Partai Komunis Indonesia (PKI): Sejarah, Tujuan, dan Peristiwa Terkait

Table of Contents

Partai Komunis Indonesia atau PKI
Apa Itu Partai Komunis Indonesia (PKI)?

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik yang dibentuk pada 23 Mei 1914. PKI sempat menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia, sebelum akhirnya dibubarkan pada 1965. Partai ini didirikan pada tahun 1914 oleh tokoh Sosialis Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet.

Dalam catatan sejarah, PKI menjadi salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Bahkan keberadaan PKI saat itu menjadi partai yang diikuti banyak orang dari berbagai kalangan mulai dari intelektual, buruh, hingga petani.

Sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI)

Berawal dari ISDV
Berdirinya PKI diawali dengan organisasi komunis yang didirikan oleh Henk Sneevliet pada 1914, yaitu Indische Social Democratische Vereniging (ISDV). Pada awal pembentukan, ISDV memiliki 85 anggota yang berasal dari dua partai sosialis Belanda, yaitu Partai Buruh Sosial Demokratis dan Partai Sosial Demokratis yang bergerak di Hindia Belanda.

Sneevliet mempunyai sebuah misi untuk menanamkan paham marxisme-komunisme terhadap perjuangan nasional Indonesia. Salah satu cara agar misinya dapat berjalan adalah dengan menyebarkan pahamnya lewat organisasi buruh kereta api di Semarang. 
 
Baca Juga: Marxisme: Pengertian dan Pemikirannya

Selain itu, Sneevliet juga menyebarkan paham komunisme lewat organisasi Sarekat Islam (SI), organisasi besar di Indonesia saat itu. Sneevliet menyebarkan pemahamannya lewat Semaun, Alimin, Darsono, dan tokoh SI lainnya.

Sejak bertemu Sneevliet pada 1914, Semaun langsung tertarik dan mulai belajar membaca serta bahasa Belanda. Semaun menjadi sekretaris ISDV di Surabaya. Kemudian, pada 1917, Sneevliet bertemu dengan anggota SI lainnya, yakni Darsono yang kemudian juga ikut bergabung.

Perpecahan Sarekat Islam
Pada perkembangannya, Semaun dan rekan-rekannya berniat untuk mengubah perjuangan Sarekat Islam ke arah komunis. Namun, hal ini tentu tidak langsung diterima begitu saja oleh anggota SI lainnya, hingga akhirnya timbul perpecahan.

Munculnya PKI merupakan akibat dari perpecahan pada tubuh Sarekat Islam menjadi dua kubu, yaitu SI Merah (komunis) dan SI Putih (agamis). Semaun bersama anggota SI Merah dan tokoh komunis kemudian mengadakan Kongres ISDV di Semarang pada Mei 1920.

Tujuan Partai Komunis Indonesia (PKI)

Adapun tujuan utama PKI adalah untuk menantang imperialisme dan kapitalisme pemerintah Belanda dengan membangun serikat pekerja dan untuk mempromosikan pentingnya kesadaran politik di antara para petani. Adapun tokoh-tokoh PKI di antaranya, Henk Sneevliet, Musso, Dipa Nusantara Aidit, Amir Syarifuddin, Semaun, Njoto, Oetomo Ramelan, Abdul Latief Hendraningrat, Alimin Prawirodirdjo, Darsono, dan Misbach.

Peristiwa PKI Madiun 1948

PKI Madiun ialah sebuah gerakan yang berusaha menggulingkan pemerintahan yang sah dan mengganti landasan negara. Gerakan ini dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Muso. Dimulai pada pertengahan tahun 1948 dan berpusat di Madiun, Jawa Timur.

Latar Belakang Terjadinya Peristiwa PKI Madiun 1948
Pertama, ialah jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin akibat ditandatanganinya perjanjian Renville yang sangat merugikan Republik Indonesia. Setelah tidak lagi menjadi Perdana Menteri, Amir membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang kemudian berkerjasama dengan organisasi berpaham kiri seperti Partai Komunis Indonesia, Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), dan lain-lain.

Kedua, kedekatan Amir Sjarifuddin dengan tokoh PKI Muso dan bercita-cita menyebarkan ajaran komunisme di Indonesia. Ketiga, propaganda kekecewaan terhadap Perdana Menteri selanjutnya yakni Kabinet Hatta akibat programnya untuk mengembalikan 100.000 tentara menjadi rakyat biasa dengan alasan penghematan biaya.

Pemberontakan PKI Madiun
Pemberontakan PKI Madiun diawali dengan melancarkan propaganda anti pemerintah dan pemogokan kerja oleh kaum buruh. Selain itu pemberontakan juga dilakukan dengan menculik dan membunuh beberapa tokoh negara.

Seperti Penembakan terhadap Kolonel Sutarto pada 2 Juli 1948, penculikan dan pembunuhan terhadap Gubernur Jawa Timur pertama RM. Ario Soerjo yang kebetulan berkunjung ke Ngawi dan kemudian dicegat oleh kelompok Amir pada 10 September 1948. Serta  penculikan dan pembunuhan kepada Dr. Moewardi pada 13 September 1948 yang merupakan tokoh penting dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Puncak pemberontakan terjadi pada 18 September 1948, saat pemberontak berhasil menguasai kota Madiun dan mengumumkan lahirnya Republik Soviet Indonesia. Mereka pun menguasai tempat strategis, melakukan sabotase, perusakan pembakaran sarana dan prasarana, serta  melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang anti PKI.

Pemerintah menyadari apa yang dilakukan PKI sangat membahayakan negara. Oleh karena itu, dilakukan beberapa cara untuk mengakhiri pemberontakan. Pertama, Soekarno memperlihatkan pengaruhnya dengan meminta rakyat memilih Soekarno-Hatta atau Muso-Amir.

Kedua, Panglima Besar Sudirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan dibantu para santri.

Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki lagi oleh RI. Beberapa petinggi PKI melarikan diri ke Tionghoa dan Vietnam seperti D.N Aidit dan Lukman. Muso tertembak dalam pertempuran kecil di Ponorogo. Amir Sjarifuddin ditangkap dan ditembak mati.

Gerakan 30 September 1965 PKI

Peristiwa gerakan 30 September 1965 berlangsung dua hari satu malam, namun dampaknya cukup besar bagi kehidupan perpolitikan bangsa Indonesia ketika itu. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 ialah tragedi nasional yang diduga dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia dan menimbulkan korban di kalangan petinggi militer. 
 
Baca Juga: Mengenal Lebih Jauh Peristiwa G30S/PKI

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh persaingan politik, karena PKI adalah sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondisi kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk.

Saat itu, berbagai kebijakan yang diusulkan PKI adalah mempersenjatakan Angkatan V (Buruh Tani) untuk menghadapi konfrontasi dengan Malaysia, serta pembubaran Masyumi karena dianggap bertanggung jawab atas peristiwa PRRI/Permesta diterima.

Pada awal Agustus 1965, ketika Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato, banyak pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi.

Terjadinya Pemberontakan
Peristiwa gerakan 30 September 1965 PKI adalah gerakan yang pada dasarnya berlangsung selama dua hari. Yakni tanggal 30 September kegiatan koordinasi dan persiapan, serta tanggal 1 Oktober 1965 dini hari kegiatan pelaksanaan penculikan dan pembunuhan.

Terjadinya pemberontakan secara kronologi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.  Gerakan 30 September 1965 berada dibawah kendali Letkol Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa. Letkol Untung menunjuk Lettu Dul Arief menjadi ketua pelaksanaan penculikan.
2. Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban penculikan dan pembunuhan yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo dan satu perwira yakni Lettu Pirre Tandean. Keseluruhannya dimasukan kedalam lubang di kasawan Pondok Gede, Jakarta.
3. Satu Jenderal selamat dalam penculikan ini yakni Jendral A.H. Nasution, namun putrinya menjadi korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu. Pierre Tandean. Korban lain ialah, Brigadir Polisi K.S. Tubun wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimana.
4. Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, Kolonel Katamso dan Letkol Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini.
5. Setelah berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI adalah menguasai gedung Radio Republik Indonesia, dan mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.1, yakni pernyataan bahwa gerakan G30S PKI adalah upaya penyelematan negara dari Dewan Jendral yang ingin mengambil alih negara.

Penumpasan Gerakan 30 September 1965
Gerakan 30 September 1965 PKI adalah peristiwa yang menyebabkan kebingungan terhadap masyarakat Indonesia, khususnya Jakarta. Kebingungan yang dirasa masyarakat Indonesia langsung direspon oleh pemerintah. Mayjen Soeharto sebagai Panglima Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat) setelah menerima laporan serta membuat perkiraan, Soeharto mengambil kesimpulan bahwa para perwira tinggi itu telah diculik dan dibunuh.

Berdasarkan kesimpulan tadi, Mayjen Soeharto langsung mengambil alih pimpinan Angkatan Darat guna menindaklanjuti peristiwa yang terjadi di tanggal 30 September tersebut.

Langkah penumpasan dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965, TNI berusaha menetralisasi pasukan-pasukan yang menduduki Lapangan Merdeka. Selanjutnya Mayjen Soeharto menugaskan kepada Kolonel Sarwo Edhi Wibowo untuk merebut kembali gedung RRI dan Pusat Telekomunikasi, tugas tersebut selesai dalam waktu singkat dan tanpa pertumpahan darah.

Dengan dikuasainya RRI dan Telekomunikasi, pada jam 20.00 WIB Soeharto mengumumkan bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan oleh gerakan 30 September, beliau juga mengumumkan bahwa Presiden Soekarno dan Menko Hankam/KASAB Jenderal A.H. Nasution dalam keadaan selamat.

Operasi penumpasan berlanjut ke kawasan Halim Perdanakusuma pada 2 Oktober 1965, tempat pasukan G30S mengundurkan diri dari kawasan Monas. Pada tanggal yang sama atas petunjuk Polisi Sukitman yang berhasil lolos dari penculikan PKI, pasukan pemerintah menemukan lokasi Jenazah para perwira di lubang sumur tua, di atasnya ditanami pohon pisang di kawasan yang dekat juga dengan Halim yakni Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Pada tanggal 4 Oktober dilakukan pengangkatan Jenazah tersebut dan keesokan harinya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Para perwira yang gugur akibat pemberontakan ini diberi penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.

Upaya penumpasan terus dilakukan, rakyat Indonesia turut membantu dan mendukung penumpasan tersebut. Demonstrasi anti-PKI berlangsung di Jakarta. Operasi penumpasan berlanjut dengan menangkap orang-orang yang dianggap bertanggung jawab pada peristiwa itu. Pada 9 Oktober 1965, Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta. Pada 11 Oktober 1965, Letkol Untung pemimpin dewan revolusi berhasil ditangkap di Tegal ketika ingin melarikan diri ke Jawa Tengah.

Selain itu para petinggi PKI seperti D.N Aidit, Sudisman, Sjam, dan lain-lain juga ditangkap oleh TNI pada 22 November 1965. Selanjutnya Pada 14 Februari 1966 beberapa tokoh PKI dibawa ke hadapan sidang Mahkamah Luar Biasa (Mahmilub). Desakan rakyat semakin ramai menuntut agar PKI dibubarkan, puncaknya pada saat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966, Soeharto langsung mengeluarkan larangan terhadap PKI dan ormas-ormas di bawahnya.

Sumber:
https://www.liputan6.com
https://www.detik.com
https://www.kompas.com

Download
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment