Glasnost: Pengertian, Pencetus, Latar Belakang, Sejarah, dan Dampaknya
Pengertian Glasnost
Glasnost (keterbukaan) adalah kebijakan yang dilakukan selama masa pemerintahan Mikhail Gorbachev pada pertengahan 1980-an. Kebijakan ini meliputi keterbukaan dalam semua bidang di institusi pemerintahan Uni Soviet termasuk kebebasan informasi.
Kata "glasnost" digunakan pertama kali di Rusia pada akhir 1850. Glasnost juga menunjuk pada periode sejarah yang menggambarkan kebebasan berinformasi selama tahun 1980-an. Glasnost memberikan dampak positif dalam perkembangan masyarakat di Uni Soviet.
Media mulai mengekspos masalah - masalah ekonomi serta politik yang selama ini ditutup-tutupi oleh pemerintahan komunis. Nasionalisme berkembang, para tawanan politik yang ditahan tanpa alasan kemudian dibebaskan.
Pencetus Glasnost
Glasnost adalah kebijakan keterbukaan pada semua bidang di institusi pemerintahan Uni Soviet, termasuk kebebasan informasi. Dalam bahasa Rusia, Glasnost berarti keterbukaan dan transparansi.
Mikhail Gorbachev adalah pemimpin terakhir Uni Soviet sejak 1985 hingga 1991. Selama berkuasa atas Uni Soviet, Gorbachev menerapkan sebuah kebijakan yang disebut Glasnost dan Perestroika.
Tujuan Gorbachev menerapkan kebijakan itu adalah untuk memperbaiki Uni Soviet. Namun, pada akhirnya, kebijakan inilah yang disebut-sebut menyebabkan Uni Soviet runtuh pada 1991.
Latar Belakang Glasnost
Kebijakan Glasnost dilaksanakan sejak Mikhail Gorbachev masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet.
Kebijakan ini dicetuskan oleh Gorbachev sebagai tanggapan atas kemerosotan ekonomi dan politik yang terjadi di Uni Soviet saat itu. Glasnost dibuat untuk mengurangi korupsi yang dilakukan oleh para pejabat yang mengelola pemerintahan Uni Soviet.
Di samping itu, Glasnost bertujuan untuk memerangi berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan di Partai Komunis maupun pemerintahan.
Disebutkan bahwa sejak Glasnost diterapkan, media Uni Soviet mulai berani memberitakan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh negara, baik di bidang ekonomi atau politik, yang sebelumnya selalu dirahasiakan oleh pemerintah.
Selain itu, Glasnost juga berdampak pada berkembangnya nasionalisme dan kebebasan masyarakat Uni Soviet.
Sejarah Glasnost
Pendirian Uni Soviet berawal dari aksi Vladimir Lenin yang berperan aktif dalam Perang Sipil Rusia dan Revolusi Rusia. Pada 1917, Lenin bersama partai atau kelompok “Pasukan Soviet” merencanakan pembuatan negara baru.
Baca Juga: Revolusi Oktober (Revolusi Bolshevik): Pengertian, Latar Belakang, Proses, dan Dampaknya
Pada 30 Desember 1922, Uni Soviet berdiri dan dipimpin oleh Lenin. Selain Rusia, Uni Soviet terdiri dari beberapa negara atau bangsa seperti Ukraina, Georgia, Belarusia, Armenia, Azerbaijan, Uzbekistan, Kyrgyzstan, Kazakhstan, Turkmenistan, Moldova, Latvia, Tajikistan, Estonia, dan Lithuania.
Vladimir Lenin hanya 2 tahun memimpin Uni Soviet. William Clark dalam Lenin: The Man Behind the Mask (1988) menuliskan, Lenin wafat pada 1924 lantaran kondisi kesehatannya yang menurun akibat luka tertembus peluru ditambah serangan stroke.
Setelah Lenin tiada, kepemimpinan Uni Soviet -dengan berbagai dinamikanya- dipegang secara berturut-turut oleh Joseph Stalin (1924-1953), Georgy Malenkov (1953), Nikita Kruschev (1953-1964), Leonid Breshnev (1964-1982), dan Yuri Andropov (1982-1984), hingga Mikhail Gorbachev sejak 1985.
Sejak Perang Dunia II berakhir pada 1945 yang kemudian berlanjut selama berpuluh-puluh tahun ke depan, Uni Soviet menjadi salah satu pusat kekuatan terbesar di dunia sebagai ikon dari Blok Timur dan bersaing ketat dengan Amerika Serikat dari Blok Barat.
Persaingan kedua kutub semesta ini berlangsung cukup lama dan disebut sebagai Perang Dingin. Ketika Mikhail Gorbachev memimpin, Perang Dingin antara Uni Soviet melawan Amerika Serikat masih terjadi.
Selama Perang Dingin berlangsung, terjadi persaingan seru antara Amerika Serikat melawan Uni Soviet di segala bidang, dari ekonomi, teknologi, militer, sosial-budaya, dan masih banyak lagi.
Perang Dingin ternyata membuat perekonomian negara Uni Soviet di masa kepemimpinan Mikhail Gorbachev bermasalah. Hal itu terjadi karena Uni Soviet harus mengeluarkan banyak uang untuk bersaing dengan Amerika Serikat.
Tidak hanya urusan keuangan, juga terjadi permasalahan lain berupa rumitnya birokrasi pemerintahan, terlambatnya produktivitas, dan pertikaian dengan negara lain.
Menghadapi situasi tersebut, Mikhail Gorbachev menerapkan reformasi. Reformasi tersebut berisi kebijakan yang salah satunya menyebutkan tentang Glasnost atau "Keterbukaan".
Dikutip dari Milestones in Glasnost and Perestroyka: Politics and People (1991) suntingan Edward A. Hewett dan Victor H. Winston, Glasnost diartikan sebagai peningkatan keterbukaan dan transparansi dalam lembaga dan kegiatan pemerintah di Uni Soviet.
Glasnost mencerminkan komitmen pemerintahan Gorbachev untuk mengizinkan warga Uni Soviet mendiskusikan secara terbuka masalah sistem mereka dan solusi potensial.
Pemerintahan Gorbachev juga mendorong pengawasan dan kritik terhadap para pemimpin, bahkan membuka kebebasan pers pada tingkat tertentu. Dengan keterbukaan ini, Mikhail Gorbachev mengharapkan adanya kemajuan ekonomi serta transparansi pemerintahan.
Akan tetapi, kebijakan ini justru membawa Uni Soviet ke permasalahan lain, seperti tidak majunya ekonomi, perseteruan dengan kelompok sosialis konservatif, dan masuknya ideologi kapitalisme.
Lebih dari itu, pemerintahan Mikhail Gorbachev bahkan pernah mengalami percobaan kudeta dari kelompok konservatif kendati upaya tersebut gagal.
Situasi yang semakin memburuk membuat Mikhail Gorbachev turun dari tampuk kepemimpinan tertinggi Uni Soviet pada 24 Agustus 1991.
Mundurnya Mikhail Gorbachev tak pelak menimbulkan keguncangan. Beberapa negara yang tergabung dalam Uni Soviet satu per satu melepaskan diri.
Akhirnya, Uni Soviet resmi dinyatakan bubar pada 31 Desember 1991. Hari itu sekaligus menandai berakhirnya Perang Dingin yang menempatkan Amerika Serikat sebagai pemenang.
Dampak Glasnost
Glasnost memiliki arti keterbukaan. Kebijakan ini dicanangkan Gorbachev karena menilai salah satu penyebab Uni Soviet tidak bisa berkembang adalah eksklusifnya. Utamanya dari pengaruh barat. Eksklusifnya Uni Soviet tidak hanya dari pengaruh luar, tapi juga di dalam Uni Soviet itu sendiri.
Ketatnya hukum membuat banyak penulis melakukan gerakan Samizdat agar tulisan mereka dapat tersebar. Dengan adanya Glasnost, Uni Soviet menjadi terbuka atas segalanya termasuk kebebasan berekspresi. Berkat Glasnost juga merek-merek barat seperti Mc Donald’s bisa masuk.
Selain Glasnost, Gorbachev juga mencanangkan Perestroika yang berarti restrukturasi. Kebijakan ini dicanangkan karena stagnasi ekonomi yang dialami oleh Uni Soviet kala itu. Kebijakan ini berlangsung dari tahun 1985-1991.
Baca Juga: Perestroika: Pengertian, Sejarah, dan Bubarnya Uni Soviet
Perestroika juga dianggap menjadi salah satu kebijakan yang menjadi penyebab berakhirnya perang dingin antara Uni Soviet dan AS karena kebijakan ini memaksa Uni Soviet memotong anggaran untuk kegiatan militernya.
Berikut beberapa dampak lain dari kebijakan glasnost dan Perestoika di antaranya,
Pasar Bebas
Ekonomi sosialis menganut paham sentralisasi, dan ini menjadi penghambat perekonomian Soviet. Konsep pasar bebas sebelumnya sudah pernah diterapkan oleh Perdana Menteri Alexey Kosygin, namun dihentikan pada awal 1970-an.
Pasar bebas kembali dibawa oleh Gorbachev yang saat itu tidak ingin bergantung sepenuhnya pada ekonomi sosialis untuk membenahi ekonomi Soviet.
Masuknya Budaya Barat
Perestroika dan Glasnost adalah kebijakan yang sepaket. Restrukturisasi ekonomi ini harapannya akan didukung juga oleh keterbukaan. Keterbukaan ini membuat budaya barat akhirnya bisa masuk ke Uni Soviet.
Tidak hanya budaya, bisnis-bisnis barat pun mulai masuk ke Soviet. Contohnya, McDonald’s restoran cepat saji asal AS akhirnya mendapat izin untuk membuka cabang pertamanya di Soviet pada 1990.
Dibukanya Perbatasan
Sebelum Perestroika, masyarakat Uni Soviet dipersulit untuk keluar negara. Masyarakat yang meminta izin untuk keluar dari Soviet akan dicap sebagai kriminal dan diperlakukan tidak baik.
Dengan Perestroika, diharapkan kelonggaran ini dapat membawa angin segar untuk ekonomi Soviet. Sayangnya, bahkan setelah Perestroika ini diterapkan, 72% masyarakat Uni Soviet tetap tidak tertarik untuk memiliki paspor dan pergi keluar Soviet.
Properti Pribadi
Sebagai sebuah negara komunis, Uni Soviet tidak mengenal konsep barang pribadi. Awalnya, dalam kebijakan Stalin tahun 1936, kepemilikan properti untuk rumah tangga skala kecil dan pengrajin sempat diizinkan.
Konstitusi ini kemudian berubah pada tahun 1977, dan kebijakan tentang properti pribadi sama sekali tidak disebutkan. Barulah pada 1990, Gorbachev kembali mengizinkan kepemilikan properti pribadi.
Sejak saat ini, jutaan masyarakat Soviet berusaha mengubah kepemilikan apartemen mereka menjadi milik pribadi karena sebelum kebijakan ini ada, properti mereka milik negara.
Kebebasan Berpendapat
Dengan hadirnya Glasnost, masyarakat lebih bebas dalam mengutarakan pendapatnya. Para penulis juga tidak perlu lagi melakukan Samizdat. Berbagai informasi jadi lebih mudah diperoleh.
Kehancuran Uni Soviet
Sayangnya, kebijakan Gorbachev ini dianggap gagal dan menjadi salah satu faktor pendorong kehancuran Uni Soviet.
Salah satunya adalah karena pengeluaran pemerintah melonjak (menyebabkan defisit besar-besaran), seperti halnya inflasi dan harga pangan, karena sektor pertanian yang sebelumnya sangat disubsidi sekarang memproduksi pangan untuk keuntungan, bukan dengan harga yang sebelumnya dikendalikan pada tahun-tahun sebelumnya.
Ditambah, reformasi besar ini dilakukan tanpa adanya sosialisasi yang matang, sehingga masyarakat belum bisa menyesuaikan diri.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://tirto.id
https://www.kompas.com
https://finfolk.co
dan sumber lain yang relevan
Download
Post a Comment