Tentara Keamanan Rakyat (TKR): Pengertian, Sejarah, dan Pergantian Namanya
Pengertian Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) adalah angkatan perang pertama yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. TKR dibentuk pada 5 Oktober 1945, beberapa pekan setelah proklamasi.
Pembentukan TKR bertujuan untuk mengatasi situasi yang tidak aman akibat kembalinya tentara Sekutu ke Indonesia setelah Jepang menyerah kepada sekutu. TKR merupakan hasil penyempurnaan dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang telah ada sebelumnya. Tentara inti TKR diambil dari bekas KNIL dan PETA.
Baca Juga: Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II
TKR terdiri dari TKR Darat, TKR Laut dan TKR Jawatan Penerbangan yang semuanya berasal dari perubahan BKR Darat, BKR Laut dan BKR udara.
Untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, pemerintah Indonesia kemudian mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat pada tanggal 7 Januari 1946 berdasarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946.
Sejarah Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Pembentukan
Salah satu embrio Tentara Nasional Indonesia, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) didirikan pada 5 Oktober 1945. Organisasi ini dianggap sebagai organisasi ketentaraan pertama yang dimiliki oleh Republik Indonesia.
Dua bulan sebelum pembentukan TKR, organisasi bersenjata milik Republik Indonesia adalah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang tidak dapat digolongkan sebagai sebuah organisasi ketentaraan betapa pun menjalankan fungsi militer.
Pendirian TKR sebagai organisasi ketentaraan pertama milik Republik Indonesia didasari oleh sebuah maklumat tertanggal 5 Oktober 1945. Dalam maklumat tersebut, Presiden Sukarno menyatakan bahwa pendirian TKR bertujuan untuk menciptakan perasaan keamanan umum.
Selanjutnya, Wakil Presiden Mohammad Hatta menunjuk seorang ex-perwira KNIL, Mayor Urip Sumohardjo sebagai kepala staf umum. Satu hari setelah pembentukan, Presiden Sukarno menunjuk pemimpin tertinggi TKR yang diberi jabatan Menteri Keamanan Rakyat.
Nama yang terpilih adalah Supriyadi, pemimpin PETA yang memberontak di Blitar. Namun, Supriyadi tidak pernah menampakkan diri dan dilantik sebagai menteri. Sebagai gantinya, pemerintah menunjuk Muhamad Sulyoadikusumo sebagai pemegang jabatan sementara (Dinas Sejarah Militer, 1982: 10-11).
Unsur Pembentukan
Sementara itu, unsur pembentuk TKR terdiri dari beberapa organisasi yang sebelumnya telah memiliki pengalaman bertugas: Ex-PETA, Kaigun, Kaigun-Heiho, Barisan Pelopor, dan unsur mahasiswa serta siswa.
Di daerah-daerah, TKR juga beranggotakan mantan prajurit pada milisi-milisi yang sebelumnya telah ada. Mayoritas dari anggota milisi-milisi ini diintegrasikan ke dalam tubuh TKR, sementara mereka yang tidak bergerak di dalam struktur TKR masih diperbolehkan berdiri (Pusjarah ABRI, 1976: 27).
Setelah ditubuhkan menjadi sebuah organisasi, TKR di bawah kepemimpinan Oerip Soemohardjo selaku staf umum dengan segera mempersiapkan organisasinya.
Level pusat TKR atau disebut markas tertinggi memiliki komandemen-komandemen sebagai berikut: bagian administrasi, keuangan, persenjataan, perhubungan, urusan kereta api, Geni, pendidikan, perlengkapan, dan penyelidikan.
Sementara itu, unsur kewilayahan TKR mencakup tiga komandemen: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera (Dinas Sejarah Militer, 1982: 12-21).
Pada November 1945, TKR mengadakan konferensi di Yogyakarta dan memilih panglima besar serta menteri pertahanan. Panglima besar yang terpilih adalah Letnan Jenderal Soedirman, sementara itu menteri pertahanan yang terpilih ialah Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Di bawah kepemimpinan yang baru, TKR meniadakan komandemen-komandemen dan mengganti beberapa komandan kewilayahan (Dinas Sejarah Militer, 1982: 12-21).
Unsur TKR yang sering dilupakan adalah unsur laut dan udara. Sebagai kelanjutan dari BKR Laut dan BKR Udara, TKR juga memiliki TKR Laut dan TKR Jawatan Penerbangan. TKR Laut mayoritas beranggotakan ex-Kaigun, Kaigun-Heiho, dan Akatsuki Butai yang pada zaman Jepang merupakan unsur-unsur penyusun kekuatan laut.
TKR Laut pada awalnya memiliki dua markas besar yang terletak di Lawang dan Yogyakarta. Penyatuan di antara kedua unsur ini baru terjadi pada tahun 1946 (Dinas Sejarah TNI AL, 1997: 69).
Sementara itu, TKR Jawatan Penerbangan yang merupakan cikal bakal TNI AU dipelopori oleh para ex-anggota jawatan penerbangan KNIL (KNIL ML), Korps Penerbang Sukarela (VVC), Rikugun Koku Butai, dan Kaigun Koku Butai.
Penubuhannya baru terlaksana pada Desember 1945 dan Suryadi Suryadharma terpilih sebagai komandan pertama. Sistem senjata yang dimiliki oleh TKR Jawatan Penerbangan merupakan tinggalan Belanda dan Jepang yang tidak semuanya bekerja dengan baik (Soewito 1993: 25).
Pendirian TKR pada Oktober 1945 mengindikasikan keterlibatan organisasi ini pada pertempuran-pertempuran sengit dan legendaris pada bulan-bulan pertama setelah kemerdekaan.
Mulai dari Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Surabaya, Pertempuran di Padang, Pertempuran di Krueng Panjoe, Aceh, Friksi pertama sebelum Bandung Lautan Api, dan Pencegahan konvoi tentara Inggris di Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat (Pusjarah ABRI, 1976: 28-29).
Pergantian Nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Meski beranggotakan orang-orang yang sama, sepak terjang TKR berakhir di penghujung tahun 1945. Institusi ini mengalami perubahan nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat resmi sejak Januari 1946. Selepas itu, nama Tentara Keselamatan Rakyat juga tak bertahan lama dan mengalami perubahan nama lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Keputusan perubahan nama ini diikuti pula dengan keputusan terkait pengangkatan wakil menteri pertahanan dan perubahan nama kementerian keamanan menjadi kementerian pertahanan (Dinas Sejarah Militer, 1982: 21).
Berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 4/SD Tahun 1946, maka nama dari TKR resmi diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). TRI diresmikan pada 26 Januari 1946.
Perubahan nama ini didasari dengan banyaknya laskar-laskar perjuangan dan barisan bersenjata yang dibentuk oleh rakyat Indonesia di daerah masing-masing.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia ingin menegaskan bahwa satu-satunya organisasi militer di Negara Republik Indonesia adalah TRI. Namun, TRI juga tidak berlangsung lama, pada 3 Juni 1947, Presiden Soekarno kembali mengubah nama TRI menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
TNI sendiri merupakan hasil peleburan dari berbagai laskar perjuangan dan barisan bersenjata TRI.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://esi.kemdikbud.go.id
dan berbagai lain sumber yang relevan
Download
Post a Comment