Hassasin: Sejarah, Polemik, dan Kejatuhannya

Table of Contents

Hassasin atau Assassin atau orang barat menyebutnya Hashashin
Apa Itu Hassasin?

Hassasin atau Assassin atau orang barat menyebutnya Hashashin adalah sekte pecahan Syi'ah Ismailiyah yakni ordo Nizari Isma'ili yang didirikan oleh Hassan-i Sabah, seorang komandan Persia, antara tahun 1090 dan 1275 M. 

Baca Juga: Syi’ah: Pengertian, Doktrin, Itikad, Sekte, dan Polemiknya dengan Sunni

Mereka mendirikan beberapa pemukiman di Iran, Irak, Suriah dan Lebanon di bawah pemimpin karismatik Hassan-i Sabbah.

Hassasin dikenal karena melakukan pembunuhan, sabotase, dan tipu daya. Mereka menduduki sejumlah kastil pegunungan di Suriah dan Iran sejak akhir abad ke-11 hingga pertengahan abad ke-13.

Mereka mengirim orang yang berdedikasi untuk membunuh pemimpin-pemimpin penting baik dari sisi Latin/Franka dalam perang salib maupun sisi Sunni, yang dianggap mereka sebagai "kaum kafir perebut takhta."

Beberapa korban terkenal Hassasin di antaranya Nizam al-Mulk, Wazir Abbasiyah, Ibn al-Khashshab, al-Bursuqi, Raymond II, Conrad de Montferrat, dan pangeran Edward.

Hassasin merupakan salah satu kelompok pertama yang menggunakan sinyal pantulan cermin di siang hari untuk berkomunikasi dengan basis terdekat. Di malam hari, Hassasin menggunakan sinyal api untuk berkomunikasi.

Polemik Istilah

Sekte ini menyebut dirinya al-Da'wa al-Jadīda, dari bahasa Arab yang artinya panggilan baru, kebalikan dari slogan kelompok Fatimiyah panggilan lama. Nama Hassasin oleh beberapa orang diartikan sebagai pengikut Hassan (pemimpin kelompok Persia ini yang bernama Hassan-i Sabah).

Hassan-i Sabbah biasa menyebut pengikutnya Asasiyun, yang berarti orang-orang yang taat pada asas, artinya 'dasar' dari keyakinan. Inilah kata, yang disalahartikan oleh para pengelana asing, yang kelihatannya mirip dengan kata "Hashish".

Dalam The Secret Order of Assassins: The Struggle of the Early Nizari Ismai 'lis Against the Islamic World, Marshall GS Hodgson menuturkan kecemasan yang melanda dunia Islam dan Barat akibat aksi teror Hassasin.

Menurut Hodgson, istilah Hassasin yang berasal dari bentuk korup kata bahasa Arab, hashish (ganja). Catatan perjalanan Marcopolo menuliskan, kelompok ini mengisap sejenis ganja untuk menghadirkan efek tertentu yang membuat mereka berani melakukan aksi teror.

Di telinga Barat, Hassasin familiar sebagai kultus mistik pembunuh yang acap kali menyerang Tentara Salib. Di dunia Islam, kelompok ini menghadirkan teror dengan menyerang para pemimpin politik Saljuk dan Abbasiyah.

Sejarah Hassasin

Kelompok Hassasin adalah sebuah sekte pecahan Syiah Ismailiyah. Ia didirikan oleh Hasan al-Sabbah yang kemudian dikenal dengan nama the Old Man of the Mountain. Alwi Alatas dalam "Pemburu Maut dari Lembah Alamut" menulis, Hassan Sabbah lahir pada pertengahan abad 11 di Qum, Iran.

Hassan mulai membentuk basis massa dari sebuah benteng bernama Alamut di pegunungan utara Iran. Secara bertahap, ia menyusupkan pengikutnya ke dalam Benteng Alamut untuk menguasai benteng tersebut. Penguasa Seljuk berusaha merebut kembali, tetapi tidak berhasil.

Setelah menguasai Alamut, satu per satu Hasan merebut benteng-benteng strategis lain di kawasan utara Iran. Ia menjangkau benteng-benteng di pegunungan yang jauh dari pusat pemerintahan. Hassan juga membangun otoritas kuat di kalangan pengikutnya sehingga mereka memiliki ketaatan tanpa syarat.

Para pengikutnya dididik untuk siap mati melaksanakan perintah Hassan. Konon, perekrutan dilakukan dengan mengambil anak- anak dari wilayah di sekitar benteng. Mereka diasuh sedari kecil dengan doktrin-doktrin kaum Hassasin.

Sebagian lagi mengatakan, para pengikut kelompok ini mengonsumsi sejenis ganja untuk menimbulkan efek halusinasi sehingga berani melakukan aksi bunuh diri. Para anggota kelompok yakin mereka akan langsung naik ke surga setelah mati.

Mereka dilatih melakukan penyamaran, penyusupan, dan pembunuhan tokoh-tokoh penting. Lewat aksi teror, para pengikutnya menargetkan kekuatan Kristen, tentara Salib, dan kelompok Suni.

Nizam al-Mulk menjadi korban pertama dalam daftar panjang korban-korban kaum Hassasin. Nizam adalah wazir terpenting dari Dinasti Saljuk sekaligus tokoh utama kebangkitan kaum Suni.

Ia dibunuh pada 1092. Seorang pemuda Dailam menyusup ke rombongan, kemudian mengeluarkan belati yang ditikamkan tepat di jantung sang wazir.

Metode itu digunakan berulang kali dalam berbagai kasus pembunuhan. Kaum Hassasin menjalankan misi dengan cara menyamar dan menyusup ke lingkaran terdekat sasaran. Ketika tiba saatnya, mereka melakukan serangan tak terduga.

Hassasin adalah kelompok teroris yang terorganisasi, terlatih, dan memiliki kemampuan membunuh dengan cepat. Mereka bisa jadi menyamar menjadi pengemis, sufi, atau rakyat biasa.

Kendati persiapan dijalankan dengan tingkat kerahasiaan tinggi, eksekusi biasanya dilakukan di tempat terbuka, bahkan di depan kerumunan besar. Masjid biasa dipilih sebagai lokasi pembunuhan. Tujuannya tak lain untuk menciptakan teror di tengah masyarakat.

Para pemimpin Suni dan kaum Salib menjadi ketakutan dengan serangan mendadak yang tak terduga di tengah kerumunan pasar. Sampai- sampai, "Beberapa pejabat memakai baju pengaman dari besi yang dipasang di balik baju," kata Imam as-Suyuthi dalam Tarikh Khulafa'.

Aksi teror mereka sangat banyak memakan korban. Tidak hanya dari kalangan pemimpin semisal Khalifah Abbasiyah al-Mustarsyid (1135), tapi juga ulama. Raja Yerussalem Conrat Montferrat merupakan salah satu korban Hassasin dari kalangan Kristen.

Setelah kematian Nizam al-Mulk, pengaruh Dinasti Saljuk mulai melemah. Kaum Hassasin lebih leluasa melancarkan misi. Pada saat yang sama, Perang Salib I dikobarkan. Orang-orang Frank melakukan serangan ke Asia kecil dan Suriah.

Kendati banyak tentara Salib yang menjadi sasaran Hassasin, kelompok ini kemudian juga ditengarai menjalin kerja sama dengan pasukan Salib. Sejumlah rencana penyerangan terhadap pasukan Salib berhasil digagalkan oleh Hassasin lewat pembunuhan tokoh-tokoh kunci.

Pasalnya, musuh utama mereka sama. Kedua kelompok tersebut sama- sama menyerang kaum Suni yang mayoritas.
 

Kejatuhan Hassasin

Memasuki abad ke-13, kekerasan dan ekstremisme kelompok Hassasin mulai melunak. Khalifah Abbasiyah An-Nashir berhasil mengarahkan kembali pimpinan Assassin, Jalaluddin Hasan III, ke dalam ortodoksi Sunni.

Dengan mengikuti kebijaksanaan pro-khalifah, kelompok Ismailiyah di Persia menentang rencana-rencana imperialis Khawarizm-Syah.

Namun, ketika pasukan Mongol mulai menaklukkan wilayah tersebut, Assassin menjadi salah satu target utama mereka. Guru besar terakhir mereka, Ruknuddin Khursyah, tidak mampu menghentikan laju serangan Hulagu Khan.

Pada tahun 1256 M, Kastil Alamut jatuh ke tangan Mongol, dan setahun kemudian, Khursyah dibunuh. Penaklukan Mongol di Gunung Elburz juga menghancurkan banyak catatan penting Assassin yang disimpan di Kastil Alamut, sehingga sedikit sekali informasi sejarah yang tersisa tentang mereka.

Kelompok Assassin di Suriah mengalami nasib serupa. Pada awalnya, mereka berhasil menjadi bagian dari dinamika politik lokal dan membayar pajak kepada ksatria-ksatria Kristen Hospitalle.

Namun, kondisi ini tidak bertahan lama. Sultan Baybars dari Dinasti Mamluk menganggap keberadaan mereka sebagai ancaman. 

Baca Juga: Dinasti Mamluk: Sejarah, Asal Usul, Peranan, dan Keruntuhannya

Pada tahun 1273 M, kubu terakhir Assassin di Suriah, Al-Kahf, dihancurkan oleh Baybars. Dengan jatuhnya Al-Kahf, berakhirlah perjalanan kelompok Assassin di Timur Tengah.

Perubahan ini menunjukkan bagaimana kelompok Assassin, yang awalnya dikenal karena ekstremisme dan taktik pembunuhannya, akhirnya harus beradaptasi dengan dinamika politik yang berubah.

Namun, kedatangan pasukan Mongol dan tindakan keras dari penguasa lokal seperti Sultan Baybars membawa kehancuran bagi mereka, mengakhiri dominasi teror mereka di wilayah tersebut.

Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://wawasansejarah.com
https://www.republika.co.id
dan sumber lain yang relevan

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment