Perang Dunia I (PD1): Pengertian, Negara yang Terlibat, Penyebab, Sejarah, dan Dampaknya

Table of Contents

Pengertian Perang Dunia I atau PD1

Pengertian Perang Dunia I (PD1)

Perang Dunia I (PD1) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang Dunia I adalah konflik paling mematikan keenam dalam sejarah dunia.

Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah. Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas.

Perang Dunia I melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu dan Blok Sentral. Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang.

Berdasarkan buku Sejarah Lengkap Perang Dunia I 1914-1918 oleh Alfi Arifian, sosok Raja Inggris yakni Raja Edward VII disebut sebagai sang 'arsitek' pembuat Perang Dunia I. Terlebih pada masa itu, Inggris merupakan salah satu negara adidaya Eropa dengan Imperium Britania.

Imperium Britania adalah kondisi di mana Inggris telah menggenggam seperempat negara-negara yang memiliki lahan area populasi produktif seluruh dunia. Melalui Imperium Britania, Raja Edward VII mengeksploitasi daerah koloninya dengan pembangunan jalur kereta api dan intervensi bidang teknologi yang berakhir bersinggungan dengan Jerman.

Negara yang Terlibat Perang Dunia I (PD1)

Perang Dunia I diikuti oleh negara-negara besar Eropa yang masuk dalam aliansi blok Triple Entente dan Triple Alliance.

Triple Entente merupakan skema Britania Raya untuk menghadapi kekuatan baru yang dibangun oleh Kaisar Wilhelm II dari Jerman, sampai-sampai Britania Raya rela melepaskan gengsinya dengan mengadakan penandatanganan Entente (ikatan nonaliansi), mengakhiri fase splendid isolation karena ketakutan menghadapi geliat Jerman.

Jerman saat itu semakin meraksasa di kawasan Eropa kontinental dan mengancam kedudukannya sebagai penyangga balance of power, serta hegemoni koloni dunia.

Entente dari Britania Raya adalah Prancis, meskipun keduanya sempat bersitegang dalam Insiden Fashoda, yang menjadi taktik diplomatis dengan memanfaatkan kemarahan Prancis. Hal ini dikarenakan wilayah Alsace-Lorraine dianeksasi ke dalam wilayah Kekaisaran Jerman, pasca German Unification (Penyatuan Konfederasi Jerman Utara dan Selatan). Sebagai hasil Perjanjian Frankfurt karena Prancis kalah perang dalam seri Perang Franco-Prussia 1871.

Sementara Entente Britania Raya dengan Kekaisaran Rusia merupakan “permainan cantik” dari Britania Raya setelah mengetahui bahwa Kekaisaran Wilhelm II telah memecat sang arsitek diplomatik Jerman, Kanselir Otto von Bismarck, serta menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi yang telah ditandtangani sebelumnya.

Jerman malah memperbarui perjanjian aliansi Triple Alliance. Pengganti Otto di sisi lain juga kurang cakap dan sang kaisar memiliki temperamen tidak jelas: antara humanis, haus darah, atau bodoh akibat inferioritasnya atas hegemoni Britania Raya sebelumnya di Eropa.

Kaisar Wilhelm II juga menerapkan kebijakan Weltpolitik yang semakin memicu aksi gerak cepat Britania Raya meruntuhkan berbagai kemungkinan terbangunnya koalisi negara besar Eropa manapun dengan Jerman.

Kekaisaran Rusia memang sempat bersitegang dengan Britania Raya perihal Balkan, yaitu ketika hendak membuka jalur Selat Dardanelles yang mengancam kepentingan kolonial Britania Raya di wilayah Timur-Tengah. Namun, akhirnya atas desakan Prancis dan berbagai pertimbangan lain (termasuk kedekatan Jerman dengan Austro-Hongaria yang menjadi musuh Kekaisaran Rusia), Kekaisaran Rusia menerima bergabung dengan Britania Raya.

Triple Alliance di sisi lain merupakan proses panjang aliansi yang berawal dari aliansi Holy Alliance antara Kekaisaran Rusia, Prusia, dan Austria yang ditandatangani di Paris pada 26 September 1815, pasca jatuhnya Kekaisaran Prancis Pertama atau berakhirnya Perang Napoleon.

Penyebab Perang Dunia I (PD1)

Perang Dunia I terjadi di Eropa mulai tahun 1914 dan berakhir pada 1918. Salah satu faktor utama yang menyebabkan peperangan negara-negara Barat ini dipicu oleh persaingan industri dan militer antara Jerman dengan Britania Raya.

Negara-negara yang kemudian merasakan memerlukan teman ketika berhadapan dengan musuh akhirnya membangun kubu-kubu (aliansi). Saat itu, ada dua kubu yang saling berhadapan, yaitu Triple Alliance dan Triple Entente.

Perang Dunia I akhirnya meledak ketika putra mahkota Austro-Hongaria, Franz Ferdinand, terbunuh. Hal ini menyebabkan pihak Austro-Hongaria bersama Triple Alliance melakukan serangan terhadap Prancis. Dalang di balik peristiwa tersebut diduga dimotori oleh Serbia.

Britania Raya yang berusaha mendamaikan melalui dialog ternyata kalah suara dari Jerman, sedangkan Austro-Hongaria di pihak lain ingin berperang. Jerman bersama Austro-Hongaria melancarkan serangan ke Belgia yang terikat perjanjian dengan Prancis dan Britania Raya.

Hal ini memicu Prancis dan Britania Raya akhirnya harus mau ikut serta dalam perang. Pada 1915, Italia membelot ke Triple Entente dan meninggalkan Triple Alliance karena dijanjikan mendapat wilayah Dalmatia yang saat itu diduduki oleh Austro-Hongaria.

Setelah itu, Turki Utsmani memutuskan untuk bergabung bersama Triple Alliance karena merasa mempunyai musuh yang sama, yaitu Kekaisaran Rusia. Dengan demikian, Perang Dunia I melibatkan dua kubu aliansi, yaitu Triple Alliance yang dimotori oleh Jerman, Austro-Hongaria, Turki Usmani, dan Bulgaria, melawan Triple Entente yang dimotori oleh Britania Raya, Kekaisaran Rusia, Prancis, Italia, dan beberapa negara lainnya.

Perang ini akhirnya meluas hingga melibatkan Amerika Serikat. Amerika mengecam tragedi tenggelamnya Kapal Lusitania pada 1915 yang di dalamnya terdapat warga negaranya. Kapal tersebut ternyata tenggelam akibat ulah serangan Jerman.

Amerika akhirnya ikut turun ke peperangan dengan merapat ke Triple Entente. Kekaisaran Rusia ternyata memilih menarik diri di tengah peperangan, tepatnya pada 1917. Penarikan diri ini disebabkan oleh situasi negaranya yang tidak kondusif.

Pada 1918, muncul Perjanjian Brest-Litovsk yang isinya menyatakan bahwa Kekaisaran Rusia lepas tangan dari Perang Dunia I. Selanjutnya, terjadi “Serangan Seratus Hari” pada 1918 yang diluncurkan kubu Triple Entente. Garis pertahanan Jerman di Front Barat mendapatkan serangan hebat.

Jerman pun akhirnya menyerah. Pernyataan kekalahan itu akhirnya diikuti oleh negara-negara lain yang tergabung di Triple Alliance. Bulgaria, Turki Utsmani, dan Austro-Hongaria secara bergiliran akhirnya mengibarkan bendera putih. Perang Dunia I pun resmi berhenti pada 11 November 1918.

Sejarah Peperangan

Gambaran mengenai proses menuju teater konflik Perang Dunia I memuat peristiwa, antara lain:
1879: Terbentuknya Dual Alliance (Aliansi Ganda) antara Jerman dan Austria
Sebuah upaya dari Otto von Bismarck, Kanselir Jerman (1871–1890), dalam membangun jaring diplomatik internasional sebagai desain dari permainan politiknya untuk mengamankan Jerman. Aliansi ini bertujuan untuk menghambat ekspansi dari Kekaisaran Rusia.

Selain itu, aliansi ini juga didirikan sebagai dukungan Jerman terhadap Austria yang sedang berseteru dengan Kekaisaran Rusia, yang tengah mengupayakan ekspansi di Balkan.

1882: Terbentuknya Triple Alliance (Aliansi Tiga)
Jaring diplomatik Otto von Bismarck, yang elemen kuncinya terletak di Triple Alliance menghubungkan antara Jerman, Austro–Hongaria, dan Italia.

Tujuan utama dari pembentukan aliansi ini adalah untuk terus mengisolasi Prancis, yang dikalahkan oleh Konfederasi Jerman Utara (Kerajaan Prusia) pada 1870 dalam seri Perang Franco-Prussia. Kesediaan Italia bergabung karena ambisinya atas Mediterania dan Afrika yang dikonfrontasi oleh Prancis.

1887: Reinsurance Treaty (Perjanjian Reasuransi)
Perjanjian dilakukan antara Jerman dan Kekaisaran Rusia, yang isinya keduanya berjanji akan bersikap netral jika salah satu terlibat perang dengan salah satu kekuatan besar Eropa, yaitu Britania Raya dan Prancis.

1888: Wilhelm II naik takhta Kekaisaran Jerman
Kehadirannya di atas singgasana pada 1888 telah mengubah situasi politik internasional secara drastis. Setelah dia memecat Otto von Bismarck pada 1890, Jerman mengeluarkan kebijakan internasional yang baru.

Hal ini terjadi bukan dikarenakan sang kaisar tergolong manusia haus darah yang selalu menginginkan perang. Namun, lebih kepada sikap inferioritasnya terhadap kekuasaan Britania Raya di kawasan kontinental sebagai penyangga keseimbangan kekuatan di Eropa.

Kaisar Wilhelm menjadikan Jerman sebagai raksasa ekonomi, militer, dan maritim di kawasan kontinental Eropa, sehingga dia harus berani membuat kebijakan Weltpolitik, yaitu suatu kebijakan yang lebih ambisius dan agresif dibandingkan kebijakan buatan Kanselir Bismarck.

Kebijakan itu pada akhirnya memicu reaksi defensif lebih cepat dari negara lain yang sebelumnya merasa terancam oleh kehadiran Jerman sebagai kekuatan baru di Eropa kontinental, yaitu Britania Raya. Selain itu, Britania Raya telah merancang skema lebih cepat untuk meruntuhkan Jerman melalui Perang Dunia I.

1890: Jerman menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi
Kaisar Wilhelm II menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi setelah memecat Bismarck. Hal ini dipandang sebagai blunder dalam diplomasi. Kesalahan fatal ini pun membuat Jerman gagal mengisolasi Prancis, yang beraliansi dengan Kekaisaran Rusia setelahnya. Satu-satunya harapan aliansi Jerman adalah Austro-Hongaria.

1893: Aliansi Prancis–Kekaisaran Rusia
Kebijakan agresif Kaisar Wilhelm II memicu penandatanganan perjanjian militer yang dibangun sebagai kerja sama militer saling menguntungkan melawan Jerman, yang sudah diprediksi oleh Otto von Bismarck, yaitu antara Kekaisaran Rusia dan Republik Prancis.

Hal ini dikarenakan kebodohan Kaisar Wilhelm II yang enggan memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Kekaisaran Rusia, padahal Kekaisaran Rusia sudah menawarkan perpanjangan kontrak dengan Wilhelm II, yang dimungkinkan akan mengamankan Jerman di front timur.

Prancis lantas merespons dengan cepat. Aliansi ini praktis mengakhiri sistem diplomatik yang didesain oleh Bismarck. Prancis pun telah keluar dari zona isolasi yang dirancang oleh Jerman melalui Triple Alliance.

1891: Splendid Isolation (Isolasi Ketat)
Suatu kebijakan yang diterapkan oleh Britania Raya sejak hasil Kongres Wina yang membangun era Pax Britannica sebagai satu-satunya penguasa jalur maritim dan berlangsung antara 1860–1904. Istilah ini populer tahun 1891.

Britania Raya adalah kekuatan nonaliansi Eropa satu-satunya yang mampu menikmati keamanan sebagai negara pemilik armada laut terbesar di dunia yang terlindungi oleh hegemoninya atas laut karena posisinya sebagai negara maritim.

1902: Anglo–Japanese Alliance (Aliansi Britania Raya–Jepang)
Britania Raya dan Jepang menandatangani perjanjian bahwa Jepang akan bersikap netral untuk mengkonter adanya kemungkinan ancaman Kekaisaran Rusia terhadap India (wilayah protektorat Britania Raya). Peristiwa ini menandai berakhirnya masa splendid isolation.

1904: Entente Cordiale, Anglo–French Alliance (Aliansi Britania Raya–Prancis)
Berkat hegemoni ekonomi, laut, dan kolonial, Britania Raya sejak lama tidak membutuhkan aliansi dengan negara-negara kekuatan besar di kawasan Eropa kontinental, yaitu antara tahun 1860–1904.

Istilah yang sangat umum saat itu adalah kebijakan splendid isolation yang diperkenalkan oleh Viscount Goschen, seorang First Lord of Admiralty (1871–1874, 1895–1900).

Britania Raya sudah mandiri secara ekonomi dan militer lantaran hegemoninya telah menggenggam seperempat dunia. Namun, kebijakan internasional Jerman, Weltpolitik, merupakan tantangan besar yang memaksa Britania Raya mencari dukungan internasional untuk mengukuhkan hegemoninya melalui perjanjian.

Selanjutnya, setelah menyelesaikan perselisihan terkait koloni dalam Insiden Fashoda yang memperebutkan Mesir dan Sudan (kawasan Sungai Nil), keduanya setuju menandatangani Entente Cordiale, yang mengawali periode aliansi Britania Raya–Prancis melawan agresi Jerman pada waktu mendatang (melalui propaganda Entente).

Prancis menerima hak penguasaan Britania Raya atas Sudan, sementara Britania Raya mengakui kontrol Prancis atas Maroko. Inisiasi Entente Cordiale dilakukan lantaran Britania Raya sudah mulai terancam hegemoninya di laut karena Jerman sudah mulai membangun armada laut.

Konflik ini dikenal dengan istilah Anglo-German Naval Arms Race (Perlombaan Armada Laut Britania Raya–Jerman).

1905–1906: Krisis Maroko pertama
Saat mengunjungi Tangier, Maroko, Kaisar Wilhelm II, menyatakan menentang kolonisasi Prancis di Maroko. Jerman kemudian mendesak kemerdekaan Maroko dari Prancis. Sementara itu, Britania Raya dan Italia mendukung dominasi Prancis di Maroko dan Tunisia.

Tantangan Jerman ini memicu diadakannya Konferensi Algeciras (1906) yang didukung oleh Britania Raya. Jerman di dalam konferensi ini terisolasi, sedangkan Prancis mendapatkan dukungan penuh dari Britania Raya. Entente Cordiale pun ada gunanya.

Pandangan Jerman yang mengintervensi kemerdekaan Maroko, yang notabene koloni Prancis, inilah yang membuat Britania Raya, Kekaisaran Rusia, dan Amerika Serikat memandang Jerman sebagai ancaman yang berpotensi menaklukkan Eropa.

Jika tidak segera diatasi dengan taktik diplomatik berupa encirclement (pengepungan untuk mengisolasi), Jerman mampu menjadi penguasa dunia.

1907: Anglo–Russian Convention (Entente Britania Raya–Kekaisaran Rusia)
Britania Raya dan Kekaisaran Rusia akhirnya menyepakati untuk menyudahi konflik teritorial mereka di kawasan Balkan dan Asia Tengah di bawah tekanan Prancis sebagai mediator. Perjanjian ini nantinya yang mengikat sempurna tiga kekuatan Eropa untuk menjalin satu kekuatan sebagai Triple Entente melawan Jerman dan Triple Alliance-nya.

Blok negara besar hegemoni Eropa ini nantinya lebih dikenal sebagai Allied Force (Blok Sekutu). Perjanjian ini ditandatangani di Paris.

1908: Bosnia-Herzegovina dianeksasi secara resmi oleh Austro-Hongaria
Dengan memanfaatkan situasi yang sulit di dalam negeri Kekaisaran Turki Ottoman, serta banyaknya wilayah protektoratnya yang melepaskan diri satu per satu dan memerdekakan diri sebagai negara otonom, Austro-Hongaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina.

Dikarenakan Jerman mendukung sekutunya, Kekaisaran Rusia terpaksa menyerah terhadap agresi Austro-Hongaria, serta tidak mau mengambil risiko dengan mundur dari tantangan yang dilayangkan oleh Austro-Hongaria.

Pada waktu itu, Britania Raya maupun Prancis di sisi lain tidak ada yang berniat mendukung Kekaisaran Rusia lantaran memungkinkan gerakan mereka akan memicu konflik di kawasan Balkan, terlebih jika Kekaisaran Turki-Ottoman terprovokasi.

1911: Insiden Agadir di Maroko
Ini adalah krisis internasional kedua yang terjadi di Maroko. Dengan mengirim kapal perang ke pelabuhan Agadir di Maroko, Jerman telah memicu krisis diplomatik, meskipun pada akhirnya dibuat perjanjian diplomatik yang mengakhiri krisis tersebut. Namun, Insiden Agadir ini telah menyulut konfrontasi antara Prancis dengan Jerman.

1912–1913: Perang Balkan I dan II
Dua Perang Balkan berturut-berturut yang melibatkan Turki Ottoman, Serbia, Yunani, Montenegro, dan Bulgaria berakhir dengan Perjanjian Bucharest tahun 1913. Perang itu menyebabkan pergeseran situasi di kawasan Balkan.

Wilayah Turki-Ottoman di Balkan pun semakin menyempit, sehingga disisihkan menjadi daerah kecil di sekitar Istanbul. Serbia (sekutu Kekaisaran Rusia dan pembela hak bangsa Slavia di wilayah Kekaisaran Austro-Hongaria) dilebur sebagai negara utama bangsa Slavia di kawasan itu.

Austro-Hongaria pun berkesimpulan bahwa pilihannya hanyalah perang yang mampu mencegah Serbia sebagai garda pemangku hak-hak rakyat Slavia untuk memberontak melawan hegemoni Kekaisaran Hansburg dari Austro-Hongaria, yang mendapat dukungan penuh dari bangsa Slavia raksasa, Kekaisaran Rusia.

Sebabnya, Kekaisaran Rusia akan mengintervensi tindakan Austro-Hongaria apabila menyerang Serbia. Kekaisaran Austro-Hongaria pun menunggu momen yang tepat agar bisa memicu perang antara Austro-Hongaria dan Kerajaan Serbia.

1914: Pembunuhan Pangeran Franz Ferdinand di Sarajevo
Pada 28 Juni 1914, Adipati Agung (Archduke) Franz Ferdinand, pewaris takhta Kekaisaran Austro-Hongaria, dibunuh seorang nasionalis Bosnia-Serbia dari organisasi teroris-nasionalis Serbia The Black Hand, bernama Gavrilo Princip.

Aksi yang dilakukan pemuda berusia 19 tahun ini berakibat fatal hingga memicu perang global. Desain buatan Raja Edward VII pun berjalan. Jalinan aliansi negara-negara super power Eropa telah menjalankan fungsi komitmennya sebagai konsekuensi diplomatik yang membawa insiden lokal ini menuju konflik global di Eropa dan dunia.

Sementara itu garis waktu dalam konflik awal tahun 1914 adalah sebagai berikut.
1. 28 Juni 1914: Serangan teroris Serbia The Black Hand di Sarjevo hingga membunuh Pangeran Franz Ferdinand oleh pemuda 19 tahun, Gavrillo Princip.
2. 23 Juli 1914: Setelah mendapat jaminan dukungan dari Jerman, Austro-Hongaria mengultimatum Serbia.
3. 28 Juli 1914: Austro-Hongaria menyatakan perang terhadap Serbia.
4. 30 Juli 1914: Kekaisaran Rusia mulai memobilisasi militer secara serempak.
5. 1 Agustus 1914: Sebagai respons mobilisasi militer Kekaisaran Rusia, Jerman menyatakan perang terhadap Kekaisaran Rusia, Prancis juga mulai memobilisasi militernya.
6. 3 Agustus 1914: Sebagai respons terhadap Prancis, Jerman menyatakan perang terhadap Prancis.
7. 4 Agustus 1914: Jerman menginvasi Belgia sebagai bagian dari Schlieffen Plan. Britania Raya pun menanggapi aksi Jerman ini dengan menyatakan perang terhadap Jerman, sehingga seluruh kekuatan dari Triple Entente terjun dalam kancah Perang Dunia Pertama. Jerman hanya didukung Austro-Hongaria.

Dampak Perang Dunia I (PD1)

Perang Dunia I memiliki dampak yang sangat besar bagi dunia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa dampak utama di antaranya,
1. Korban jiwa
Perang Dunia I menyebabkan kematian sekitar 10 juta tentara dan 7 juta warga sipil. Jumlah ini belum termasuk korban jiwa akibat wabah penyakit seperti influenza Spanyol, yang menewaskan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia pada tahun 1918-1919. Perang ini juga menyebabkan luka-luka, cacat, penyakit, trauma, dan pengungsi bagi jutaan orang.

2. Kerusakan materi
Perang Dunia I menyebabkan kerusakan besar-besaran pada infrastruktur, properti, tanaman, ternak, dan sumber daya alam di daerah-daerah yang menjadi palagan perang. Perkiraan kerugian materi akibat perang ini mencapai sekitar 186 miliar dolar AS (setara dengan sekitar 4 triliun dolar AS pada tahun 2020). Perang ini juga menyebabkan inflasi, hutang, kemiskinan, kelaparan, dan pengangguran bagi banyak negara.

3. Perubahan politik
Perang Dunia I menyebabkan runtuhnya empat kekaisaran besar di Eropa: Jerman, Austria-Hongaria, Rusia, dan Turki Utsmani. Perang ini juga menyebabkan munculnya banyak negara baru di Eropa Tengah dan Timur, seperti Polandia, Cekoslowakia, Yugoslavia, Finlandia, Estonia, Latvia, Lituania, dan lain-lain.

Perang ini juga menyebabkan perubahan sistem pemerintahan di beberapa negara, seperti revolusi komunis di Rusia, republik demokratis di Jerman dan Austria, dan nasionalisme Arab di Timur Tengah. Perang ini juga menyebabkan pergeseran kekuatan dunia dari Eropa ke Amerika Serikat, yang menjadi negara kreditur terbesar dan pemimpin moral dunia.

4. Perubahan sosial
Perang Dunia I menyebabkan perubahan sosial yang signifikan di banyak negara, terutama dalam hal peran wanita, hak-hak sipil, dan gerakan sosial. Perang ini memberikan kesempatan bagi wanita untuk bekerja di sektor-sektor yang sebelumnya didominasi oleh pria, seperti industri, pertanian, transportasi, dan pelayanan publik.

Perang ini juga mendorong gerakan sufragis wanita, yang menuntut hak pilih dan kesetaraan gender. Perang ini juga memperkuat gerakan hak-hak sipil bagi kelompok-kelompok minoritas, seperti orang kulit hitam, Yahudi, dan orang Asia, yang mengalami diskriminasi atau penganiayaan. Perang ini juga memicu gerakan sosial yang menentang perang, militerisme, imperialisme, atau kapitalisme, seperti pasifisme, sosialisme, anarkisme, dan sindikalisme.

Perubahan budaya: Perang Dunia I menyebabkan perubahan budaya yang luas di bidang seni, sastra, musik, film, dan mode. Perang ini menginspirasi banyak karya seni yang menggambarkan realitas atau kritik terhadap perang, seperti lukisan Pablo Picasso (Guernica), puisi Wilfred Owen (Dulce et Decorum Est), novel Erich Maria Remarque (All Quiet on the Western Front), film Charlie Chaplin (The Great Dictator), dan lagu John Lennon (Imagine).

Perang ini juga mempengaruhi gaya hidup dan perilaku masyarakat, seperti meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, penyebaran jazz dan tarian modern, popularitas potongan rambut pendek dan rok pendek bagi wanita, dan munculnya subkultur seperti flapper dan dadais.

Baca Juga: Perang Dunia II: Pengertian, Sejarah, Penyebab, Pihak, Medan, Akhir, Perjanjian, dan Dampaknya

Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Dunia_I
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-perang-dunia-1/
https://an-nur.ac.id/blog/perang-dunia-i-sejarah-penyebab-dan-dampak.html
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6399143/kapan-perang-dunia-i-terjadi-begini-sejarahnya

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment