Sejarah Sarekat Islam (SI): Tujuan, Tokoh Penting, dan Sejarah Perkembangannya

Table of Contents

Sejarah Sarekat Islam atau SI
Apa itu Sarekat Islam (SI)?

Sarekat Islam (SI) merupakan organisasi politik pertama yang berdiri di Indonesia. Kemunculannya di tengah konflik penjajahan kolonial Belanda memberikan pengaruh besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Dalam sejarahnya, organisasi ini melakukan gerakan-gerakan radikal dari berbagai aspek, mulai dari sosial, ekonomi, dakwah, hingga politik. Pergerakan yang radikal dan tidak biasa itu tidak terlepas dari pengaruh pemikiran pemimpinnya, H.O.S Tjokroaminoto.

Namun, sebelum menjadi organisasi politik SI dulunya berupa organisasi dagang yang berusaha membendung bangsa Tionghoa. Terdapat catatan sejarah panjang sampai pada akhirnya SI menjadi organisasi politik yang memiliki impak besar terhadap kemerdekaan Indonesia.

Tujuan Didirikan Sarekat Islam (SI)

Tujuan didirikannya SI mulanya untuk memajukan perdagangan pribumi di Indonesia yang dikuasai oleh bangsa asing pada masa itu. Namun, secara keseluruhan SI juga memiliki tujuan sebagai organisasi politik, di antaranya,
1. Membina kerja sama antar sesama anggota
2. Tolong menolong
3. Menciptakan kerukunan sesama muslim
4. Menciptakan usaha halal yang tidak bertentangan dengan aturan pemerintah
5. Menciptakan kehidupan makmur
6. Sejahtera kepada rakyat demi kebesaran negeri
7. Islamisasi

Tokoh Penting Sarekat Islam (SI)

Perjalanan SI dalam membuat gerakan-gerakan yang menyejahterakan rakyat Indonesia, tidak terlepas dari tokoh-tokoh hebat di baliknya. Berikut ini tokoh-tokoh SI yang memberikan pemikiran dan gagasan bagi perubahan SI:
1. H Samanhudi
H Samanhudi merupakan pendiri SDI yang kemudian berubah nama menjadi SI. Samanhudi seorang pedagang batik yang berhasil membuka perusahaannya pada tahun 1888. Dia berhasil mengembangkan perusahaannya dengan membuka cabang-cabang di Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, Bandung, dan Parakan.

Pada masa itu, Samanhudi memiliki minat yang besar untuk mendirikan berbagai organisasi sosial yang membantu upacara perkawinan, selamatan, dan kematian. Dia memiliki keinginan yang tinggi untuk menjadi seorang muslim yang beriman.

Sampai pada akhirnya, dengan segala konflik yang terjadi Samanhudi mendirikan SDI.

2. H.O.S Tjokroaminoto
H.O.S Tjokroaminoto merupakan salah satu tokoh yang sangat penting dalam perkembangan SI. Dia berhasil mempertahankan kedudukan kepemimpinannya mulai dari awal bergabung dengan SI sampai wafat di tahun 1934.

Tjokroaminoto dikenal dengan sikapnya yang radikal dengan menentang kebiasaan memalukan bagi rakyat. Meski seorang bangsawan, dia senantiasa menganggap dirinya sama dan sederajat dengan pihak mana pun.

Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan SI atas ajakan H Samanhudi yang mencari orang berpendidikan tinggi untuk memperkuat organisasi. Dengan begitu, dia bergabung dan berhasil melebarkan sayap SI dalam bentuk partai Politik.

3. Raden Mas Tirtoadisutjo
Raden Mas Tirtoadisutjo merupakan salah satu tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan SI sebagai organisasi. Pada periode 1916 sampai 1921, Anggaran Dasar pertama pada 11 November 1911 dirumuskan oleh Raden Mas Tirtoadisutjo.

Dia termasuk salah satu orang Indonesia yang memperoleh pendidikan cukup tinggi yakni lulusan sekolah administrasi pemerintah Belanda dan aktif dalam pers. Dia kemudian mendirikan organisasi dagang bernama Sarekat Dagang Islamiyah di Bogor.

4. Raden Gunawan
Penyebaran propaganda SDI kala itu dipengaruhi oleh sahabat karib Samanhudi bernama Raden Gunawan. Menjelang akhir 1890-an Gunawan diberhentikan dari tempatnya bekerja di kantor Asisten Residen Pacitan karena bertikai dengan seseorang yang menghina bangsa Indonesia.

5. H Agus Salim
H Agus Salim bergabung dengan organisasi ini pada tahun 1915 sebagai anggota seksi politik dan kepolisian. Pada tahun-tahun pertama bergabung, H Agus Salim tidak begitu populer.

Namun pada periode-periode SI berikutnya H Agus Salim berhasil mencapai kedudukan. Dia memiliki peran besar dalam membentuk dan memberi warna Islam kepada SI.

Sejarah Berdiri Perkembangan Sarekat Islam (SI) dari Masa ke Masa

Berdirinya Sarekat Islam berangkat dari pembentukan Sarekat Dagang Islam (SDI) yang dibentuk oleh H Samanhudi di Lawean, Solo, Jawa Tengah. SDI didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 untuk mempersatukan pedagang-pedagang batik muslim agar bisa menyaingi pedagang batik besar Tionghoa.

Di sisi lain, kaum bangsawan kraton masih kurang menghargai hak-hak masyarakat biasa terkhusus di Solo dan Yogyakarta. Oleh karena itu, SDI bermaksud untuk mendobrak diskriminasi yang ditetapkan kaum bangsawan dan menegakkan Islam yang memandang kesetaraan pada setiap manusia.

Pendirian SDI kemudian banyak diliput oleh surat kabar lokal sehingga menarik perhatian umat muslim untuk menjadi anggota organisasi ini. SDI kemudian berkembang semakin besar sehingga bisa membahayakan kedudukan Belanda.

SDI bahkan sempat dilarang dan diskors untuk beroperasi karena tuduhan-tuduhan dari kolonial Belanda. Akan tetapi, tuduhan tersebut tidak terbukti dan SDI semakin berkembang tidak hanya pada kaum pedagang, tapi meluas ke petani, buruh, sampai kaum terpelajar.

Pada tahun 1911, H.O.S Tjokroaminoto yang merupakan bangsawan terpelajar bergabung sebagai anggota SDI. Satu tahun setelahnya, pada 1912 SDI menampakkan diri sebagai partai politik di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto.

Pada masa itu, Tjokroaminoto merupakan Ketua Cabang SDI di Surabaya kemudian menjadi Wakil Ketua SDI pada 14 September. Setelahnya, Tjokroaminoto mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI) untuk memperluas gerakan di bidang politik, sosial, kultural yang terbuka untuk seluruh umat muslim di Indonesia.

Pada tahun 1915, pemerintah Belanda berusaha memecah belah SI dengan mendirikan Central Sarekat Islam (CSI) atau SI Pusat yang dipimpin Tjokroaminoto. Pada saat itu sudah ada 50 cabang SI dengan tiga juta anggota yang tersebar di Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.

Pada tahun 1923, Tjokroaminoto mempelopori perubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) yang menjadi partai politik di kalangan pribumi. Namun, pada 1934 Tjokroaminoto wafat sehingga kepemimpinannya digantikan oleh H Agus Salim.

organisasi ini mulai mengalami perpecahan karena adanya perbedaan suasana kehidupan politik setelah tahun 1929. Kala itu, SI terkena pengaruh komunis yang diperkenalkan oleh Hendrio Joshepus Maria Sheevliet pada 1913.
 
Baca Juga: Partai Komunis Indonesia (PKI): Sejarah, Tujuan, dan Peristiwa Terkait

Satu tahun setelahnya, 1914, Sheevliet bersama Adolf Baars mendirikan Indische Social Democratische Vereenihing (ISDV) di Semarang.

Tujuan dari ISDV yaitu untuk menyebarkan paham Marxis. Namun, anggota ISDV tidak memiliki hubungan dekat dengan rakyat sehingga mereka pun berniat untuk mencoba memasuki SI Semarang yang dipimpin oleh Semaun.

Semaun sendiri tidak menyetujui jika Sarekat Islam harus mengirimkan wakilnya ke dalam Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat).

Perlahan-lahan pengaruh Semaun pun semakin besar dalam Sarekat Islam yang kemudian menimbulkan perpecahan.

Perpecahan pada Sarekat Islam terbagi menjadi dua bagian, yaitu SI Merah dan SI Putih. Perpecahan ini terjadi lantaran adanya agitasi dari para golongan komunis melalui tokoh Semaun dan Darsono ke dalam organisasi SI.

SI Putih sendiri adalah organisasi yang berhaluan kanan yang diketuai oleh Tjokroaminoto, sedangkan SI Merah berhaluan kiri dipimpin oleh Semaun dari Semarang. SI Merah menentang pencampuran agama dan politik dalam organisasi Sarekat Islam.

Setelah Indonesia merdeka, pertikaian dan perebutan kepemimpinan di dalam PSII masih terus berlanjut yang membuat pendukungnya mengalami penurunan. Kemudian tahun 1973, PSII harus fusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan yang membuat perannya dalam konteks politik nasional menurun.

PSII lantas menyatakan diri sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti Partai Nahdlatul Ulama (NU). Sampai saat ini, SI masih tetap eksis dengan terus berusaha memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara

Sumber:
https://www.detik.com
https://www.cnnindonesia.com

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment