Perang Arab Israel I: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, dan Dampaknya
Table of Contents
Sejarah Perang Arab-Israel I
Perang Arab-Israel I adalah konflik bersenjata pertama dari serangkaian konflik yang terjadi antara Israel dan tetangga-tetangga Arabnya tahun 1948. Bagi Israel, perang ini disebut sebagai "Perang Kemerdekaan" atau "Perang Pembebasan". Sementara bagi orang-orang Palestina, perang ini menandai awal dari rangkaian kejadian yang disebut sebagai "Bencana".Pada tahun 1947, PBB memutuskan untuk membagi wilayah Mandat Britania atas Palestina. Kaum Yahudi mendapat 55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh penduduk di daerah ini. Hal ini tentunya ditentang keras oleh negara-negara Timur Tengah lainnya dan juga banyak negeri-negeri Muslim.
Sementara kota Yerusalem yang dianggap suci, tidak hanya oleh orang Yahudi tetapi juga orang Muslim dan Kristen, akan dijadikan kota internasional.
Kemudian, Israel memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 14 Mei 1948, di mana sehari kemudian langsung diserbu oleh tentara dari Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak dan negara Arab lainnya. Tetapi Israel bisa memenangkan peperangan ini dan malah merebut kurang lebih 70% dari luas total wilayah daerah mandat PBB Britania Raya, Palestina.
Latar Belakang Perang Arab-Israel I
Perang Arab Israel I bermula setelah David Ben Gurion mendeklarasikan negara Israel pada 14 Mei 1948, dan sehari kemudian deklarasi perang datang dari Mesir, Suriah, Irak, Lebanon, Jordania, dan Arab Saudi. Asal mula perang Israel dan Palestina ini turut dilatarbelakangi oleh sengketa perebutan wilayah Palestina yang dibagi oleh Komite Khusus untuk Palestina (UNSCOP). Badan bentukan PBB pada 15 Mei 1947 itu terdiri dari 11 negara, dan tanggal 31 Agustus 1947 di sidang umum PBB merekomendasikan pembagian wilayah Palestina dalam masa transisi, selama dua tahun dimulai pada 1 September 1947. Saat itu Inggris mengumumkan niatnya menyerahkan Mandat Palestina ke tangan PBB, setelah aksi kekerasan terus terjadi di wilayah tersebut.
Kelompok Zionis melancarkan serangan terus menerus kepada orang Inggris di wilayah itu. Mereka menuntut dibukanya keran imigrasi untuk bangsa Yahudi, yang masih tertahan di kamp Holocaust Nazi Jerman. UNSCOP lalu mengusulkan pembagian yang terdiri atas negara Arab merdeka (11.000 km persegi), negara Yahudi (15.000 km persegi), sedangkan kota Yerusalem dan Betlehem akan berada di bawah kendali PBB.
Usulan ini tidak memuaskan kelompok Yahudi maupun Arab. Bangsa Yahudi kecewa karena kehilangan Yerusalem. Namun, kelompok Yahudi moderat menerima tawaran ini dan hanya kelompok-kelompok Yahudi radikal yang menolak. Sementara itu, kelompok Arab khawatir pembagian ini akan mengganggu hak-hak warga mayoritas Arab di Palestina.
Dalam pertemuan di Kairo, Mesir, pada November dan Desember 1947, Liga Arab mengeluarkan resolusi yang menyetujui solusi militer untuk mengakhiri masalah ini. Meskipun dalam kenyataannya, sejumlah negara Arab memiliki agenda tersendiri.
Jordania ingin menguasai Tepi Barat, sementara Suriah menginginkan bagian utara Palestina, termasuk wilayah yang diperuntukkan bagi Yahudi dan Arab.
Kronologi Perang Arab-Israel I
Pada 29 November 1947 Sidang Umum PBB mengadopsi Resolusi 181 (juga dikenal sebagai Resolusi Pemisahan), yang akan membagi mandat bekas kekuasaan Inggris menjadi negara Yahudi dan Arab pada Mei 1948. Menurut history.state.gov, Amerika Serikat (AS) mencari jalan tengah dengan mendukung resolusi PBB, tetapi juga mendorong negosiasi antara orang Arab dan Yahudi di Timur Tengah. Resolusi PBB tersebut memicu konflik antara kelompok-kelompok Yahudi dan Arab di Palestina. Orang Arab Palestina menolak resolusi itu, yang mereka anggap menguntungkan orang Yahudi dan tidak adil bagi penduduk Arab yang akan tetap berada di wilayah Yahudi di bawah partisi.
Pertempuran dimulai dengan serangan oleh sekelompok orang Arab Palestina yang terikat pada unit lokal Tentara Pembebasan Arab. Mereka terdiri dari relawan asal Palestina dan negara-negara tetangga Arab, lalu melancarkan serangan terhadap kota, permakaman, serta angkatan bersenjata Yahudi.
Sementara itu pasukan Yahudi terdiri dari berbagai milisi seperti Haganah, Irgun, dan LEHI. Orang Arab ingin memblokir Resolusi Pemisahan dan mencegah berdirinya negara Yahudi. Sebaliknya masyarakat Yahudi hendak mengambil kendali lagi atas wilayah yang diberikan kepada mereka dalam Rencana Partisi.
Pada 15 Mei 1948 pecahlah perang Arab-Israel I. Sebanyak 700 orang Lebanon, 1.876 orang Suriah, 4.000 orang Irak, dan 2.800 orang Mesir menyerbu Palestina. Sementara itu, sekitar 4.500 pasukan Transjordania dipimpin 38 perwira Inggris yang mengundurkan diri dari kesatuannya menyerbu Yerusalem.
Pada awalnya pasukan Arab dengan jumlah pasukan lebih banyak dan persenjataan yang lebih baik dengan mudah menguasai wilayah-wilayah yang ditempati bangsa Yahudi. Pasukan Suriah, Lebanon, Jordania dan Irak menyerang Galilea, dan Haifa. Sementara di selatan pasukan Mesir maju hingga mencapai Tel Aviv.
Namun, koordinasi antara pasukan Arab ternyata tidak terlalu baik. Di saat-saat akhir Lebanon menarik mundur pasukannya.
Untuk menghadapi serbuan pasukan koalisi Arab ini, Israel pada 26 Mei 1948 membentuk Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang anggotanya adalah leburan dari berbagai milisi seperti Haganah, Palmach, Irgun, dan LEHI.
Dalam perkembangannya, IDF justru berhasil mengerahkan lebih banyak pasukan ketimbang pasukan koalisi Arab. Pada awal 1949, Israel memiliki 115.000 tentara sedangkan koalisi Arab hanya sekitar 55.000 personel saja.
Setelah bertempur selama sembilan bulan, akhirnya pada 1949, tercapai gencatan senjata antara Israel dengan Mesir, Lebanon, Jordania, dan Suriah. Hasil dari perang ini, Israel berhasil menguasai 78 persen wilayah Mandat Palestina.
Sementara Mesir menguasai Jalur Gaza. Jordania mendapatkan Tepi Barat dan menguasai Yerusalem Timur. Sedangkan Israel memerintah Yerusalem Barat. Pada 1950, Tepi Barat resmi menjadi wilayah Jordania.
Dampak Perang Arab-Israel I
Akibat Perang Arab-Israel I ratusan ribu orang pengungsi Palestina tersebar di berbagai lokasi. Setidaknya 750.000 warga Palestina yang mengungsi keluar dari wilayah yang menjadi bagian Israel tidak diizinkan kembali ke wilayah Israel dan ke wilayah negara-negara Arab lainnya. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai pengungsi Palestina. Setelah perang Arab-Israel I, para pengungsi Palestina tinggal di kamp-kamp pengungsi di Tepi Barat (Jordania), Jalur Gaza (Mesir), dan Suriah.
Mereka berusaha kembali masuk ke wilayah Israel, tetapi jika tertangkap sesuai amanat hukum internasional mereka akan dideportasi ke tempat asal mereka. Tapi dalam suratnya ke PBB pada 2 Agustus 1949, PM Israel David Ben Gurion menolak kembalinya para pengungsi Palestina ke wilayah Israel.
Pemerintah Israel menyatakan solusi untuk pengungsi Palestina adalah penempatan kembali di negara lain, dan bukan mengembalikan mereka ke Israel. Penolakan ini membuat perlawanan bangsa Palestina terhadap Israel meningkat.
Mesir yang pada awalnya tidak ikut campur, akhirnya aktif melatih dan mempersenjatai para relawan Palestina dari Jalur Gaza yang disebut Fedayeen. Kelompok inilah yang kemudian aktif melakukan berbagai serangan di wilayah Israel.
Pada 1964, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berdiri. Tujuan PLO adalah memerdekakan Palestina dengan perjuangan bersenjata. Cita-cita PLO adalah mendirikan negara Palestina sesuai dengan tapal batas Mandat Palestina sebelum perang 1948.
Selain itu, PLO juga bertujuan melenyapkan Zionisme dari Palestina dan ingin menentukan sendiri nasib negeri itu.
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://internasional.kompas.com
Download
Post a Comment