Dinasti Seljuk: Dinasti Islam Turki setelah Dinasti Abbasiyah
Apa Itu Dinasti Seljuk?
Dinasti Seljuk adalah dinasti Islam yang berkuasa di Asia Tengah dan Timur Tengah dari abad ke-11 hingga abad ke-14. Dinasti ini dikenal sebagai pendiri Kekaisaran Seljuk Agung, kekaisaran Islam pertama di Turki.
Kekaisaran Seljuk terbentang dari Anatolia hingga ke Rantau Punjab di Asia Selatan. Kekaisaran ini juga adalah sasaran utama Tentara Salib Pertama.
Baca Juga: Perang Salib: Pengertian, Terminologi, Awal Mula, dan Sejarahnya
Dinasti Seljuk berasal dari daerah pegunungan dan stepa Turkistan. Didirikan oleh suku Oghuz Turki yang berasal dari Asia Tengah, Dinasti Seljuk menandakan penguasaan Bangsa Turki di Timur Tengah.
Menjelang akhir abad ke-2 H atau abad ke-8 M orang-orang Oghuz pindah ke arah barat melalui dataran tinggi Siberia ke Laut Arab dan sebagian ke wilayah Rusia.
Asal-usul Dinasti Seljuk
Dinasti Seljuk didirikan oleh Suku Oghuz Turki yang berasal dari Asia Tengah. Pada abad ke-8, mereka tinggal di utara Laut Kaspia dan Laut Aral, tepatnya di Padang Rumput Kazakh di Turkestan.
Seljuk bin Duqaq, pemimpin klan Seljuk, kemudian memilih untuk memisahkan diri dan membawa anggotanya ke Syr Darya setelah berselisih dengan kepala suku tertinggi Oghuz.
Memasuki akhir abad ke-10, mereka mulai masuk Islam setelah banyak melakukan kontak dengan kota-kota muslim. Pada abad ke-11, Seljuk bermigrasi dari tanah leluhur mereka ke daratan Persia, di provinsi Khurasan, di mana mereka menemukan Dinasti Ghaznawi.
Setelah berhasil mengalahkan Ghaznawi, Tughril Beq mendirikan sebuah kerajaan pada 1037 yang kemudian dikenal dengan nama Kekaisaran Seljuk Agung.
Tiga tahun berselang, Dinasti Seljuk mendapatkan pengakuan dari Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Pada akhirnya, orang-orang dari Dinasti Seljuk bercampur dengan penduduk lokal.
Mereka juga mengadopsi budaya Persia dan menggunakan bahasa Persia sebagai bahasa resmi pemerintah. Hingga saat ini, Dinasti Seljuk dikenang sebagai pelindung budaya, seni, sastra, dan bahasa Persia.
Mereka juga dianggap sebagai nenek moyang orang Turki Barat, penduduk Republik Azerbaijan, Azerbaijan, Turkmenistan, dan Turki sekarang ini.
Sejarah Dinasti Seljuk
Selama 500 tahun, Dinasti Abbasiyah menjadi tumpuan peradaban Islam. Dalam masa yang sangat panjang itu, kekhalifahan tersebut mengalami berbagai pasang surut.
Bermula dari revolusi yang berlangsung di Irak pada pertengahan abad kedelapan Masehi, wangsa tersebut lahir sebagai kekuatan tandingan Dinasti Umayyah. Pada 751 M Damaskus berhasil dikuasai.
Kekacauan tidak langsung otomatis dengan runtuhnya Umayyah. Beberapa fraksi yang menggerakkan Revolusi Abbasiyah pada akhirnya saling berseteru. Barulah, sejak al-Mansur naik takhta, konflik politik mereda.
Abbasiyah mulai memasuki stabilitas dan bahkan zaman keemasan sejak dipimpin Harun al-Rasyid (786- 809 M). Berpusat di Baghdad, sinar kemajuan negeri itu tetap bertahan hingga masa pemerintahan al- Mutawakkil.
Setelah khalifah ke-10 Abbasiyah itu wafat, kerajaan tersebut kembali jatuh ke dalam beragam konflik politik.
Antara 945 dan 1055 M, kendali atas kekhalifahan berada di tangan Bani Buwaihi. Kabilah yang berhaluan Syiah itu tidak secara langsung mengendalikan Abbasiyah. Jabatan khalifah tetap ada dan bukanlah mereka yang mengisinya.
Baca Juga: Syi’ah: Pengertian, Doktrin, Itikad, Sekte, dan Polemiknya dengan Sunni
Akan tetapi, para khalifah dalam rentang masa tersebut hanyalah simbol belaka. Mereka adalah boneka dari Buwaihi sebagai faksi politik yang dominan saat itu.
Baghdad tetap dianggap sebagai ibu kota. Namun, pusat kekuasaan yang sesungguhnya berada di Shiraz, Iran.
Sejak abad ke-11, konflik politik antara Syiah dan pendukung Ahlussunah waljamaah (aswaja) atau Sunni makin kentara. Pihak pertama ingin mempertahankan kekuasaan, sedangkan pihak lain berupaya merebut kendali.
Lawan Buwaihi yang paling besar saat itu ialah para petinggi militer dari suku bangsa Turki.
Turki yang dimaksud bukanlah negara yang sekarang beribu kota di Ankara, melainkan sekelompok bangsa yang bernenek moyang suku-suku Turkic atau Turks. Leluhurnya adalah para penghuni stepa Asia Tengah.
Sekitar 100 tahun sebelum Buwaihi berkuasa, kalangan elite Arab di Baghdad senang merekrut pengawal pribadi. Kebanyakan tenaga yang direkrut itu adalah para budak atau tawanan yang berkebangsaan Turki.
Mereka didatangkan dari Asia Tengah. Begitu sampai di ibu kota Abbasiyah, mereka dibebaskan dari status budak, untuk selanjutnya dilatih secara kemiliteran.
Lama-kelamaan, para prajurit Turki itu mengalami mobilitas vertikal. Beberapa dari mereka menempati posisi penting di Abbasiyah, semisal jenderal atau penasihat khalifah.
Ada pula kaum wanitanya yang menjadi istri-istri khalifah. Alhasil, putra-putranya merasa tak ubahnya pangeran istana.
Kaum Turki pernah sangat menguasai perpolitikan Abbasiyah pada periode yang disebut sejarawan sebagai Anarki di Samarra. Untuk memfasilitasi orang-orang Turki, Abbasiyah bahkan memindahkan ibu kota dari Baghdad ke Samarra.
Para khalifah sejak al-Muntashir (861-862) hingga al-Muhtadi (869-870) hanyalah boneka dari faksi-faksi Turki yang saling berebut pengaruh.
Pesisir timur Laut Kaspia menjadi tempat suku bangsa Turki Oghuz berasal. Salah satu klan terkemuka dari sana ialah Qiniq. Sejak pertengahan abad ke- 10, pemuka Qiniq berhasil mempersatukan orang- orang Turki Oghuz secara politik. Pada 1037 M, seorang lelaki yang visioner memimpin mereka. Dialah Abu Thalib Muhammad Tughril.
Seiring dengan popularitasnya di tengah komunitas Turki, tokoh kelahiran 990 M itu pun kian dikenal oleh kaum elite Abbasiyah, termasuk mereka yang berhaluan Sunni.
Mereka dipersatukan visi yang sama, yakni ingin menjungkalkan pengaruh Bani Buwaihi dari Baghdad. Oleh rekan dan pengikutnya, Tughril dijuluki sebagai pemimpin (bey).
Bersama dengan saudaranya, Abu Sulaiman Dawud Chagri, Tughril sukses memimpin pasukan untuk merebut kembali Baghdad dari tangan Buwaihi pada 1055 M. Sejak saat itu, orang-orang Syiah tidak lagi menguasai jantung pemerintahan Abbasiyah. Kekhalifahan pun kembali ke tangan Sunni.
Kemenangannya mengawali berdirinya Bani Seljuk. Nama itu diambil dari kakek buyut Tughril, Saljuk. Secara de jure, Dinasti Seljuk adalah negara vasal terhadap Kekhalifahan Abbasiyah.
Akan tetapi, posisi politik para khalifah di Baghdad secara de facto masih saja tidak berdaya, sebagaimana pada masa Buwaihi sebelumnya. Kalaupun dianggap berpengaruh, raja Abbasiyah hanya dipatuhi masyarakat sekitaran Baghdad.
Dengan demikian, Bani Seljuk lebih berkuasa ketimbang khalifah. Tughril memerintah dari kota Nishapur (1037-1043), Ray (1043-1051), dan kemudian Isfahan. Ia tutup usia pada tahun 1062. Penguasa Seljuk berikutnya merupakan keponakannya sendiri, yakni Muhammad.
Para Sultan Dinasti Seljuk
1. Seljuq bin Duqaq (... - 1038)
2. Tugril Beq (1038 - 1063)
3. Sultan Alp Arslan (1063 - 1072)
4. Sultan Maliksyah (1072 - 1092)
5. Sultan Mahmud Maliksyah (1092 - 1094)
6. Sultan Bakiyaruq Bin Maliksyah (1094 - 1105)
7. Sultan Maliksyah II (1105)
8. Sultan Muhammad Tapar alias Mehmed I (1105 - 1118)
9. Ahmad Sanjar (1118 - 1157)
Pembagian Wilayah Dinasti Seljuk
Wilayah Imperium Turki Seljuk dibagi menjadi lima bagian di antaranya,
1. Seljuk Besar (Iran); wilayahnya meliputi Khurasan, Rayy, Jabal, Irak, Persia, dan Ahwaz.
2. Seljuk Al-Qawurdiyun (Kirman); wilayah kekuasaannya berada di bawah keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn Mikail ibn Seljuk.
3. Seljuk Al-Iraq (Irak dan Kurdistan); pemimpin pertamanya adalah Mughirs al-Din Mahmud.
4. Seljuk As-Syam (Suriah); diperintah oleh keluarga Tutush ibnu Alp Arselan ibnu Daud ibnu Mikail ibnu Seljuk, yang memerintah Suriah atas perintah Sultan Maliksyah.
5. Seljuk Ar-Ruum (Romawi/Asia Kecil); diperintah oleh keluarga Qutlumish ibnu Israil ibnu Seljuk dengan jumlah syeikh yang memerintah seluruhnya 17 orang.
Perkembangan Pengetahuan pada Masa Dinasti Seljuk
Pada era kekuasaan Dinasti Seljuk, ilmu pengetahuan dan pendidikan mengalami kemajuan pesat. Malik Syah I bersama perdana menterinya, Nizam al-Mulk memprakarsai berdirinya Madrasah (Universitas) Nizamiyah dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad.
Selain itu, ia juga membuka madrasah yang tersebar di Irak, Iran, dan Asia Tengah. Pada masa Malik Syah pula lahirlah ilmuwan-ilmuwan muslim, seperti Abu Hamid Al-Ghazali, Farid al-Din al-Aththar, dan Umar Kayam.
Peninggalan Dinasti Seljuk
Dinasti Seljuk mengalami kemunduran setelah pemimpinnya meninggal dan akhirnya takluk oleh bangsa lain. Berikut ini beberapa peninggalan dari Dinasti Seljuk di antaranya,
1. Kizil Kule atau Menara Merah
2. Masjid Jumat
3. Mausoleum Turki Seljuk
4. Karavanserai
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.kompas.com
https://islamdigest.republika.co.id
dan sumber lain yang relevan
Download
Post a Comment