Peristiwa Nakba: Sejarah, Penyebab, dan Dampaknya

Table of Contents

Sejarah Peristiwa Nakba

Peristiwa Nakba atau Malapetaka Palestina adalah penghancuran masyarakat dan tanah air Palestina pada tahun 1948, dan pemindahan permanen sebagian besar orang Arab Palestina. Istilah Nakba digunakan untuk menggambarkan peristiwa penganiayaan, pemindahan, dan pendudukan Palestina yang sedang berlangsung, baik di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza, maupun di kamp-kamp pengungsi Palestina di seluruh wilayah tersebut.

Peristiwa Nakba terjadi selama dan segera setelah perang Palestina 1948, termasuk 78% dari Mandat Palestina yang dinyatakan sebagai Israel, eksodus 700.000 orang Palestina, depopulasi terkait dan penghancuran lebih dari 500 desa Palestina dan selanjutnya penghapusan geografis, penyangkalan hak Palestina untuk kembali, penciptaan pengungsi permanen Palestina dan "penghancuran masyarakat Palestina".
 
Saat ini, sebagian besar dari 6,2 juta warga Palestina di wilayah Timur Tengah tidak memiliki status kewarganegaraan. Mayoritas dari mereka bahkan merupakan generasi ketiga atau keempat dalam keluarganya yang tak memiliki status kewarganegaraan. Tak hanya status kewarganegaraan, kebanyakan dari mereka juga tak punya tempat tinggal layak huni sehingga mereka pun terpaksa menempati kamp-kamp pengungsian.

Kian tahun, kamp-kamp pengungsian ini semakin padat dan lambat laun berkembang menjadi kota pengungsi. Pemandangan seperti itu sudah jadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari semenjak peristiwa Nakba 76 tahun yang lalu. Dengan konflik Israel-Hamas yang kian memanas sejak Oktober tahun lalu, kini kondisi mereka pun semakin terpuruk. Tanpa status dan tempat tinggal yang aman, mereka harus terus bertahan hidup setiap harinya dalam ancaman.

Istilah Hari Nakba diciptakan pada tahun 1998 oleh pemimpin Palestina saat itu Yasser Arafat. Dia menetapkan tanggal sebagai hari resmi untuk peringatan hilangnya tanah air Palestina.

Penyebab Peristiwa Nakba

Sampai dengan akhir Perang Dunia I, Palestina berada di bawah pemerintahan Turki sebagai bagian dari Kekaisaran Ottoman. Perang berakhir, Palestina pun jatuh ke bawah kontrol Inggris. Di saat bersamaan, anti semitisme terus menyebar di Eropa sehingga mendorong semakin banyak orang Yahudi berpindah ke Palestina. Bagi mereka, tanah Palestina merupakan tanah air leluhur mereka: Eretz Israel, Tanah Perjanjian tempat orang Yahudi selalu menetap.

Berangkat dari peristiwa Holocaust di era Nazi Jerman, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun mengadopsi Rencana Pembagian Palestina PBB. Badan Yahudi untuk Palestina menerima resolusi ini dengan baik. Pada tanggal 14 Mei 1948, mereka pun mendeklarasikan berdirinya Negara Israel. Berdirinya Israel memancing amarah negara-negara Liga Arab yang sedari awal tak sepakat dengan resolusi PBB tersebut. 
 
Baca Juga: Deklarasi Balfour, Awal Mula Petaka Bagi Negara Palestina

Sebagai hasilnya, perang pun pecah antara lima negara Arab dengan Israel pada tanggal 15 Mei 1948. Di tahun 1949, negara-negara Arab tersebut mengalami kekalahan dan menandai akhir dari Perang Arab-Israel. Pada tahun 1998, pemimpin Palestina saat itu, Yasser Arafat, secara resmi menjadikan tanggal 15 Mei sebagai Hari Nakba (dalam bahasa Arab berarti bencana), hari untuk memperingati hilangnya tanah air Palestina.
 
Baca Juga: Perang Arab Israel I: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, dan Dampaknya

Dampak Peristiwa Nakba

Sebelum perang Arab-Israel dimulai, orang-orang Palestina sebenarnya sudah banyak yang melarikan diri. Kala itu, sekitar 200.000 sampai dengan 300.000 orang Palestina diperkirakan telah meninggalkan rumahnya sebelum ataupun di tengah-tengah perang, dan kira-kira 300.000 hingga 400.000 orang Palestina lainnya dilaporkan mengungsi.

Saat perang Arab-Israel berakhir, diperkirakan terdapat total 700.000 orang Palestina yang telah meninggalkan rumah mereka. Di sisi lain, Israel telah menguasai sekitar 40 persen wilayah yang ditandai sebagai wilayah Palestina oleh rencana pembagian PBB sampai dengan akhir perang tersebut.

Akibatnya, orang-orang Palestina pun berakhir sebagai pengungsi tanpa status kewarganegaraan, kondisi hidup yang harus mereka lalui sampai dengan detik ini. Hanya sedikit dari mereka yang memiliki kesempatan untuk melarikan diri ke negara lain dan menerima status kewarganegaraan baru. Mayoritas yang kurang beruntung harus terjebak di kamp-kamp pengungsian yang tersebar di Gaza, Tepi Barat, Lebanon, Suriah, Yordania, dan Yerusalem Timur.

Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://internasional.kompas.com
https://www.nu.or.id

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment