Deklarasi Balfour, Awal Mula Petaka Bagi Negara Palestina
Table of Contents
Sejarah Deklarasi Balfour
Deklarasi Balfour adalah pernyataan publik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Inggris pada tahun 1917 selama Perang Dunia I, yang mengumumkan dukungannya terhadap pendirian "rumah nasional bagi bangsa Yahudi" di Palestina yang saat itu merupakan wilayah Utsmaniyah dengan populasi Yahudi minoritas. Deklarasi tersebut dimuat dalam sebuah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour kepada Lord Rothschild, seorang pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk disampaikan kepada Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia. Teks deklarasi tersebut dipublikasikan di media pada tanggal 9 November 1917.
Deklarasi Balfour merupakan jejak penting dalam sejarah konflik Israel dan Palestina. Perjanjian inilah yang di kemudian hari memunculkan penjajahan terhadap tanah Palestina, dan meskipun terjadi hampir satu abad yang lalu, dampak dikeluarkannya Deklarasi Balfour masih terasa dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
Sejak awal, Deklarasi Balfour dinilai kontroversial karena memiliki tujuan untuk mendukung Zionis dalam mendirikan negara Yahudi di Palestina. Zionis ini merupakan gerakan politik yang memiliki agenda utama menghimpun orang-orang Yahudi yang telah berdiaspora sejak ribuan tahun untuk kembali ke tanah Palestina. Penerapan Zionisme ini dinilai sebagai dasar dari berdirinya negara Israel, yang mencaplok sebagian wilayah Palestina.
Baca Juga: Pengertian Diaspora, Sejarah, dan Daftar Diaspora Penting
Dikutip dari Al Jazeera, perjanjian Balfour telah dipandang sebagai salah satu yang mempercepat peristiwa Nakba, yakni pembersihan etnis Palestina pada tahun 1948 dan penjajahan yang dilakukan oleh Zionis Israel. Kala itu, kelompok bersenjata Zionis, yang dilatih oleh Inggris, secara paksa mengusir lebih dari 750.000 warga Palestina dari tanah air mereka.
Oleh karena itu, dokumen 'Deklarasi Balfour' ini dianggap sebagai salah satu dokumen paling kontroversial dan diperebutkan dalam sejarah modern dunia Arab dan telah membingungkan para sejarawan selama beberapa dekade.
Apa itu Deklarasi Balfour dan Siapa yang Mengeluarkannya?
Deklarasi Balfour adalah janji publik Inggris pada tahun 1917 yang disampaikan dalam bentuk surat dari Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, yakni Arthur Balfour. Surat perjanjian ini ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris.
Surat dibuat selama Perang Dunia I (1914-1918) dan termasuk dalam ketentuan Mandat Inggris untuk Palestina setelah pembubaran Kesultanan Ottoman. Secara sistem, surat ini merupakan mandat yang dibentuk oleh negara-negara Sekutu. Namun, kenyataannya, perjanjian ini adalah bentuk kolonialisme dan pendudukan yang terselubung.
Sistem ini mengalihkan kekuasaan dari wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh negara-negara yang kalah dalam perang (Jerman, Austria-Hongaria, Kekaisaran Ottoman, dan Bulgaria) kepada pihak yang menang. Tujuan yang dinyatakan dari sistem mandat ini adalah untuk memungkinkan para pemenang perang untuk mengelola negara-negara baru sampai mereka bisa merdeka.
Namun di tanah Palestina, cukup berbeda dengan mandat-mandat lain pascaperang. Karena, tujuan utama Mandat Inggris adalah untuk menciptakan kondisi bagi pembentukan "rumah nasional" Yahudi, di mana jumlah orang Yahudi kurang dari 10 persen dari populasi pada saat itu.
Inggris Memfasilitasi Imigrasi Orang Yahudi Eropa ke Palestina. Selama awal-awal menjalankan mandat, Inggris mulai memfasilitasi imigrasi orang Yahudi Eropa ke Palestina secara bertahap. Hingga kemudian antara tahun 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat dari sembilan persen menjadi hampir 27 persen dari total populasi.
Dalam Deklarasi Balfour memuat peringatan bahwa "tidak boleh dilakukan apa pun yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina". Namun, pada kenyataannya, mandat Inggris dibuat dengan cara membekali orang-orang Yahudi dengan alat untuk membangun kemandirian. Termasuk memerintah dengan mengorbankan orang-orang Arab Palestina.
Negara yang Terlibat dalam Deklarasi Balfour
Sejarawan mencatat, tak hanya Inggris yang dianggap bertanggung jawab atas Deklarasi Balfour. Sebab, pernyataan tersebut tidak akan dibuat tanpa persetujuan terlebih dahulu dari negara Sekutu lainnya selama Perang Dunia I. Diketahui, gerakan ini juga melibatkan negara Prancis, yang mengumumkan dukungannya sebelum dikeluarkannya Deklarasi Balfour.
Sebuah surat pada bulan Mei 1917 dari Jules Cambon, seorang diplomat Prancis, kepada Nahum Sokolow, seorang Zionis Polandia, mengungkapkan pandangan simpatik pemerintah Prancis terhadap "kolonisasi Yahudi di Palestina". Namun pada akhirnya, Inggris lah yang mengizinkan orang-orang Yahudi untuk mendirikan lembaga-lembaga yang memiliki pemerintahan sendiri, seperti Badan Yahudi.
Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri mereka sendiri membentuk sebuah negara, sementara orang-orang Palestina dilarang melakukannya.
Latar Belakang Deklarasi Balfour
Latar belakang dikeluarkannya Deklarasi Balfour dapat ditelusuri ke tengah-tengah Perang Dunia I pada 1917. Saat itu, Inggris sedang berjuang melawan Kekaisaran Ottoman yang mendukung Blok Sentral. Pemerintah Inggris melihat adanya peluang untuk mendapatkan dukungan dari komunitas Yahudi di berbagai negara, terutama Amerika Serikat dan Rusia, untuk melawan Blok Sentral.
Selain itu, gerakan Zionis yang memperjuangkan pendirian negara Yahudi di Palestina, juga memiliki pengaruh semakin kuat. Dalam konteks ini, Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan politik dan finansial dari komunitas Yahudi, dengan harapan dapat memengaruhi dinamika perang sehingga meraih kemenangan atas Blok Sentral.
Isi Deklarasi Balfour
Pada 2 November 1917, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, mengeluarkan Deklarasi Balfour. Isi Deklarasi Balfour adalah "Pemerintah Britania Raya melihat dengan simpati pendirian tanah air nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina". Deklarasi ini ditujukan kepada tokoh Yahudi Inggris, Lord Lionel Walter Rothschild, yang juga merupakan pendukung kuat gerakan Zionisme.
Inti dari isi Deklarasi Balfour adalah memberikan dukungan dari Pemerintah Britania Raya terhadap pendirian tanah air nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Deklarasi ini menciptakan dasar hukum dan dukungan politik bagi gerakan Zionis yang berupaya untuk mendirikan negara Israel di tanah Palestina. Deklarasi ini juga ditujukan untuk memenuhi aspirasi nasional Yahudi yang telah lama menginginkan kembali tanah leluhur mereka dan membangun negara mereka sendiri di Palestina.
Kontroversi Deklarasi Balfour
Deklarasi Balfour tersebut kemudian memicu kontroversi, sebab perjanjian itu dibuat oleh kekuatan Eropa, tapi untuk urusan wilayah non-Eropa.
"Dibuat oleh kekuatan Eropa ... mengenai wilayah non-Eropa ... dengan mengabaikan kehadiran dan keinginan penduduk mayoritas pribumi di wilayah tersebut," kata mendiang akademisi Palestina-Amerika, Edward Said, dikutip dari Al Jazeera.
1. Menjanjikan Sebuah Tanah
Kontroversi 'Deklarasi Balfour', ialah menjanjikan orang-orang Yahudi sebuah tanah di mana lebih dari 90 persen penduduknya merupakan penduduk asli.
2. Deklarasi Dibuat pada Masa Perang yang Bertentangan
Deklarasi tersebut merupakan salah satu dari tiga janji yang dibuat oleh Inggris pada masa perang yang saling bertentangan. Ketika dibebaskan, Inggris telah menjanjikan kemerdekaan Arab dari Kekaisaran Ottoman melalui korespondensi Hussein-McMahon tahun 1915.
Inggris juga berjanji kepada Prancis, dalam perjanjian terpisah yang dikenal sebagai perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, bahwa sebagian besar wilayah Palestina akan berada di bawah administrasi internasional, sedangkan wilayah lainnya akan dibagi antara dua kekuatan kolonial setelah perang.
Namun deklarasi tersebut berarti bahwa Palestina akan berada di bawah pendudukan Inggris dan orang-orang Arab Palestina yang tinggal di sana tidak akan memperoleh kemerdekaan.
3. Gagasan yang Belum Pernah Ada tentang Rumah Nasional
Kemudian, deklarasi tersebut memperkenalkan sebuah gagasan yang belum pernah ada sebelumnya dalam hukum internasional yaitu "rumah nasional". Penggunaan istilah "rumah nasional" yang tidak jelas bagi orang-orang Yahudi, dan bukan istilah "negara", membuat maknanya terbuka untuk ditafsirkan.
Draf dokumen sebelumnya menggunakan frasa "rekonstitusi Palestina sebagai Negara Yahudi", namun kemudian diubah.
Dalam pertemuan dengan pemimpin Zionis Chaim Weizmann pada tahun 1922, Arthur Balfour dan Perdana Menteri saat itu David Lloyd George, dilaporkan mengatakan bahwa Deklarasi Balfour "selalu berarti sebuah negara Yahudi pada akhirnya".
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.detik.com
https://www.kompas.com
Download
Dikutip dari Al Jazeera, perjanjian Balfour telah dipandang sebagai salah satu yang mempercepat peristiwa Nakba, yakni pembersihan etnis Palestina pada tahun 1948 dan penjajahan yang dilakukan oleh Zionis Israel. Kala itu, kelompok bersenjata Zionis, yang dilatih oleh Inggris, secara paksa mengusir lebih dari 750.000 warga Palestina dari tanah air mereka.
Oleh karena itu, dokumen 'Deklarasi Balfour' ini dianggap sebagai salah satu dokumen paling kontroversial dan diperebutkan dalam sejarah modern dunia Arab dan telah membingungkan para sejarawan selama beberapa dekade.
Apa itu Deklarasi Balfour dan Siapa yang Mengeluarkannya?
Deklarasi Balfour adalah janji publik Inggris pada tahun 1917 yang disampaikan dalam bentuk surat dari Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, yakni Arthur Balfour. Surat perjanjian ini ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris. Surat dibuat selama Perang Dunia I (1914-1918) dan termasuk dalam ketentuan Mandat Inggris untuk Palestina setelah pembubaran Kesultanan Ottoman. Secara sistem, surat ini merupakan mandat yang dibentuk oleh negara-negara Sekutu. Namun, kenyataannya, perjanjian ini adalah bentuk kolonialisme dan pendudukan yang terselubung.
Sistem ini mengalihkan kekuasaan dari wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh negara-negara yang kalah dalam perang (Jerman, Austria-Hongaria, Kekaisaran Ottoman, dan Bulgaria) kepada pihak yang menang. Tujuan yang dinyatakan dari sistem mandat ini adalah untuk memungkinkan para pemenang perang untuk mengelola negara-negara baru sampai mereka bisa merdeka.
Namun di tanah Palestina, cukup berbeda dengan mandat-mandat lain pascaperang. Karena, tujuan utama Mandat Inggris adalah untuk menciptakan kondisi bagi pembentukan "rumah nasional" Yahudi, di mana jumlah orang Yahudi kurang dari 10 persen dari populasi pada saat itu.
Inggris Memfasilitasi Imigrasi Orang Yahudi Eropa ke Palestina. Selama awal-awal menjalankan mandat, Inggris mulai memfasilitasi imigrasi orang Yahudi Eropa ke Palestina secara bertahap. Hingga kemudian antara tahun 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat dari sembilan persen menjadi hampir 27 persen dari total populasi.
Dalam Deklarasi Balfour memuat peringatan bahwa "tidak boleh dilakukan apa pun yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina". Namun, pada kenyataannya, mandat Inggris dibuat dengan cara membekali orang-orang Yahudi dengan alat untuk membangun kemandirian. Termasuk memerintah dengan mengorbankan orang-orang Arab Palestina.
Negara yang Terlibat dalam Deklarasi Balfour
Sejarawan mencatat, tak hanya Inggris yang dianggap bertanggung jawab atas Deklarasi Balfour. Sebab, pernyataan tersebut tidak akan dibuat tanpa persetujuan terlebih dahulu dari negara Sekutu lainnya selama Perang Dunia I. Diketahui, gerakan ini juga melibatkan negara Prancis, yang mengumumkan dukungannya sebelum dikeluarkannya Deklarasi Balfour.Sebuah surat pada bulan Mei 1917 dari Jules Cambon, seorang diplomat Prancis, kepada Nahum Sokolow, seorang Zionis Polandia, mengungkapkan pandangan simpatik pemerintah Prancis terhadap "kolonisasi Yahudi di Palestina". Namun pada akhirnya, Inggris lah yang mengizinkan orang-orang Yahudi untuk mendirikan lembaga-lembaga yang memiliki pemerintahan sendiri, seperti Badan Yahudi.
Tujuannya adalah untuk mempersiapkan diri mereka sendiri membentuk sebuah negara, sementara orang-orang Palestina dilarang melakukannya.
Latar Belakang Deklarasi Balfour
Latar belakang dikeluarkannya Deklarasi Balfour dapat ditelusuri ke tengah-tengah Perang Dunia I pada 1917. Saat itu, Inggris sedang berjuang melawan Kekaisaran Ottoman yang mendukung Blok Sentral. Pemerintah Inggris melihat adanya peluang untuk mendapatkan dukungan dari komunitas Yahudi di berbagai negara, terutama Amerika Serikat dan Rusia, untuk melawan Blok Sentral. Selain itu, gerakan Zionis yang memperjuangkan pendirian negara Yahudi di Palestina, juga memiliki pengaruh semakin kuat. Dalam konteks ini, Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan politik dan finansial dari komunitas Yahudi, dengan harapan dapat memengaruhi dinamika perang sehingga meraih kemenangan atas Blok Sentral.
Isi Deklarasi Balfour
Pada 2 November 1917, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, mengeluarkan Deklarasi Balfour. Isi Deklarasi Balfour adalah "Pemerintah Britania Raya melihat dengan simpati pendirian tanah air nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina". Deklarasi ini ditujukan kepada tokoh Yahudi Inggris, Lord Lionel Walter Rothschild, yang juga merupakan pendukung kuat gerakan Zionisme. Inti dari isi Deklarasi Balfour adalah memberikan dukungan dari Pemerintah Britania Raya terhadap pendirian tanah air nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Deklarasi ini menciptakan dasar hukum dan dukungan politik bagi gerakan Zionis yang berupaya untuk mendirikan negara Israel di tanah Palestina. Deklarasi ini juga ditujukan untuk memenuhi aspirasi nasional Yahudi yang telah lama menginginkan kembali tanah leluhur mereka dan membangun negara mereka sendiri di Palestina.
Kontroversi Deklarasi Balfour
Deklarasi Balfour tersebut kemudian memicu kontroversi, sebab perjanjian itu dibuat oleh kekuatan Eropa, tapi untuk urusan wilayah non-Eropa."Dibuat oleh kekuatan Eropa ... mengenai wilayah non-Eropa ... dengan mengabaikan kehadiran dan keinginan penduduk mayoritas pribumi di wilayah tersebut," kata mendiang akademisi Palestina-Amerika, Edward Said, dikutip dari Al Jazeera.
1. Menjanjikan Sebuah Tanah
Kontroversi 'Deklarasi Balfour', ialah menjanjikan orang-orang Yahudi sebuah tanah di mana lebih dari 90 persen penduduknya merupakan penduduk asli.
2. Deklarasi Dibuat pada Masa Perang yang Bertentangan
Deklarasi tersebut merupakan salah satu dari tiga janji yang dibuat oleh Inggris pada masa perang yang saling bertentangan. Ketika dibebaskan, Inggris telah menjanjikan kemerdekaan Arab dari Kekaisaran Ottoman melalui korespondensi Hussein-McMahon tahun 1915.
Inggris juga berjanji kepada Prancis, dalam perjanjian terpisah yang dikenal sebagai perjanjian Sykes-Picot tahun 1916, bahwa sebagian besar wilayah Palestina akan berada di bawah administrasi internasional, sedangkan wilayah lainnya akan dibagi antara dua kekuatan kolonial setelah perang.
Namun deklarasi tersebut berarti bahwa Palestina akan berada di bawah pendudukan Inggris dan orang-orang Arab Palestina yang tinggal di sana tidak akan memperoleh kemerdekaan.
3. Gagasan yang Belum Pernah Ada tentang Rumah Nasional
Kemudian, deklarasi tersebut memperkenalkan sebuah gagasan yang belum pernah ada sebelumnya dalam hukum internasional yaitu "rumah nasional". Penggunaan istilah "rumah nasional" yang tidak jelas bagi orang-orang Yahudi, dan bukan istilah "negara", membuat maknanya terbuka untuk ditafsirkan.
Draf dokumen sebelumnya menggunakan frasa "rekonstitusi Palestina sebagai Negara Yahudi", namun kemudian diubah.
Dalam pertemuan dengan pemimpin Zionis Chaim Weizmann pada tahun 1922, Arthur Balfour dan Perdana Menteri saat itu David Lloyd George, dilaporkan mengatakan bahwa Deklarasi Balfour "selalu berarti sebuah negara Yahudi pada akhirnya".
Sumber:
https://id.wikipedia.org
https://www.detik.com
https://www.kompas.com
Download
Post a Comment