Puputan Margarana: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, dan Dampaknya

Table of Contents

Sejarah Puputan Margarana
Sejarah Puputan Margarana

Puputan Margarana adalah pertempuran habis-habisan antara pasukan Indonesia dan Belanda yang terjadi di desa Marga, Kecamatan Margarana, Tabanan, Bali pada tanggal 20 November 1946. Pertempuran ini dipimpin oleh Kepala Divisi Sunda Kecil Kolonel I Gusti Ngurah Rai.

Istilah perang puputan artinya adalah berperang sampai pada titik darah penghabisan. Dalam ajaran agama Hindu, kata puputan sendiri mengandung makna moral, karena kematian seorang prajurit dalam kondisi berperang adalah sebuah kehormatan bagi keluarganya. 
Baca Juga: Perang Puputan: Pengertian dan Sejarahnya

I Gusti Ngurah Rai bersama dengan pasukannya bertempur secara masif untuk mengusir Belanda dari Bali. Beliau turut gugur dalam pertempuran tersebut.

Latar Belakang Puputan Margarana

Dikutip dari Peranan I Gusti Ngurah Rai Dalam Puputan Margarana Tahun 1946 (2012) oleh Enggar, peristiwa Puputan Margarana tahun 1946 dipicu oleh upaya Belanda untuk merebut kembali kendali atas Indonesia, termasuk pulau Bali.

Perang Puputan Margarana di Bali salah satunya dilatarbelakangi oleh hasil Perjanjian Linggarjati antara Belanda dan Indonesia pada 25 Maret 1947. Pasalnya, Belanda hanya mengakui Sumatera, Jawa, dan Madura sebagai wilayah Indonesia secara de facto. Hal tersebut memicu kemarahan masyarakat Bali.

Pasca ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati, pasukan Belanda datang ke Bali untuk menyatukan daerah tersebut dengan Negara Indonesia Timur (NIT). Hal itu memicu amarah dan penolakan dari masyarakat Bali. Termasuk oleh I Gusti Ngurah Rai yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Sunda Kecil.

I Gusti Ngurah Rai lalu berangkat ke Yogyakarta guna berkonsultasi dengan markas besar Tentara Republik Indonesia (TRI), yang sama-sama menolak pembentukan NIT.

Kronologi Puputan Margarana

Kemudian pada 18 November 1946, I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya melakukan perlawanan dengan menyerang markas pertahanan militer Belanda di Tabanan, Bali.

Belanda yang murka lalu mengerahkan seluruh pasukannya untuk melakukan serangan ke Bali pada 20 November 1946 dini hari. Namun, pasukan Bali belum bisa melakukan serangan balasan karena memiliki kekuatan persenjataan yang minim.

Di hari yang sama, pasukan Belanda yang berjumlah sekitar 20 orang mulai berjalan mendekat dari arah barat laut. Akan tetapi, 17 orang di antaranya berhasil ditembak mati oleh pasukan I Gusti Ngurah Rai.

Mengetahui hal itu, Belanda terus berupaya melakukan aksi balasan, namun berulang kali mengalami kegagalan. Akibatnya, Belanda sampai menghentikan aksinya selama satu jam, sebelum kembali mengirim pasukan lebih banyak lagi beserta pesawat terbang pengintai.

Meski begitu, pasukan Ciung Wanara yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai sukses melakukan perlawanan. Pasukan Belanda pun lalu memutuskan mundur sejauh 500 meter guna menghindari pertempuran. Melihat kesempatan itu, I Gusti Ngurah Rai mencoba untuk meloloskan diri bersama dengan pasukannya.

Sayang dalam perjalanan meloloskan diri tersebut, pasukan Belanda tiba-tiba mengirimkan pesawat terbang untuk menyerang I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya.

Di saat-saat terakhirnya, I Gusti Ngurah Rai terus menyerukan kata "Puputan!" yang memiliki arti habis-habisan. Di mana ia dan pasukannya terus-menerus melawan serbuan Belanda hingga titik darah penghabisan.

Hingga akhirnya, I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya pun gugur akibat serangan pasukan Belanda. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Puputan Margarana.

Dampak Puputan Margarana

Pasukan Bali yang berjumlah kurang dari 100 orang seluruhnya gugur di medan laga, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Namun, Belanda juga mengalami kerugian besar. Sebanyak 400 orang tentaranya tewas.

Untuk mengenang peristiwa heroik itu, di lokasi Puputan Margarana kini berdiri Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. I Gusti Ngurah Rai pun ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah RI.

Selain itu, nama I Gusti Ngurah Rai juga diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali dan Kapal Perang Republik Indonesia atau KRI, juga disematkan untuk profil mata uang pecahan Rp50 ribu pada 2005.

Jika dari pihak Bali terdapat nama I Gusti Ngurah Rai sebagai tokoh utama, dari kubu Belanda tersebutlah nama Kapten J.B.T König dan Letnan Kolonel F. Mollinger sebagai pemimpin pasukan NICA.

Sumber:
https://kumparan.com
https://tirto.id
https://id.wikipedia.org

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment