga, Moses tewas akibat pukulan benda tumpul di kepalanya. Pasalnya, dari telinga hingga hidungnya terus mengalir darah. Untuk mengenang Moses, namanya pun diabadikan menjadi nama jalan di Jalan Gejayan, tepatnya di sebelah selatan Kampus USD.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://nasional.tempo.co
https://www.kompas.com
dan sumber lain yang relevan
Download
Post a Comment