Feminisme: Pengertian, Sejarah, dan Alirannya
Pengertian Feminisme
Feminisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Feminisme merupakan serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan memperjuangkan hak-hak wanita dengan menetapkan kesetaraan pada aspek politik, ekonomi, pribadi, dan sosial dari dua jenis kelamin.Baca Juga: Pengertian Gerakan Sosial, Karakteristik, Penyebab, Komponen, Tahapan, Jenis, dan Contohnya
Feminisme menggabungkan posisi bahwa masyarakat memprioritaskan sudut pandang laki-laki dan bahwa perempuan diperlakukan secara tidak adil di dalam masyarakat tersebut. Upaya untuk mengubahnya termasuk dalam memerangi stereotip gender serta berusaha membangun peluang pendidikan dan profesional yang setara dengan laki-laki.
Istilah feminisme ini sebenarnya berasal dari bahasa Prancis dari kata feminin atau femininitas. Femininine merupakan sebuah kata adjektif atau kata sifat yang artinya adalah kewanitaan atau menunjukkan sifat perempuan.
Pada pertengahan 1800-an feminisme adalah istilah yang dipakai untuk merujuk pada "kualitas perempuan" dan baru setelah Konferensi Perempuan Internasional Pertama di Paris pada tahun 1892 istilah tersebut, mengikuti istilah Prancis feministe yang kemudian digunakan secara teratur dalam bahasa Inggris untuk kepercayaan dan advokasi persamaan hak bagi perempuan berdasarkan gagasan kesetaraan jenis kelamin.
Baca Juga: Pengertian Gender, Seks, Identitas, dan Peran Gender
Feminisme Menurut Para Ahli
Kalpana Srivastava et al., dalam “Misoginy, Feminism and Sexual Harrasment” tahun 2017, bahwa selama berabad-abad, perempuan telah ditindas, hak-hak mereka diabaikan sebagai manusia, mereka diperlakukan sebagai bagian masyarakat yang lebih rendah dan peran mereka terbatas pada pekerjaan rumah tangga dan persalinan.
Penindasan yang berkepanjangan mengangkat banyak suara dan secara kolektif memunculkan konsep feminisme yang memulai gerakan terpanjang dalam sejarah dan masih berlanjut hingga saat ini.
Mary.E. Hawkesworth menyebutkan dalam bukunya yang berjudul “Globalization and feminist activism” pada tahun 2018, bahwa feminisme adalah keseluruhan gerakan sosial politik dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama untuk menggambarkan, membangun, dan mencapai kesetaraan politik, ekonomi, pribadi, dan sosial dari jenis kelamin.
Fakih (2012) dalam buku “Pengantar Gender dan Feminisme : Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme” oleh Alfian Rokhmasnyah tahun 2016, salah satu hal yang sering disalahpahami oleh masyarakat awam, bahwa feminisme adalah bentuk pemberontakan wanita pada laki-laki atau usaha melawan pranata sosial, termasuk rumah tangga dan perkawinan untuk mengingkari kodratnya.
Kenyataannya, feminisme adalah upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan.
Stanford Encyclopedia of Philosophy, Istilah "feminisme" memiliki banyak kegunaan yang berbeda dan maknanya sering diperdebatkan. Misalnya, beberapa penulis menggunakan istilah “feminisme” untuk merujuk pada gerakan politik yang spesifik secara historis di Amerika Serikat dan Eropa; penulis lain menggunakannya untuk merujuk pada keyakinan bahwa ada ketidakadilan terhadap perempuan, meskipun tidak ada konsensus mengenai daftar pasti dari ketidakadilan ini.
Forbes, jika kamu mencari kata feminisme dalam kamus, maka akan muncul berbagai pengertian bahwa feminisme adalah :
1. Advokasi hak-hak perempuan atas dasar persamaan jenis kelamin.
2. Teori kesetaraan politik, ekonomi, dan sosial dari kedua jenis kelamin.
3. Keyakinan bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki hak dan kesempatan yang sama.
4. Doktrin yang mendukung hak-hak sosial, politik, dan semua hak perempuan lainnya setara dengan laki-laki.
Sejarah Feminisme
Gerakan ini pertama kali dimulai sejak akhir abad ke-18 dan mulai berkembang pesat sepanjang abad ke-20 yang dimulai dengan penyuaraan feminis pada persamaan hak politik bagi perempuan.
Tulisan salah satu karya tokoh feminis bernama Mary Wollstonecraft yang berjudul A Vindication of The Right of Woman dianggap sebagai salah satu tulisan feminis awal yang berisi mengenai kritik pada Revolusi Prancis yang hanya berlaku untuk laki-laki, akan tetapi tidak untuk perempuan.
Satu abad setelahnya, di Indonesia Raden Ajeng Kartini pun turut menyuarakan pemikirannya mengenai kritik atas keadaan perempuan Jawa yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki, selain kritik pada kolonialisme Belanda.
Kemudian pada abad ke 20, gerakan feminisme banyak dipandang sebagai gerakan Critical Legal Studies yang memberikan banyak kritik pada logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif serta ketergantungan hukum pada politik, ekonomi, peran hukum untuk membentuk pola hubungan sosial serta pembentukan hierarki oleh ketentuan hukum yang tidak mendasar.
Meskipun pendapat feminis bersifat pluralistik, akan tetapi satu hal yang menyatukan para feminis adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat serta tatanan hukum memiliki sifat patriarki.
Aturan hukum yang dikatakan netral serta objektif sering kali hanya sebagai kedok terhadap pertimbangan-pertimbangan politis serta sosial yang disetir oleh ideologi para pembuat keputusan, akan tetapi ideologi yang dimiliki oleh para pembuat keputusan sering kali tidak berpihak pada kepentingan wanita.
Patriarki yang ada pada masyarakat serta ketentuan hukum adalah penyebab dari subordinasi, dominasi dan ketidakadilan terhadap perempuan. Sehingga sebagai konsekuensinya, feminis menuntut kesetaraan gender. Namun kesetaraan gender tidak dapat dicapai, apabila struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku tidak berubah.
Para feminis menitikberatkan perhatian mereka pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni patriarki. Seluruh analisis serta teori yang telah dikemukakan oleh para feminis diharapkan dapat diberlakukan secara nyata.
Baca Juga: Hegemoni: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Dampaknya
Karena seluruh upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia saja, akan tetapi lebih pada upaya manusia untuk dapat bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis adalah gambaran, bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan gender.
Feminisme merupakan sebuah paradigma, suatu pemahaman yang komprehensif mengenai keadilan berbasis gender yang dapat dijadikan sebagai pijakan untuk gerakan, pemikiran serta kebijakan. Feminisme secara umum, dapat dikelompokkan menjadi tiga spektrum yaitu sebagai gerakan sosial, ilmu pengetahuan dan alat analisis. Ketiga spektrum tersebut, saling melengkapi feminisme sebagai gerakan maupun ideologi.
Gelombang Feminisme
Gerakan feminisme terbagi menjadi empat gelombang. Berdasarkan jurnal milik Kalpana Srivastava et al., dan “Three waves of feminism: From suffragettes to grrls” dalam “Gender communication theories & analyses: From silence to performance” tahun 2006 oleh C Krolokke dan AS Sorensen, empat gelombang feminisme tersebut di antaranya,
1. Gelombang Pertama
Gelombang feminisme pertama dimulai dengan “Gerakan hak pilih perempuan” pada tahun 1848 di New York di bawah kepemimpinan Susan B. Anthony dan Elizabeth Cady Stanton. Tujuan gerakan gelombang pertama feminisme adalah untuk mempromosikan hak perempuan untuk memilih.
Gelombang pertama feminisme di Amerika Serikat ditandai dengan beragam bentuk intervensi yang terus menginspirasi gerakan feminis selanjutnya. Namun terlepas dari bakat aktivis Alice Paul, keterampilan organisasional Carrie Chapman Catt (1859–1947), presiden NAWSA, dan pidato hebat Anna Howard Shaw (1847–1919), juga mantan presiden NAWSA, itu adalah perjuangan panjang sebelum perempuan memenangkan pemungutan suara pada tahun 1920 (Campbell, 1989).
Perjuangan ini tetap dimulai sejak Konvensi Seneca Falls di New York pada tahun 1848, di mana lebih dari 300 pria dan wanita berkumpul untuk konvensi hak-hak wanita pertama di negara itu. Deklarasi Seneca Falls digariskan oleh Elizabeth Cady Stanton (1815–1902) yang mengklaim kesetaraan alami perempuan dan menguraikan strategi politik akses dan kesempatan yang setara. Deklarasi ini memunculkan gerakan hak pilih.
Secara lebih lanjut, C Krolokke dan AS Sorensen menyebutkan bahwa pada tahap awal, gelombang pertama feminisme di Amerika Serikat terjalin dengan gerakan reformasi lainnya, seperti penghapusan dan pertaraka, yang awalnya melibatkan perempuan dari kelas pekerja.
Akan tetapi, hal ini juga didukung oleh para abolisionis perempuan kulit hitam, seperti Maria Stewart (1803–1879), Sojourner Truth (1797–1883) dan Frances E. W. Harper (1825–1911), yang memperjuangkan hak-hak perempuan kulit berwarna.
Elizabeth Cady Stanton dan beberapa lainnya merupakan bagian yang lebih radikal dari gerakan hak-hak perempuan yang muncul sebagai delegasi Konvensi Serikat Buruh Nasional atau Labor Union Convention sejak tahun 1868, sebelum upaya yang berhasil untuk mengorganisir tenaga kerja perempuan.
2. Feminisme Gelombang Kedua
Gelombang kedua yang dimulai sekitar tahun 1960-an berkampanye untuk kesetaraan hukum dan sosial bagi perempuan, termasuk isu-isu tentang hak-hak reproduksi mereka, ketidaksetaraan hukum, kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan dalam perkawinan dan hukum perceraian.
Gelombang ini juga diilhami oleh pemikiran postkolonial dan postmodern. Pada fase ini banyak konstruksi yang mengalami destabilisasi, termasuk pengertian "kewanitaan universal", tubuh, gender, seksualitas dan heteronormativitas
Istilah feminisme gelombang kedua sebagian besar mengacu pada feminisme radikal dari gerakan pembebasan perempuan pada akhir 1960-an dan awal 1970-an. Pertanda pertama dari feminisme gelombang kedua ini berdasarkan acara yang paling dipublikasikan di Amerika Serikat: protes yang terkait dengan Kontes Miss America pada tahun 1968 dan 1969.
Terinspirasi oleh taktik bagian aktivis feminisme liberal, feminis gelombang kedua radikal juga menggunakan pertunjukan (misalnya, teater bawah tanah atau gerilya) untuk menjelaskan apa yang sekarang disebut "penindasan perempuan".
Martha Ramton dalam Pacific University Oregon menyebutkan bahwa karena feminisme gelombang kedua mendapat suara di tengah begitu banyak gerakan sosial lainnya, feminisme adalah hal yang mudah terpinggirkan dan dipandang kurang mendesak dibandingkan, misalnya, Black Power atau upaya untuk mengakhiri perang di Vietnam.
Kaum feminis bereaksi dengan membentuk organisasi khusus perempuan dan kelompok "peningkatan kesadaran". Dalam publikasi seperti "The BITCH Manifesto" dan "Sisterhood is Powerful", kaum feminis menganjurkan tempat mereka.
Feminisme gelombang kedua radikal secara teoritis didasarkan pada kombinasi neo-Marxisme dan psikoanalisis, yang digariskan oleh ahli feminis seperti Juliet Mitchell dalam The Subjection of Women (1970) dan Shulamith Firestone dalam The Dialectic of Sex: The Case for Feminist Revolution (1970 ). Mereka mengklaim bahwa patriarki melekat pada masyarakat borjuis dan perbedaan seksual lebih mendasar daripada perbedaan kelas dan ras.
Mereka bahkan mengklaim bahwa perempuan, karena keterikatan sosial utama mereka dengan keluarga dan reproduksi merupakan kelas dan ekonomi mereka sendiri, berdasarkan pekerjaan tak berbayar di rumah, produktivitas keibuan, dan fungsinya sebagai cadangan tenaga kerja.
Teori Freudian tentang ketergantungan "alami" perempuan dan frigiditas seksual pada awalnya dikecam, kemudian diartikulasikan kembali sebagai peniruan aliansi tidak suci antara kapitalisme dan patriarki yang menunjuk seksisme sebagai karakter khusus penindasan perempuan.
Baca Juga: Biografi dan Pemikiran Sigmund Freud
3. Feminisme Gelombang Ketiga
Feminis gelombang ketiga umumnya melihat diri mereka sebagai agen sosial yang cakap, kuat dan asertif. Menurut Baumgardner & Richards, 2000, gelombang ketiga didukung oleh kepercayaan diri untuk memiliki lebih banyak kesempatan dan lebih sedikit seksisme.
"Grrls" dari gelombang ketiga melangkah ke atas panggung sebagai yang kuat dan berdaya, menghindari viktimisasi dan mendefinisikan kecantikan feminin untuk diri mereka sendiri sebagai subjek, bukan sebagai objek patriarki seksis. Mereka menyatakan, dalam kata-kata Karen McNaughton (1997), yaitu G.r.r.l.s, yang merupakan istilah cyber untuk Great-Girls. Grrl juga berjiwa muda dan tidak terbatas pada anak di bawah 18 tahun.
Feminis gelombang ketiga dimotivasi oleh kebutuhan untuk mengembangkan teori dan politik feminis yang menghormati pengalaman kontradiktif dan mendekonstruksi pemikiran kategoris. Dalam To Be Real: Telling the Truth and Changing the Face of Feminism (1995), editor Rebecca Walker menggambarkan kesulitan yang dialami feminis muda ketika dipaksa untuk berpikir dalam kategori, yang membagi orang menjadi "Kita" dan "Mereka" atau ketika dipaksa menghuni identitas tertentu sebagai perempuan atau feminis.
Walker mengklaim bahwa ini bukan karena mereka kurang pengetahuan tentang sejarah feminis atau karena penggambaran feminisme sepihak yang mengerikan dari media.
Sebaliknya, feminis muda menghormati karya feminis sebelumnya sambil mengkritik feminisme sebelumnya dan mereka berusaha untuk menjembatani kontradiksi yang mereka alami dalam hidup mereka sendiri. Mereka merangkul ambiguitas daripada kepastian, terlibat dalam banyak posisi dan mempraktikkan strategi inklusi dan eksplorasi.
Sementara itu, mereka mengusulkan politik yang berbeda, yang menantang gagasan tentang kewanitaan universal dan mengartikulasikan cara-cara di mana kelompok perempuan menghadapi persilangan kompleks antara gender, seksualitas, ras, kelas, dan masalah terkait usia.
Feminisme gelombang ketiga juga terinspirasi oleh dan terikat pada generasi tatanan dunia global baru yang dicirikan oleh jatuhnya komunisme, ancaman baru fundamentalisme agama dan etnis serta risiko ganda dan janji informasi serta bioteknologi baru. Istilah umum Amerika untuk feminisme gelombang ketiga adalah “grrl feminism”, dan di Eropa dikenal sebagai “new feminism".
Feminisme “baru” ini dicirikan oleh aktivisme lokal, nasional, dan transnasional, di bidang-bidang seperti kekerasan terhadap perempuan, perdagangan manusia, operasi tubuh, mutilasi diri dan “pornifikasi” media secara keseluruhan.
Sementara prihatin dengan ancaman baru terhadap hak-hak perempuan setelah global baru tatanan dunia, mereka mengkritik gelombang feminis sebelumnya karena menghadirkan jawaban atau definisi universal tentang kewanitaan dan untuk mengembangkan kepentingan khusus mereka ke dalam politik identitas yang agak statis.
Liberty Society menggelar kegiatan olahraga jalan kaki di jalan Sudirman dengan tajum Walk For Freedom yang merupakan kampanye mendukung anti kekerasan dan perdagangan perempuan (istimewa)
4. Feminisme Gelombang Keempat
Martha menyebutkan bahwa gelombang keempat yang muncul bukan hanya reinkarnasi dari nenek gelombang kedua mereka; mereka membawa ke diskusi perspektif penting yang diajarkan oleh feminisme gelombang ketiga.
Mereka berbicara dalam istilah interseksionalitas di mana penindasan perempuan hanya dapat dipahami sepenuhnya dalam konteks marginalisasi kelompok dan gender lain, feminisme adalah bagian dari kesadaran penindasan yang lebih besar bersama dengan rasisme, usia, klasisme, abelisme dan orientasi seksual.
Baca Juga:
Pengertian Marginalisasi, Ciri, Penyebab, Dampak, dan Contohnya
Pengertian Diskriminasi, Sebab, Jenis, dan Bentuknya
Feminisme gelombang keempat mengacu pada jenis feminisme yang dimulai sekitar tahun 2012 yang menargetkan pelecehan seksual, pelecehan seksual di kampus, budaya pemerkosaan, diskriminasi di tempat kerja, mempermalukan tubuh, pencitraan seksis di media, misogini online, penyerangan di angkutan umum, dan jenis lainnya , termasuk pelecehan yang dikaitkan dengan penggunaan media sosial.
Beberapa isu pada era ini yang mengejutkan dan mengerikan seperti Nirbhaya Delhi Gang Rape, tuduhan Harvey Weinstein dan tuduhan Bill Cosby yang kemudian melahirkan kampanye seperti Everyday Sexism Project, No More Page 3, dan #MeToo baru-baru ini.
Isu-isu ini telah menarik perhatian yang signifikan dan membawa reformasi hukum dalam isu-isu seperti pelecehan seksual di tempat kerja karena banyak perempuan bekerja di sektor swasta, pemerintah, atau tidak terorganisir.
Ilegal untuk melecehkan seseorang karena jenis kelaminnya dan pelecehan seksual yang dimaksud termasuk rayuan seksual yang tidak diinginkan, permintaan bantuan seksual dan pelecehan verbal atau fisik lainnya yang bersifat seksual.
Aliran Feminisme
Feminisme memiliki delapan aliran yang memiliki cara pandang berbeda-beda mengenai isu sosial maupun politik.
1. Liberal
Aliran feminis yang pertama adalah feminisme liberal yang menitikberatkan pada kebebasan individu bagi perempuan. Pada masa awal kemunculannya, yaitu pada abad ke 19 hingga 20, perjuangan aliran feminisme liberal lebih mengarah pada hak individu perempuan pada ranah ekonomi, politik serta lingkup sosial.
Feminisme liberal merupakan pandangan untuk menempatkan perempuan agar memiliki kebebasan secara penuh serta individual. Aliran ini menyatakan bahwa kesamaan serta kebebasan individu berakar pada rasionalitas serta pemisahan antara dunia publik serta dunia private.
Menurut para penganut feminisme liberal, mereka berpendapat bahwa setiap manusia memiliki kapasitasnya untuk berpikir serta bertindak secara rasional, begitu pula seorang perempuan.
Penganut aliran feminisme liberal memiliki pandangan, bahwa negara yang memiliki kuasa dan tidak memihak kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari teori pluralisme negara. Feminis liberal sadar bahwa, negara didominasi oleh pria yang terefleksikan menjadi kepentingan yang memiliki sifat maskulin.
Baca Juga: Maskulinitas: Pengertian, Karakteristik, dan Dampaknya
Aliran feminisme liberal berusaha untuk menyadarkan perempuan, bahwa mereka adalah golongan yang tertindas. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan pada sektor domestik dikampanyekan sebagai suatu hal yang tidak produktif serta menempatkan perempuan pada posisi subordinat.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan serta kesetaraan rasionalitas. Perempuan merupakan makhluk yang rasional, kemampuannya sama seperti laki-laki, sehingga perempuan juga pantas mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.
Feminisme liberal, terbagi menjadi dua bagian yaitu feminisme liberal egalitarian dan feminisme liberal klasik. Bentuk pertama yaitu feminisme liberal egalitarian lebih menitikberatkan pada kesempatan perempuan untuk setara serta adil dalam mengakses sumber daya.
Sedangkan feminisme liberal klasik lebih menitikberatkan pada kebebasan hak-hak sipil individu seperti hak memiliki tanah, hak pilih perempuan dan kebebasan dalam berekspresi.
2. Radikal
Feminisme radikal merupakan aliran feminisme yang memiliki fokus pada hal-hal yang lebih mendasar atas ketimpangan-ketimpangan yang dialami oleh para perempuan. Pada aliran feminisme radikal, ada dua sudut pandang yang berbeda, yaitu radikal libertarian dan radikal kultural.
Feminisme radikal libertarian, pertama kali muncul pada tahun 1960 hingga 1980 dan gerakannya fokus pada berbagai macam pilihan pribadi perempuan atas seksualitas dan tubuh mereka, entah perempuan tersebut adalah seorang heteroseksual, transgender maupun lesbian.
Feminisme radikal libertarian percaya, bahwa identitas gender feminin dapat membatasi perempuan untuk dapat berkembang sebagai manusia seutuhnya serta menganggap musuh utama dari perempuan adalah patriarki.
Pandangan ini tentu saja berbeda dari aliran radikal yang kedua yaitu radikal kultural. Aliran feminisme radikal kultural berpendapat, bahwa selain patriarki, laki-laki menjadi bagian dari munculnya opresi terhadap para perempuan.
Penganut aliran feminisme ini menganggap bahwa laki-laki memiliki kendali atas seksualitas perempuan untuk kepuasan laki-laki semata saja. Karena pandangan tersebutlah, banyak perempuan penganut aliran feminisme radikal kultural memilih untuk hidup selibat dan menjadi lesbian merupakan salah satu cara untuk dapat bebas dari pembatasan yang dibangun oleh budaya heteroseksual yang ada pada masyarakat.
Aliran feminisme radikal muncul sebagai reaksi dari kultur seksisme ataupun dominasi sosial yang berdasar pada jenis kelamin di Barat pada sekitar tahun 1960-an, terutama untuk melawan kekerasan seksual serta industri pornografi yang merajalela saat itu.
3. Marxis Sosialis
Sesuai dengan namanya, aliran marxis sosialis terfokus untuk membebaskan perempuan dari kotak-kotak kelas, seks, patriarki serta kapitalisme. Aliran ini muncul karena isu pekerja perempuan dalam lingkup domestik serta publik dalam mengampanyekan perubahan kerja domestik untuk perempuan, sosialisasi pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan terhadap anak.
Feminisme marxis sosialis memandang masalah perempuan pada kerangka kritik kapitalisme, yang beranggapan bahwa sumber penindasan para perempuan berasal dari eksploitasi kelas serta cara produksi.
Teori Friedrich Engels kemudian dikembangkan menjadi landasan aliran marxis sosialis, yang menyatakan bahwa status perempuan jatuh karena ada konsep kekayaan pribadi atau private property. Kegiatan produksi yang pada mulanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, berubah menjadi keperluan exchange atau pertukaran.
Laki-laki dianggap mengontrol produksi untuk keperluan pertukaran dan sebagai konsekuensinya, mereka mendominasi hubungan sosial di masyarakat. Sementara perempuan direduksi menjadi salah satu bagian dari properti.
Sistem produksi yang terbentuklah tersebut, kemudian berorientasi pada keuntungan yang menyebabkan terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat seperti kelas borjuis dan proletar. Sehingga, apabila kapitalisme tumbang, maka struktur yang ada di masyarakat pun dapat diperbaiki serta penindasan terhadap perempuan dapat dihapus.
Penganut aliran feminisme marxis sosialis berpendapat, bahwa negara bersifat kapitalis, negara bukan hanya sekadar institusi saja akan tetapu juga perwujudan dari interaksi serta hubungan sosial.
Kaum marxis berpendapat, bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan masyarakat, akan tetapi di sisi lain negara juga bersifat kapitalis yang turut menggunakan sistem perbudakan kaum perempuan sebagai pekerja.
Baca Juga: Biografi dan Pemikiran Karl Marx
4. Psikoanalis Gender
Kemunculan aliran feminisme yang keempat adalah sebagai bentuk perlawanan pada tokoh-tokoh Psikoanalis yaitu Sigmund Freud. Sigmund Freud pernah mengatakan, bahwa perempuan mengalami penis envy atau iri pada laki-laki karena perempuan tidak memiliki penis, sehingga membuat perempuan merasa diri mereka inferior dibandingkan dengan laki-laki.
Aliran feminisme psikoanalis gender menggugat pernyataan dan pemikiran Freud tersebut, dengan mengatakan bahwa opresi yang dialami oleh para perempuan dipengaruhi oleh adanya konstruksi sosial serta tidak terlalu berhubungan dengan biologi para perempuan.
Baca Juga: Psikoanalisis: Pengertian, Penerapan, dan Teorinya
5. Feminisme Eksistensialis
Aliran eksistensialis merupakan aliran feminisme yang masuk dalam gelombang kedua feminisme serta berkembang pada sekitar tahun 1940-an. Aliran ini sangat mendukung para perempuan untuk dapat bebas mendefinisikan makna keberadaan perempuan di dunia ini. Feminisme eksistensialis juga mengajak para perempuan agar menjadikan dirinya sebagai subjek yang ia inginkan, alih-alih hanya menjadi objek.
Baca Juga: Eksistensialisme: Pengertian, Sejarah, Ciri, dan Tokohnya
6. Feminisme Pasca Modern
Aliran yang selanjutnya dikenal pula dengan sebutan feminisme bagi kalangan akademis, aliran feminisme yang satu ini lebih sulit untuk dipahami serta dianggap tidak ikut terlibat dalam perjuangan revolusioner yang sebenarnya, seperti boikot, protes serta demonstrasi. Aliran pasca modern membalikkan keadaan dengan cara merayakan penindasan yang diterima.
Meskipun aliran-aliran sebelumnya menolak konsep gender yang ada pada masyarakat, akan tetapi aliran pasca modern justru kembali menerima feminitas pada perempuan seperti gender yang hadir dalam masyarakat, merayakan otherness perempuan dengan cara berada, keterbukaan, berpikir, perbedaan dan keberagaman.
Salah satu ajakan aliran pasca modern adalah menulis dan menggali informasi maupun ilmu pengetahuan dengan mengedepankan feminine writing, sebab salah satu sumber opresi pada perempuan adalah melalui bahasa.
7. Feminisme Multikutural dan Global
Perempuan dipandang heterogen oleh aliran ini, akan tetapi memiliki beragam irisan yang bertaut pada status sosial, umur dan lainnya. Setiap kelompok perempuan dapat merasakan bentuk penindasan yang berbeda-beda seiring dengan beragamnya pengalaman serta identitasnya.
8. Ekofeminisme
Aliran terakhir lebih menitikberatkan pada hubungan perempuan secara spiritual pada ekologi yang ada di sekitarnya. Posisi perempuan dianggap sebagai perawat yang lebih membutuhkan serta lebih dekat dan peka dengan alam dibandingkan laki-laki.
Baca Juga: Maskulinitas: Pengertian, Karakteristik, dan Dampaknya
Misogini: Pengertian, Penyebab, dan Cirinya
Femisida: Pengertian, Penyebab, dan Bentuknya
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme
https://www.gramedia.com/literasi/feminisme/
https://www.liputan6.com/hot/read/5165121/feminisme-adalah-gerakan-perempuan-demi-kesetaraan-ini-sejarah-dan-fakta-faktanya
Lihat Juga:
Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.1 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
2. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.2 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
3. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.3 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
4. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 3.4 Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
5. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 3. Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial (Kurikulum 2013)
6. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 1. Bentuk-bentuk Struktur Sosial (KTSP)
7. Materi Ujian Nasional Kompetensi Dinamika Struktur Sosial
8. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 6. Masyarakat Multikultural (KTSP)
9. Materi Ujian Nasional Kompetensi Masyarakat Multikultural
10. Materi Ringkas Struktur Sosial dan Diferensiasi Sosial
1. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.1 Perubahan Sosial dan Dampaknya (Kurikulum 2013)
2. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.2 Perubahan Sosial dan Dampaknya (Kurikulum 2013)
3. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.3 Perubahan Sosial dan Dampaknya (Kurikulum 2013)
4. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 1. Perubahan Sosial dan Dampaknya (Kurikulum 2013)
5. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 1. Perubahan Sosial (KTSP)
6. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.1 Perubahan Sosial dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.2 Perubahan Sosial dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.3 Perubahan Sosial dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
9. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.4 Perubahan Sosial dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
10. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.5 Perubahan Sosial dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
11. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 1.6 Perubahan Sosial dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
12. Materi Ujian Nasional Kompetensi Perubahan Sosial
13. Materi Ringkas Perubahan Sosial
1. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 2. Modernisasi dan Globalisasi (KTSP)
2. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2. Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum 2013)
3. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2.1 Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum 2013)
4. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2.2 Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum 2013)
5. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2.3 Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum 2013)
6. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2.1 Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2.2 Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2.3 Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum Revisi 2016)
9. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 2.4 Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal (Kurikulum Revisi 2016)
10. Materi Ujian Nasional Kompetensi Globalisasi dan Dampaknya
11. Materi Ringkas Globalisasi dan Dampaknya
Post a Comment