Soe Hok Gie: Biografi, Perjalanan Hidup, dan Akhir Hidupnya

Table of Contents

Biografi Soe Hok Gie
Biografi Soe Hok Gie

Soe Hok Gie Lahir pada 17 Desember 1942 di Jakarta.  Gie, sapaan akrabnya, adalah seorang aktivis keturunan Tionghoa-Indonesia yang dikenal karena menentang kediktatoran berturut-turut dari Presiden Soekarno dan Soeharto.

Gie merupakan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jurusan Sejarah, selama tahun 1962–1969. Gie juga merupakan seorang penulis dan intelektual yang karya-karyanya, seperti Catatan Seorang Demonstran, telah menginspirasi banyak aktivis muda di Indonesia.

Soe Hok Gie merupakan putra dari ayah bernama Soe Lie Pit dan ibu yang bernama Nio Hoe An. Darah sastra Gie menurun dari ayahnya yang merupakan seorang novelis dan kegemaran Gie kecil mengunjungi perpustakaan.

Selain kegemarannya terhadap literatur sastra yang telah tumbuh sejak kecil, simpati Gie terhadap kelompok yang teraniaya juga telah tumbuh sejak ia kecil.

Perjalanan Hidup

Gie tumbuh menjadi sosok mahasiswa kritis yang sering melontarkan kritik-kritik tajam. Selain dilontarkan pada rezim pemerintahan Orde Lama Sukarno, Gie juga turut melontarkan kritiknya kepada kawan-kawannya yang pada saat itu menjadi anggota dewan di DPR-GR.
 
Baca Juga: Orde Lama: Pengertian, Sistem Pemerintahan, dan Masa Peralihan Pemerintahan

Selain itu, Gie juga turut melakukan kritik terhadap pemerintah Orde Baru Suharto yang pada saat itu melakukan pembantaian massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia, keresahan Gie tersebut dituangkan dalam catatan dan kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul “Catatan Seorang Demonstran” dan “Zaman Peralihan”.

Sejak memasuki dunia mahasiswa, Gie tidak menaruh minat terhadap organisasi mahasiswa yang memiliki nama besar seperti GMNI, HMI, dan PMKI. Namun, Gie lebih memilih bergabung dengan Gemsos atau Gerakan Mahasiswa sosialis yang menganut ideologi sosialisme.
 
Baca Juga: Pengertian Sosialisme, Sejarah, Ideologi, Tokoh, Ciri, Kelebihan, dan Kekurangannya

Bergabungnya Gie ke Gemsos menjadikan dirinya dianggap sebagai sosok yang berada di golongan independen, karena pada saat itu Kampus Salemba UI sedang kental pertarungan antara HMI dan GMNI. Selain itu, independensi Gie juga didukung oleh sikap Gie yang ketika menjabat sebagai Senat Mahasiswa tidak sama sekali memberikan pengaruh politik pada rekan-rekannya.

Selain independen, Gie juga memiliki pemikiran yang menolak adanya politik praktis yang masuk ke dalam kampus dan lebih memilih membentuk Mapala atau mahasiswa pecinta alam untuk memupuk rasa patriotisme mahasiswa. Dalam organisasi tersebut, Gie juga berupaya menanamkan sifat solidaritas dan gotong royong pada jiwa manusia.

Selain didirikan untuk memupuk rasa patriotisme dan gotong royong, Mapala UI dibentuk oleh Gie dan Herman Lantang, kawan Gie, sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap kebebasan. Gie merupakan sosok yang mencintai kebebasan dan dibuktikan dengan kegemarannya mendaki gunung.

Gie juga merupakan sosok yang peduli dan lebih tertarik pada isu-isu yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat, masalah ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Kecintaan Gie atas kebebasan dibuktikan dengan bergabungnya Gie dalam Gerakan Pembaruan atau gerakan bawah tanah binaan Soemitro Djojohadikusumo yang digunakan untuk menggulingkan rezim Orde Lama Sukarno.

Akhir Hidup Soe Hok Gie

Pada tanggal 11 Desember 1964, berkumpulah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia di Ciampea, Bogor. Di tempat ini terbentuklah Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Prajnaparamita Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ini merupakan cikal bakal berdirinya Mapala UI.

Mapala UI merupakan kelompok independen yang berpegang teguh pada komitmen awal. Yakni menolak organisasi ekstra kemahasiswaan berperan di almamaternya. Mahasiswa yang bergabung dengan organisasi ini konsisten dengan sikap yang diambilnya.

Soe Hok Gie sangat senang mendaki gunung. Ia selalu rindu pada alam. Desember 1969, bersama rombongan Mapala UI, Soe Hok Gie mendaki Gunung Semeru. Semeru atau Mahameru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa (3676 mdpl).

Dalam rombongan tersebut ikut serta Idhan Lubis, Aristides Katoppo, Herman Lantang dan lain-lain. Di puncak Mahameru, Soe Hok Gie dan Idhan Lubis menghirup gas beracun dan meninggal dunia. Soe Hok Gie meninggal dunia pada tanggal 16 Desember 1969, satu hari sebelum hari ulang tahun kelahirannya.

Soe Hok Gie meninggal saat ia berusia 27 tahun.

Soe Hok Gie, pemuda idealis yang selalu gelisah dengan kondisi masyarakat saat itu merupakan motor penggerak aksi demonstrasi tahun 1966. Berdasarkan catatan harian dan kesaksian para sahabatnya, semua sepakat bahwa Soe Hok Gie adalah aktor intelektual di balik runtuhnya Orde Lama yang dipimpin oleh Sukarno.
 
Baca Juga: Tri Tuntutan Rakyat (Tritura): Sejarah, Isi, dan Dampaknya

Nama aktivis ini seharusnya layak masuk dalam pelajaran sejarah Indonesia. Dari kiprah dan tulisan-tulisan Soe Hok Gie kita dapat belajar tentang berapa pentingnya seorang pemuda apa lagi berstatus mahasiswa, harus memiliki sikap kritis.

Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://nasional.tempo.co
https://www.kurungbuka.com
dan sumber lain yang relevan

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment