Robert K. Merton: Biografi dan Teori Fungsionalisme Strukturalnya

Table of Contents

Biografi Robert King Merton

Biografi Robert K. Merton

Robert King Merton lahir di Meyer Robert Schkolnick  Philadelphia , Pennsylvania, AS 4 Juli 1910. Robert Merton adalah seorang sosiolog Amerika yang dianggap sebagai bapak pendiri sosiologi modern, dan kontributor utama pada subbidang kriminologi.

Merton banyak menimba ilmu dari guru-gurunya selama menempuh pendidikan Sarjana seperti P. A Sorokin, yang mengorientasikan lebih luas pada pemikiran sosial Eropa. Di samping itu Merton juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran gurunya Talcott Parsons, dan L.J Henderson mengajarkan Merton tentang bagaimana melakukan penyelidikan berdisiplin terhadap sesuatu yang terasa sebagai ide yang menarik.

Robert Merton menjabat sebagai presiden ke-47 dari American Sociological Association. Dia menghabiskan sebagian besar kariernya mengajar di Universitas Columbia, di mana ia memperoleh pangkat Profesor Universitas. Pada tahun 1994 ia dianugerahi National Medal of Science atas kontribusinya mendirikan sosiologi sains.

Kontribusi Merton terhadap sosiologi terbagi dalam tiga bidang: (1) sosiologi sains; (2) sosiologi kejahatan dan penyimpangan; (3) teori sosiologi. Dia mengembangkan konsep-konsep penting, seperti "konsekuensi yang tidak diinginkan", "kelompok referensi", dan "ketegangan peran", tetapi mungkin paling dikenal dengan istilah "panutan" dan "ramalan yang terwujud dengan sendirinya".

Robert Merton wafat tanggal 25 Februari 2003 2003 pada umur 92 di Kota New York, AS.

Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton

Model analisa fungsional Merton merupakan hasil perkembangan pengetahuannya yang menyeluruh tentang ahli-ahli teori klasik. Ia menggunakan penulis-penulis besar seperti Max Weber, William I. Thomas dan E. Durkheim sebagai dasar bagi karyanya.

Di permukaan mungkin terlihat bahwa Merton sendiri tidak memiliki suatu teori yang bulat, mengingat ia hanya menulis esei-esei yang mencoba menyempurnakan berbagai aspek tulisan-tulisan klasik. Akan tetapi di dalam keseluruhan tulisan-tulisannya kita menemukan suatu tema yang menonjol yaitu, arti penting memusatkan perhatian pada struktur sosial dalam analisa sosiologis.

Karya awal Merton sangat dipengaruhi Weber, seperti yang terlihat dalam disertasi doktoralnya yang menganalisa perkembangan ilmu pada abad ke-17 di Inggris. Di sini Merton meneliti hubungan antara Protestanisme dan perkembangan ilmu, yang dalam banyak hal sama dengan karya klasik Weber ketika ia menunjukkan korelasi antara Etika Protestan dan perkembangan kapitalisme.

Di dalam menganalisa berbagai tulisan dari British Royal Society Merton menunjukkan bahwa beberapa elemen etika protestan terkandung di dalam dunia kegiatan keilmuan dan sangat membekas pada sikap-sikap para ilmuwan terhadap pekerjaan mereka.

Pengaruh Weber dapat dilihat dalam batasan Merton tentang birokrasi. Mengikuti Weber, Merton mengamati beberapa hal berikut ini dalam organisasi birokrasi modern.
1. Birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal
2. Ia meliputi suatu pola kegiatan yang memiliki batas-batas yang jelas
3. Kegiatan-kegiatan tersebut secara ideal berhubungan dengan tujuan-tujuan organisasi
4. Jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan ke dalam keseluruhan struktur birokratis
5. Status-status dalam birokrasi tersusun ke dalam susunan yang bersifat hierarkis
6. Berbagai kewajiban serta hak-hak di dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang terbatas serta terperinci
7. Otoritas pada jabatan, bukan pada orang
8. Hubungan-hubungan antara orang-orang dibatasi secara formal

Organisasi-organisasi berskala besar, termasuk universitas atau akademi, memberikan ilustrasi yang baik tentang model birokrasi yang diuraikan oleh Weber dan Merton.

Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur, akan tetapi terus membahas kepribadian sebagai produk organisasi struktural tersebut. Struktur birokratis memberi tekanan terhadap individu sehingga mereka menjadi disiplin, bijaksana, metodis. Tetapi tekanan ini kadang-kadang menjurus pada kepatuhan mengikuti peraturan secara membabi buta tanpa mempertimbangkan tujuan dan fungsi-fungsi untuk apa aturan-aturan tersebut pada mulanya dibuat.

Walaupun aturan-aturan tersebut dapat berfungsi bagi efisiensi organisasi, tetapi aturan-aturan yang demikian dapat juga memberikan fungsi yang negatif dengan menimbulkan kepatuhan yang berlebih-lebihan. Hal ini bisa menjurus pada konflik atau ketegangan antara birokrat dengan orang-orang yang harus mereka layani.

Setiap mahasiswa sangat mungkin sudah pernah menghadapi beberapa masalah birokrasi di dalam lembaga-lembaga mereka. Ambillah contoh seorang mahasiswa yang mencoba meminjam buku cadangan yang hanya bisa dibaca di perpustakaan, pada saat perpustakaan tersebut akan tutup dan berjanji akan mengembalikan pada hari berikutnya pada saat perpustakaan sudah buka kembali.

Pegawai perpustakaan, yang menolak permintaan itu, harus tunduk pada peraturan bahwa buku tersebut tidak diedarkan di luar perpustakaan. Sang mahasiswa menjadi bingung, sebab ia tahu benar bahwa tak seorang pun akan membaca buku itu setelah perpustakaan tutup. Akan tetapi peraturan tetap peraturan, dan pegawai menganggap bahwa mereka harus mematuhinya.

Struktur birokratis dapat melahirkan tipe kepribadian yang lebih mematuhi peraturan-peraturan tertulis daripada semangat untuk apa peraturan tersebut ditetapkan. Merton mengusulkan suatu penelitian empiris mengenai dampak birokrasi terhadap kepribadian yang akan menunjukkan saling ketergantungan.

Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya-karya Merton. Tema ini selanjutnya diilustrasikan oleh tulisan lain yang sering dikutip oleh Merton, yaitu ramalan yang terpenuhi karena kekuatannya sendiri (The self fulfilling prophecy), yang merupakan penyempurnaan pernyataan klasik dari W.I Thomas: bila orang menganggap situasi yang ia hadapi sebagai hal yang riil, maka konsekuensinya pun akan menjadi riil pula.

Merton menyatakan, pada mulanya The self fulfilling prophecy adalah merupakan anggapan yang keliru tentang definisi situasi yang kemudian menimbulkan suatu perilaku baru dengan akibat konsepsi yang pada mulanya keliru itu akhirnya menjadi kenyataan. Sekali lagi, strukturlah yang bertanggungjawab atas perilaku orang.

Kegagalan bank selama zaman melaise tahun 1929, misalnya, untuk sebagian disebabkan oleh karena definisi situasi yang menyebabkan orang meninggalkan bank yang akhirnya diikuti dengan bangkrutnya bank tersebut. Merton meluaskan prinsip yang sama dalam menilai kelompok-kelompok etnis dan efek sosial evaluasi ini oleh kelompok dalam (in-group) atas kelompok luar (out-group).

Seperti halnya dengan Federal Deposit Insurance Corporation dan perundang-undangan bank lainnya yang mampu menenangkan kegelisahan masyarakat dan merintangi kemungkinan kegagalan lebih lanjut dari bank tersebut, pengendalian-pengendalian kelembagaan pun dapat juga dipakai untuk mengatur pertikaian di antara kelompok etnis. Menurut Merton The Self-fulfilling prophecy hanya berlaku bilamana pengendalian kelembagaan (institutional control) tersebut tidak ada.

Tema dampak lembaga terhadap kehidupan anggotanya juga dikemukakan Merton dalam buku Social Structure and Anomie (1938).

Di sini Merton berusaha menunjukkan bagaimana sejumlah struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih menunjukkan kelakuan non konfromis ketimbang konfromis (Merton 1938:672). Anomie (suatu konsep yang diambil dari karya Durkheim) adalah hasil dari keadaan yang tidak serasi antara tujuan-tujuan kultural dan sarana kelembagaan yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

Di dalam masyarakat kita sukses keuangan sebagaimana ditunjukkan oleh konsumsi mewah dan berlebihan dapat dianggap sebagai tujuan kultural. Sedang sarana yang sudah melembaga (institusionalized) dapat berupa pekerjaan dengan gaji yang tinggi.

Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultural tersebut. Yang kita alami bisanya adalah situasi konformitas di mana sarana yang sah digunakan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Tetapi apabila tujuan kultural dan sarana kelembagaan tidak sejalan, maka hasilnya adalah anomie dan non-konformitas.

Banyak dari yang kita sebut kejahatan adalah hasil dari anomie. Anak muda kelas bawah yang menjadi pengedar morfin dengan maksud untuk membeli busana mewah dan mobil baru, pemegang buku melakukan penggelapan untuk membeli rumah mewah demi keluarganya, dan mahasiswi panggilan yang terbisa menganggap kemewahan yang diperoleh melalui profesi melanggar hukum sebagai bagian dari kehidupannya, adalah beberapa contoh dari situasi non-konformis.

Tujuan yang diinginkan oleh si anak muda pemegang buku, dan sang mahasiswi, dianjurkan setiap hari melalui advertensi-advertensi media massa. Sarana-sarana untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut dilihat sebagai tindak kejahatan. Dengan demikian anomie bukan merupakan konsep psikologis yang dapat dijelaskan lewat teori psikologi; konsep ini lebih merupakan masalah struktural dan kultural yang menuntut penjelasan sosiologis.

Walaupun perhatian sosiologis Merton berubah-ubah, kita telah menunjukkan bahwa banyak dari esai-esainya menaruh perhatian sangat besar di seputar masalah-masalah struktural. Penafsiran mengenai ahli teori klasik dengan fokus struktur sosial jelas menunjukkan orientasi strukturalnya. Postingan berikutnya adalah paradigma klasik analisa fungsional dari Robert K. Merton.

Sumber.
Poloma, Margaret. M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. PT. RajaGrafindo Perkasa

Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Download

Lihat Juga:

1. Robert K. Merton. Paradigma Analisa Fungsional
2. Robert K. Merton. Anomie Theory (Teori Anomi)
3. Fungsionalisme Struktural
4. Teori-Teori Perilaku Menyimpang
5. Membership Group dan Reference Group

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment