Pemberontakan PKI Madiun 1948: Sejarah, Latar Belakang, Kronologis, Tujuan, dan Tokohnya
Table of Contents
Sejarah Pemberontakan PKI Madiun 1948
Peristiwa Madiun terjadi pada 18 September 1948. Peristiwa ini merupakan puncak konflik antara pemerintah Republik Indonesia dan kelompok oposisi sayap kiri khususnya Front Demokrasi Rakyat (FDR) selama masa Revolusi Nasional. FDR terdiri atas Partai Komunis Indonesia (PKI), Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), dan Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO). Konflik ini berakhir tiga bulan kemudian ketika sebagian besar pemimpin dan anggota FDR ditahan dan dieksekusi oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia.
Pemberontakan PKI ini bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan RI yang sah dan ingin mengganti ideologi Pancasila dengan komunisme (Sugiyama 2011: 20).
Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun 1948
Peristiwa Madiun dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Secara historis, peristiwa ini bermula dengan jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin, yang segera disusul dengan penunjukan Mohammad Hatta oleh Presiden Sukarno untuk membentuk kabinet baru. Hatta mencoba membentuk kabinet koalisi dengan mengikutsertakan semua partai, kecuali sayap kiri yang mundur karena tuntutannya ditolak. Kabinet Hatta didukung Masyumi, PNI, partai Katolik, dan Parkindo (SNI 1975: 54).
Adapun kabinet Amir Sjarifuddin jatuh akibat perjanjian Renville 1948 yang sangat merugikan pemerintah Republik Indonesia. Setelah tidak menjabat, Amir Sjarifuddin membentuk FDR yang bekerja sama dengan organisasi berhaluan kiri, yakni PKI, PESINDO dan Barisan Tani Indonesia (BTI).
Amir Sjarifuddin juga menjalin hubungan dekat dengan tokoh PKI Muso, yang sama-sama kecewa terhadap Pemerintahan Hatta yang melakukan rasionalisasi angkatan perang dengan alasan menghemat anggaran negara.
Kronologi Pemberontakan PKI Madiun 1948
Upaya merebut kekuasaan yang dilakukan PKI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur, merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya di Yogyakarta. Pada 11 Agustus 1948 secara tiba-tiba Muso, pemimpin PKI pada tahun 1920-an, muncul di Yogyakarta dari Uni Soviet. Amir Syarifuddin dan sebagian besar pemimpin lain Front Demokrasi Rakyat di Jateng dan Jatim segera mengakui kekuasaan Muso dan mengumumkan bahwa dirinya telah menjadi anggota PKI bawah tanah sejak 1935. Muso menganut pemikiran Stalinis bahwa hanya boleh ada satu partai kelas buruh.
Pada awal September, partai-partai penting yang beraliran kiri di dalam FDR telah membubarkan diri dan bergabung ke dalam PKI. Pertengahan September 1948 terjadi pertempuran terbuka antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang pro-PKI dan pro-pemerintah meletus di Surakarta.
Pada tanggal 17 September, Divisi Siliwangi berhasil memukul mundur para pendukung PKI dari kota itu. Mereka mundur ke Madiun. Di sana mereka bergabung dengan satuan-satuan pro-PKI lainnya yang telah meninggalkan posisi mereka di sepanjang Garis van Mook untuk menghadapi serangan yang diduga akan dilancarkan pemerintah terhadap Madiun (Ricklefs 2005: 459-60).
Pada 18 September, para pendukung PKI tersebut merebut tempat-tempat yang strategis di daerah Madiun, membunuh tokoh-tokoh pro-pemerintah, dan mengumumkan melalui radio bahwa suatu pemerintahan Front Nasional yang baru telah terbentuk.
Segera setelah itu pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menumpas gerakan PKI. Presiden Sukarno mengangkat Kolonel Sungkono sebagai Gubernur militer daerah istimewa Jawa Timur. Kolonel Nasution diperintahkan untuk memimpin operasi penumpasan Pemberontakan PKI Madiun yang dimulai pada 20 September 1948.
Pasukan pro-pemerintah yang dipelopori oleh Divisi Siliwangi kini bergerak menuju Madiun, di mana terdapat sekitar 5-10 ribu tentara pro-PKI. Ketika terdesak mundur, para pemberontak mulai membunuh para pejabat pemerintah dan para pemimpin Masyumi dan PNI.
Di desa-desa mulai terjadi pembunuhan-pembunuhan menurut garis santri-abangan. Pada 30 September 1948, kaum pemberontak meninggalkan kota Madiun dan terus dikejar oleh pasukan propemerintah ke wilayah pedesaan.
Pada 31 Oktober, Muso tewas saat berusaha melarikan diri dari tahanan, yang mengakhiri kariernya sebagai pemimpin PKI yang hanya berlangsung selama 80 hari. Amir dan segerombolan tentara yang berjumlah 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada 1 Desember; Amir kelak ditembak mati bersama-sama para pemimpin terkemuka PKI lainnya.
Tujuan Pemberontakan PKI Madiun 1948
Tak hanya berusaha menggulingkan pemerintahan Indonesia, pemberontakan PKI di Madiun juga bertujuan untuk:1. Membentuk negara Republik Indonesia Soviet
2. Mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunisme
3. Mengajak petani dan buruh untuk melakukan pemberontakan
Tokoh Pemberontakan PKI Madiun 1948
Berikut tokoh-tokoh yang memiliki peran dalam berdiri dan berkembangnya PKI.1. Muso
2. Amir Syarifudin
3. Koloner Dahlan
4. D.N. Aidit
5. Misbach
6. Alimin Prawirodirjo
7. Darsono
8. Semaun
9. Henk Sneevlit
10. Abdul Latief Hendraningrat
11. Oetmomo Ramelan
Berikut ini 17 tokoh yang namanya disebut sebagai korban PKI tahun 1948 yang gugur di Desa Kresek.
1. Kolonel Inf Marhadi
2. Letkol Wiyono
3. Insp Pol Suparbak
4. May Istiklah
5. R.M. Sardjono (Patih Madiun)
6. Kiai Husen (Anggota DPRD Kabupaten Madiun)
7. Mohamad (Pegawai Dinas Kesehatan)
8. Abdul Rohman (Assisten Wedono Jiwan)
9. Sosro Diprodjo (Staf PG Rejo Agung)
10. Suharto (Guru Sekolah Pertama Madiun)
11. Sapirin (Guru Sekolah Budi Utomo)
12. Supardi (Wartawan freelance Madiun)
13. Sukadi (Tokoh masyarakat)
14. KH Sidiq
15. R. Charis Bagio (Wedono Kanigoro)
16. KH Barokah Fachrudin (Ulama)
17. Maidi Marto Disomo (Agen Polisi)
Dari 17 korban pemberontakan PKI Madiun, sosok Kiai Husen direpresentasikan sebagai patung yang menjadi ikon Monumen Kresek yang berada di puncak bukit.
Sumber:
https://esi.kemdikbud.go.id
https://www.detik.com
https://www.cnnindonesia.com
Download
Post a Comment