Kebijakan Rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA) di Era Kabinet Hatta

Table of Contents

Kebijakan Rekonstruksi dan Rasionalisasi atau RERA
Apa itu Kebijakan Rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA)?

Kebijakan Rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA) adalah program yang bertujuan untuk membenahi perekonomian Indonesia dan membangun militer yang lebih profesional. Program ini digagas oleh Kabinet Hatta dan dilaksanakan pada tahun 1947-1950.

Program RERA digagas oleh Zainul Baharudin yang mengajukan kepada KNIP agar sepenuhnya pasukan bersenjata ditempatkan di bawah menteri pertahanan. Program Rekonstruksi dan Rasionalisasi atau RERA dijalankan dalam Kabinet Hatta, 20 Januari 1948.

Latar Belakang RERA

Program RERA berawal dari gagasan Ketua Seksi Pertahanan Parlemen Zainul Baharuddin tanggal 20 Desember 1947. Ia mengusulkan dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) agar angkatan bersenjata ditempatkan sepenuhnya di bawah wewenang menteri pertahanan.

Selain itu, ia juga mengajukan usul agar tentara dikurangi dan agar kaum veteran diberikan pekerjaan yang produktif dan pekerjaan lainnya dalam pemerintahan.

Berawal dari usul tersebut, maka dalam Kabinet Hatta, dibentuklah Program Rekonstruksi dan Rasionaliasi (RERA) yang bertujuan untuk mengefisienkan dan mengurangi jumlah angkatan bersenjata.

Rasionalisasi dalam program ini mencakup penyempurnaan administrasi negara, Angkatan Perang dan aparat ekonomi. Sejumlah satuan Angkatan Perang dikurangi dengan drastis.

Kemudian, para tenaga bekas Angkatan Perang ini dipekerjakan di bidang-bidang produktif dan diurus oleh Kementerian Pembangunan dan Pemuda. Lengkapnya, berikut beberapa hal yang melatarbelakangi program RERA di antaranya,
1. Banyaknya laskar bersenjata yang terafiliasi dengan partai politik.
2. Kelangkaan senjata yang berujung pada perebutan persenjataan antara tentara RI resmi dan laskar bersenjata.
3. Perjanjian Renville berakibat menyempitnya wilayah RI dan menurunnya pemasukan negara. Hal tersebut berimbas adanya inflasi negara.
4. Hatta menghendaki adanya tentara profesional sedangkan masalah politik diserahkan kepada negara
5. Hatta menginginkan tenaga produktif yang terdampak rasionalisasi untuk dialihkan ke sektor pertanian.
6. Pengalaman Agresi Militer Belanda I menunjukkan tentara yang tidak terlatih dan tidak berdisiplin akan menimbulkan kerugian secara militer.
7. Setelah tahun 1948, keadaan Indonesia lebih stabil sehingga perlu mengefisienkan penataan struktur kemiliteran.
8. Pemerintah Hatta menganggap bahwa kemiliteran lokal sukar dikendalikan dan suka menentang pemerintah.

Tujuan RERA

Rekonstruksi dan rasionalisasi angkatan perang mempunyai tujuan untuk mengurangi beban negara pada bidang ekonomi, terutama terhadap penggajian militer.

Selain itu RERA bertujuan juga untuk merekrut tentara profesional yang tidak hanya memiliki fisik tertentu tetapi juga pengetahuan militer yang memadai.

Dengan adanya RERA diharapkan tentara yang tidak terseleksi atau tidak terpilih dapat dialihkan ke sektor produktif, mencegah masalah politisasi militer, dan mengembalikan kendali pemerintah terhadap angkatan senjata.

Ketentuan RERA

Tahap awal penyeleksian RERA dilakukan pengurangan tentara dari 160.000 tentara menjadi 57.000. Tenaga yang terimbas kebijakan RERA dijanjikan disalurkan ke Kementerian Pembangunan dan Pemuda dan sebagian dikembalikan ke profesi semula seperti guru, petani dan pamongpraja.

Selain itu sebanyak 100.000 orang dikembalikan ke desa untuk menggarap sektor pertanian.

Pelaksanaan RERA

Pada tahap awal penyeleksian rekonstruksi dan rasionalisasi angkatan perang dilakukan pengurangan tentara dari 160.000 orang tentara menjadi 57.000 orang.

Tenaga yang terkena imbas kebijakan RERA dijanjikan disalurkan untuk Kementerian Pembangunan dan Pemuda dan sebagian lainnya dikembalikan ke profesi semula seperti guru, petani serta polisi pamongpraja.

Selain itu sebanyak 100.000 orang lainnya dikembalikan ke wilayah desa untuk menggarap sektor pertanian. Dengan adanya RERA, di Pulau Jawa yang sebelumnya terdapat tujuh divisi dirampingkan menjadi empat divisi.

Setelah eksekusi kebijakan RERA, kontrol pemerintah pusat menjadi semakin kuat dan melemahkan satuan bersenjata di daerah. Akibat dari hal itu, terjadilah penolakan serta oposisi di daerah seperti di Solo dan Kediri.

Pelaksanaan RERA menggeser pemimpin yang bersifat populis menjadi pemimpin yang profesional.

Imbasnya pemimpin populis seperti Kolonel Sutarto yang sangat popular di kalangan Pasukan Panembahan Senopati digantikan kedudukannya dengan pemimpin yang lebih profesional.

Akibat kebijakan RERA, terjadi penolakan di daerah. Contohnya Kahar Muzakar dari Brigade Hasanuddin, Ibnu Hajar dari kesatuan Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas serta beberapa perlawanan di luar Jawa dari gerilyawan.
 
Baca Juga: Pemberontakan DI/TII: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, Tujuan, dan Beberapa Gerakan Pemberontakan DI/TII yang Pernah ada di Indonesia

Dampak Pelaksanaan RERA

Dengan adanya RERA, di Jawa yang sebelumnya terdapat tujuh divisi berubah menjadi empat divisi. Setelah adanya RERA kontrol pemerintah pusat menjadi menguat dan melemahkan satuan bersenjata di daerah.

Akibatnya terjadi penolakan dan oposisi di daerah seperti di Solo dan Kediri. Satuan militer yang dibubarkan kemudian bergabung dan berafiliasi ke sayap kiri seperti TLRI (Tentara Laut Republik Indonesia) dan TNI Masyarakat yang berafiliasi dengan sayap kanan seperti Hizbullah dan Sabilillah.

Pelaksanaan RERA menggeser pemimpin populis menjadi pemimpin profesional. Imbasnya pemimpin seperti Kolonel Sutarto yang sangat popular dikalangan Pasukan Panembahan Senopati digantikan kedudukannya.

Pada bulan Mei 1948 terjadi demonstrasi militer untuk menentang rasionalisasi oleh laskar dan pasukan Senopati di Solo.

Kebijakan RERA ditentang sayap kiri karena kebijakan tersebut melemahkan FDR yang sebelumnya bersusah payah membangun kekuatan militernya. RERA telah menjadikan Divisi Siliwangi sebagai tulang punggung TNI sekaligus pasukan elit TNI. Hal ini dikarenakan keprofesionalan dari Divisi Siliwangi serta menjalankan politik netral.
 
Baca Juga: Pemberontakan PKI Madiun 1948: Sejarah, Latar Belakang, Kronologis, Tujuan, dan Tokohnya

Kebijakan RERA pada hakekatnya bertentangan dengan revolusi Indonesia yang melibatkan elemen rakyat dalam revolusi. Dengan adanya RERA maka fungsi pertahanan diserahkan secara khusus kepada angkatan bersenjata sebagai pemilik otoritas pemegang senjata.

Akibat kebijakan RERA, terjadi penolakan di daerah seperti Kahar Muzakar dari Brigade Hasanuddin, Ibnu Hajar dari kesatuan Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT) dan beberapa perlawanan di luar.

Sumber:
https://kumparan.com
https://idsejarah.net
https://www.kompas.com
dan sumber lain yang relevan

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment