Perdagangan Manusia (Human Trafficking): Pengertian, Modus, Penyebab, dan Bentuknya

Table of Contents

Pengertian Perdagangan Manusia atau Human Trafficking

Pengertian Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

Perdagangan manusia (human trafficking) adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Perdagangan manusia merupakan bentuk lain dari perbudakan manusia. Korban dalam kejahatan ini dapat berupa laki-laki maupun perempuan dari segala usia dan dari semua latar belakang.

Para pelaku perdagangan manusia sering kali menggunakan kekerasan atau agen ketenagakerjaan yang curang serta memberikan janji palsu akan pendidikan dan kesempatan kerja untuk menipu korbannya. Maka dari itu perdagangan manusia merupakan kejahatan terhadap individu yang membahayakan martabat manusia.

Perdagangan manusia dapat menjadi tindak kriminal lintas negara, umumnya berupa penyelundupan manusia melalui perbatasan tidak resmi. Dalam proses penyelundupan itu para korban dipaksa untuk meninggalkan tempat asalnya. 

Baca Juga: Pengertian Kejahatan Transnasional, Jenis, dan Dampaknya

Perdagangan manusia adalah tindak kriminal lintas negara ketiga terbesar di dunia setelah perdagangan narkoba dan senjata. Selain itu dalam beberapa penelitian, perdagangan manusia dikatakan sebagai aktivitas kriminal terorganisir paling pesat di dunia perkembangannya.
 
Berdasarkan laporan tahunan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 2018-2019, ada beberapa negara dengan predikat terburuk dalam menangani kasus perdagangan manusia. Negara-negara dengan predikat terburuk dalam menangani perdagangan manusia antar lain: Belarusia, Rusia, Iran, dan Turkmenistan.

Kasus perdagangan manusia juga masih marak terjadi di Indonesia. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa sejak 2017 hingga (Oktober) 2022, tercatat ada 2.356 laporan korban tindak pidana perdagangan orang atau perdagangan manusia. 

Baca Juga: Pengertian Kejahatan Terorganisir (Organized Crime)

Sebanyak 50,97% dari korban perdagangan manusia merupakan anak-anak, 46,14% merupakan korban perempuan, dan 2,89% merupakan laki-laki.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah telah memberikan upaya dalam mengatasi masalah tersebut dengan mendirikan gugus tugas penanganan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang di ketuai oleh menteri koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Upaya utama dalam Gugus Tugas TPPO ini adalah penanganan dan pemulangan korban trafficking bekerja sama dengan Instansi dan LSM terkait yang disebut sebagai Pusat Pelayanan Terpadu (PPT).

Perlindungan korban perdagangan manusia di Indonesia diatur dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 55 Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Perlindungan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum. Artinya untuk memberikan perlindungan dasar kepada korban.

Selain diwujudkan dalam bentuk dipidananya pelaku, korban tindak pidana perdagangan manusia juga diberikan hak-hak sebagai berikut: Hak kerahasiaan identitas korban tindak pidana perdagangan orang dan keluarganya sampai derajat kedua. Hal untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman yang membahayakan diri, dan/atau hartanya.

Kemudian, Hak untuk mendapatkan restitusi. Hak untuk memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah. Korban yang berada di luar negeri berhak dilindungi dan dipulangkan ke Indonesia atas biaya Negara. 

Baca Juga: Pengertian Rehabilitasi dan Rehabilitasi Sosial

Perdagangan Manusia (Human Trafficking) dari Beberapa Referensi

National Human Trafficking Hotline yang dimaksud perdagangan orang yaitu perdagangan manusia merupakan salah satu kasus kejahatan yang terjadi di lintas negara ketika pelaku menggunakan kekerasan, penipuan, atau paksaan untuk mengendalikan orang lain dengan tujuan (untuk) melakukan tindakan komersialisasi seks atau meminta tenaga kerja atau layanan yang bertentangan dengan keinginannya.

Untuk kasus pekerja seks di bawah umur 18 tahun, tidak diperlukan unsur kekerasan, penipuan, atau paksaan tetapi tetap dianggap sebagai tindak pidana perdagangan manusia.

Departemen Keamanan Pemerintah Amerika Serikat, Homeland Security perdagangan manusia kerap melibatkan kekerasan dan paksaan yang tujuannya adalah eksploitasi, yang tujuannya satu, yakni untuk mendapatkan keuntungan ekonomi bagi pelaku. Selain menggunakan kekerasan dan paksaan, pelaku juga bisa menjerat korban dengan manipulasi dan penipuan dengan iming-iming keuntungan.

Protokol Palermo, ayat tiga definisi aktivitas transaksi perdagangan manusia pada umumnya meliputi perekrutan, pengiriman, pemindah-tanganan, atau penampungan atau penerimaan orang.

Disadur dari buku Human Trafficking: In the Shadows of the Law (2018) oleh Foo Yen Ne, perdagangan manusia adalah perekrutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang melalui paksaan, penipuan dengan tujuan memanfaatkan mereka untuk mendapat keuntungan.

Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 mendefinisikan perdagangan orang atau perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Modus Perdagangan Manusia (Human Trafficking) di Indonesia

Harkrisnowo (dalam Novianti, 2014: 55), modus perdagangan orang sangat beragam, beberapa di antaranya,
1. Pengiriman TKI ke luar negeri tanpa adanya dokumen resmi. Sebagian bahkan memalsukan dokumen resmi dengan dalih kegiatan legal, misalnya misi budaya.
2. Penempatan kerja di dalam negeri untuk dieksploitasi secara seksual.
3. Penyelenggaraan perkawinan berbatas waktu tertentu sebagai cara legalisasi hubungan seksual dengan kompensasi finansial, contohnya berupa kawin kontrak antara pekerja asing dengan perempuan Indonesia.
4. Penyelenggaraan perkawinan antarnegara melalui pesanan, yang mana pihak perempuan tidak mengetahui kondisi dari calon suaminya.
5. Perekrutan anak-anak menjadi pekerja di jermal (bangunan tempat mencari ikan di daerah pantai) dengan upah yang minim dan kondisi kerja yang mengancam kesehatan, mental, dan moral.
6. Pengangkatan bayi tanpa proses yang benar.

Faktor Penyebab Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

Menurut Nugroho dan Roesli dalam Jurnal Bina Mulia Hukum, ada tiga alasan yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan manusia di antaranya,
1. Kemiskinan
Perdagangan orang dan kemiskinan berkaitan erat. Pelaku tentu saja mengincar motif ekonomi agar tidak terjerat kemiskinan. Sementara para korbannya, diiming-imingi sejumlah hal untuk dapat keluar dari kemiskinan. Misalnya, tawaran bekerja di luar negeri dengan gaji fantastis, tawaran menikah paksa agar kondisi ekonomi membaik, dan lainnya.

2. Rendahnya tingkat pendidikan
Diterangkan Nugroho dan Roesli, meski bukan jaminan, seseorang dengan pengetahuan dan wawasan yang cukup tidaklah mudah ditipu atau dikelabui. Pasalnya, meski awam terhadap administrasi, kemampuan membaca dan mempelajari dokumen secara singkat dapat meminimalisir adanya penipuan atau kecurangan.

3. Dipaksa dengan Kekerasan
Faktor ketiga ini masuk dalam kategori anarkis. Korban, sebagaimana dipaparkan Nugroho dan Roesli, pun akan merasakan beban psikologis yang lebih membekas. Umumnya, korban-korban yang dipaksa dengan kekerasan merupakan perempuan yang kebanyakan dipaksa “bekerja” sebagai budak seks, mucikari, germo, majikan, dan lain-lain.

Bentuk Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

Bentuk perdagangan manusia secara rinci dapat digolongkan ke dalam tiga kategori di antaranya,
1. Berdasarkan tujuan pengiriman
Berdasarkan tujuan pengirimannya, terbagi atas perdagangan dalam negeri dan luar negeri. Umumnya, perdagangan dalam negeri berlangsung dari kota kecil ke kota besar. Bentuk-bentuknya, antara lain eksploitasi domestik, eksploitasi seks komersial, kerja paksa di lahan pertanian, pertambangan, dan perikanan.

Kemudian, perdagangan dalam lintas negara atau luar negeri umumnya berkaitan dengan isu imigrasi. Para korban umumnya diiming-imingi dan berharap untuk mendapatkan pekerjaan baru dan kehidupan yang lebih baik. Kerja di luar negeri dianggap sebagai prestise dan memiliki hasil yang menjanjikan. Namun, sebagian di antaranya justru dieksploitasi dan kehilangan hak asasi serta kebebasannya.

2. Berdasarkan korbannya
Berdasarkan korban, perdagangan orang dapat dibedakan atas perdagangan perempuan, anak, dan pria. Kathryn (dalam Syamsudin, 2020:21) menerangkan bahwa perempuan adalah kelompok yang paling rentan diperdagangkan, khususnya untuk eksploitasi seksual, perbudakan domestik, dan perkawinan paksa.

Kemudian terkait perdagangan anak, yang paling banyak diperdagangkan adalah bayi untuk adopsi ilegal dan remaja berusia 15 hingga 17 tahun. Kelompok usia ini umumnya dieksploitasi secara ekonomi dan dijadikan pengemis, eksploitasi seksual dan pornografi, serta eksploitasi tenaga sebagai tentara anak.

Perdagangan anak tidak melulu sebatas anak “dijual” kepada orang lain. Seorang anak dapat dikategorikan sebagai korban perdagangan manusia jika berada dalam kondisi kerja paksa.

3. Berdasarkan bentuk eksploitasinya
Berdasarkan bentuk eksploitasinya, perdagangan manusia dibedakan atas eksploitasi seksual dan eksploitasi non-seksual. Eksploitasi seksual ini dibedakan atas pelacuran paksa, kawin paksa, dan kawin lewat perantara. Sedangkan eksploitasi non-seksual dibedakan atas kerja paksa dan perdagangan organ tubuh.

Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_manusia
https://www.hukumonline.com/berita/a/perdagangan-manusia-lt620cbae1b8865/
https://www.kompas.com/skola/read/2022/08/02/143000069/perdagangan-manusia-pengertian-faktor-dan-perlindungan-korban?page=all

Download

Lihat Juga:

Materi Sosiologi SMA

Materi Sosiologi SMA Kelas XI Bab 2: Permasalahan Sosial Akibat Pengelompokan Sosial (Kurikulum Merdeka)

1. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.1 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
2. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.2 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
3. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 2.3 Permasalahan Sosial dalam Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
4. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 2. Permasalahan Sosial (Kurikulum 2013)
5. Materi Ujian Nasional Kompetensi Permasalahan Sosial

 

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment