Agresi Militer Belanda II: Sejarah, Latar Belakang, Kronologi, Akhir, dan Dampaknya

Table of Contents

Sejarah Agresi Militer Belanda II
Sejarah Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II atau Operatie Kraai alias Operasi Gagak adalah serangan yang dilancarkan Belanda pada 19-20 Desember 1948. Agresi Militer Belanda II terjadi setelah diadakannya Perjanjian Renville.

Agresi Militer Belanda II merupakan lanjutan dari konflik antara Indonesia yang baru merdeka dan Belanda yang berupaya menguasai kembali Indonesia. Agresi ini diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. 

Baca Juga: Agresi Militer Belanda I: Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Kronologi, dan Dampaknya

Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Serangan ini pun kemudian meluas ke sejumlah kota di Jawa dan Sumatera.

Latar Belakang Agresi Militer Belanda II

Terdapat beberapa penyebab dan latar belakang pecahnya Agresi Militer Belanda II di antaranya,
Pertama, Belanda merasa tidak puas dengan isi Perjanjian Renville yang telah ditandatangani dengan Indonesia pada tahun 1948.
Ketegangan terus berlanjut setelah perjanjian ini, dengan Belanda merasa bahwa isi perjanjian tersebut lebih menguntungkan pihak Indonesia, sementara Indonesia menganggap bahwa Belanda telah melanggar perjanjian tersebut.

Kedua, Belanda masih memiliki keinginan untuk menguasai Indonesia dan kekayaan alamnya meskipun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya.
Setelah mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, Belanda ingin mengembalikan kekuasaan kolonial mereka di Indonesia.

Ketiga, salah satu tujuan utama Agresi Militer Belanda II adalah menyerang Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, dan menangkap beberapa tokoh penting seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan lainnya.
Belanda berharap dengan menangkap para pemimpin Indonesia, mereka dapat melumpuhkan pusat pemerintahan Indonesia.

Keempat, kondisi politik dan militer Indonesia pada saat itu belum stabil.
Indonesia sedang menghadapi tantangan dalam membangun pemerintahan yang stabil dan mempertahankan keamanan negara. Belanda melihat kondisi ini sebagai kesempatan untuk melancarkan serangan mereka dan menguasai kembali Indonesia.

Kronologi Agresi Militer Belanda II

Dalam Agresi Militer Belanda II, pasukan militer Belanda awalnya menyerang Pangkalan Udara Maguwo agar bisa masuk ke Yogyakarta. Belanda menggempur pangkalan udara itu secara tiba-tiba melalui serangan udara.

Setelah Pangkalan Udara Maguwo lumpuh, Belanda dengan cepat menguasai Yogyakarta. Pemimpin Indonesia saat itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap.

Belanda juga menangkap sejumlah tokoh seperti Sutan Sjahrir, Agus Salim, Mohammad Roem, dan AG Pringgodigdo. Mereka diterbangkan ke tempat pengasingan di Pulau Sumatera dan Pulau Bangka.

Pembentukan Pemerintahan Darurat di Bukittinggi

Sebelum ditangkap, Presiden Soekarno sempat membuat surat kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat sementara.

Soekarno memberikan mandat kepada Syafruddin untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Peralihan pemerintahan ini bertujuan agar Republik Indonesia tidak berhenti dan terus menyusun strategi melawan Belanda.

Presiden Soekarno juga sudah membuat rencana cadangan seandainya Pemerintahan Darurat ini gagal menjalankan tugas pemerintahan.

Soekarno membuat surat kepada Duta Besar RI di New Delhi, India, Sudarsono, Menteri Keuangan AA Maramis dan staf Kedutaan RI LN Palar untuk membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India. Exile Government adalah pemerintah resmi suatu negara yang karena alasan tertentu tidak dapat menggunakan kekuatan legalnya.

Namun, rencana ini tak jadi dilakukan karena PDRI berhasil membentuk pemerintahan sementara pada 22 Desember 1948. Sejak saat itu, tokoh-tokoh PDRI menjadi incaran Belanda.

Namun, PDRI tak gentar dan menyusun sejumlah perlawanan dengan membentuk lima wilayah pemerintahan militer di Sumatera yakni di Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Perlawanan terhadap belanda juga dibantu berbagai laskar di Jawa.

Serangan Belanda yang terus digencarkan justru mendapat kecaman dari dunia internasional. PBB mendesak Belanda membebaskan pemimpin Indonesia dan kembali memenuhi Perjanjian Renville.

Belanda pun membebaskan Soekarno dan Hatta pada 6 Juli 1949. Pemerintahan pun kembali pulih pada 13 Juli 1949. Belanda dan Indonesia juga merundingkan perjanjian Roem Royen.

Akhir Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II baru berakhir setelah Indonesia dan Belanda duduk bersama dalam Perjanjian Roem Royen. Perjanjian ini mengakhiri aksi militer Belanda dan mengakui kedaulatan Indonesia.

Gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda disepakati dan Agresi Militer Belanda II secara resmi berakhir pada Mei 1949.

Dalam sejarah Agresi Militer Belanda II, bangsa Indonesia mengambil hikmah dan pembelajaran berharga. Peristiwa tersebut mengingatkan akan betapa mahalnya harga kemerdekaan dan pentingnya untuk menjaga persatuan demi masa depan yang lebih baik.

Dampak Agresi Militer Belanda II

Dampak dari Agresi Militer Belanda II dapat dirangkum sebagai berikut:

Dampak Negatif bagi Indonesia:

1. Terjadinya banyak korban tewas dari pihak TNI, termasuk warga sipil.
2. Beberapa tokoh penting Indonesia tertangkap dan diasingkan di luar Jawa.
3. Terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.
4. Wilayah Republik Indonesia semakin menyempit akibat keberhasilan Belanda dalam menguasai Yogyakarta.
5. Penyerahan kedaulatan dari Indonesia ke Belanda.
6. Belanda mendirikan banyak negara boneka di Indonesia.

Dampak Negatif bagi Belanda:

1. Belanda mendapat kecaman dari dunia internasional karena terus menerus menyerang Indonesia, sehingga PBB mendesak Belanda untuk membebaskan para pemimpin yang ditangkap dan kembali mematuhi Perjanjian Renville.
2. Perlawanan yang dilakukan oleh TNI, seperti Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta, membuat Belanda kesulitan dalam menguasai wilayah Indonesia.

Dampak Positif bagi Indonesia:

1. Agresi Militer Belanda II meningkatkan semangat perjuangan rakyat Indonesia.
2. Indonesia mendapatkan simpati dari dunia internasional atas perlawanan yang dilakukan terhadap agresi Belanda.

Sumber:
https://www.cnnindonesia.com
https://www.orami.co.id
https://kumparan.com

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment