Kewarganegaraan: Pengertian, Sejarah, Asas, Status, dan Macamnya

Table of Contents
Pengertian Kewarganegaraan
Kewarganegaraan

Pengertian Kewarganegaraan

Kewarganegaraan adalah keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.

Di bawah teori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya.

Pasal 1 Angka (2) UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia mendefinisikan kewarganegaraan sebagai segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara. Dengan kata lain, kewarganegaraan mengacu pada keanggotaan yang menunjukkan ikatan antara negara dengan warga negara.

Kewarganegaraan merujuk pada seperangkat karakteristik seorang warga, di mana karakteristik tersebut meliputi di antaranya,
1. Perasaan akan identitas.
2. Pemilikan hak-hak tertentu.
3. Pemenuhan kewajiban-kewajiban yang sesuai.
4. Penerimaan terhadap nilai-nilai sosial dasar.
5. Tingkat ketertarikan dan keterlibatan dalam masalah publik.

Sejarah Kewarganegaraan

Konsep kewarganegaraan pertama kali muncul di kota-kota Yunani Kuno. Ini sebagai reaksi ketakutan soal perbudakan. Di Yunani mengembangkan konsep demokrasi langsung. Setiap warga negara berperan secara aktif dalam menentukan nasibnya maupun kehidupan masyarakatnya.   Setiap warga negara di Kota Yunani berhak dalam kehidupan demokratis dengan memilih wakil-wakil rakyat secara resmi.

Selain itu dalam kegiatan rutin sehari-hari dalam persoalan administrasi dan hukum.  Bangsa Romawi pertama kali menggunakan kewarganegaraan sebagai alat untuk membedakan penduduk Kota Roma dari orang-orang yang wilayahnya telah ditaklukkan dan disatukan oleh Roma. Ketika kekaisaran terus tumbuh, orang-orang Romawi memberikan kewarganegaraan kepada sekutu di seluruh Italia dan di provinsi Romawi lainnya. Kewarganegaraan di Romawi memberikan hak hukum penting di dalam kekaisaran.

Di Eropa konsep kewarganegaraan nasional hampir hilang selama pertengahan abad. Itu diganti oleh sistem hak dan kewajiban feodal. Pada akhir Abad Pertengahan, kepemilikan kewarganegaraan di berbagai kota di Italia dan Jerman berubah menjadi jaminan kekuatan bagi pedagang dan orang-orang istimewa.   

Konsep kewarganegaraan modern terjadi perubahan  pada abad ke-18 selama Revolusi Amerika dan Prancis. Konsep warga negara datang untuk menyarankan kepemilikan kebebasan tertentu dalam menghadapi kekuatan paksaan dari raja-raja absolut. Di Inggris, konsep warga negara merujuk pada keanggotaan kerajaan di daerah atau kota setempat. Ini digunakan untuk menekan posisi warga negara kepada raja atau negara. Konsep ini didahulukan untuk warga negara yang memakai undang-undang kebangsaan.

Dikutip dari situs resmi kementerian luar negeri (kemenlu), di Indonesia tentang kewarganegaraan sudah tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. UU tersebut adalah pengganti UU Kewarganegaraan yang lama, yaitu UU Nomor 63 tahun 1958.

Karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Warga negara di Indonesia akan diberikan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ini berdasarkan kabupaten, provinsi, tempat terdaftar sebagai penduduk. Mereka juga akan diberikan nomor identitas, yakni Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Asas Kewarganegaraan

Asas kewarganegaraan dapat juga dipahami sebagai dasar berpikir dalam menentukan masuk tidaknya seseorang sebagai golongan warga negara dari negara tertentu. Asas kewarganegaraan adalah dasar hukum bagi kewarganegaraan bagi penduduk atau warga yang berada di sebuah negara. Orang yang telah memiliki kewarganegaraan tidak akan jatuh pada kekuasaan maupun wewenang dari negara lain.

Selain itu, negara lain tidak berhak untuk memberlakukan kaidah hukum pada orang yang bukan warga negaranya. Asas kewarganegaraan diperlukan dan penting agar seseorang mendapatkan perlindungan hukum dari negara sekaligus dapat menerima hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Ketentuan tentang status kewarganegaraan ini diatur dalam peraturan perundangan suatu negara. Setiap negara bebas untuk menentukan asas kewarganegaraannya yang akan dicantumkan dalam peraturan perundangan yang berlaku di negaranya.

Hal ini dikarenakan setiap negara memiliki nilai budaya, tradisi maupun sejarah yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, secara umum ada dua asas yang diterapkan oleh suatu negara yaitu, ius sanguinis serta ius soli. Di Indonesia sendiri, asas kewarganegaraan diatur dalam UU NO 12 Tahun 2006 dan dikenal dengan dua pedoman, yaitu 1) asas kewarganegaraan umum dan 2) asas kewarganegaraan khusus.
1. Asas Kewarganegaraan Umum
Asas kewarganegaraan umum terdiri atas empat asas, yaitu ius soli, ius sanguinis, asas kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda terbatas.
a. Asas Kelahiran (Ius Soli)
Asas ius soli atau law of the soil adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya. Asas ius soli lebih sesuai dengan kondisi global sekarang, ketika kewarganegaraan serta kebangsaan seseorang tidak ditentukan oleh dasar agama, ras, dan etnis.

Asas ius soli memungkinkan terciptanya UU kewarganegaraan yang bersifat lebih terbuka serta multikultural. Beberapa negara yang menggunakan asas ius soli di antaranya adalah Argentina, Amerika, Peru, Brazil, dan Meksiko.

Australia sebetulnya juga menggunakan asas ius soli, tetapi dengan menerapkan beberapa persyaratan. Seorang anak yang lahir di wilayah Australia, tidak akan serta merta mendapatkan kewarganegaraan Australia, kecuali apabila salah satu dari kedua orang tuanya adalah warga negara Australia.

Akan tetapi, jika anak tersebut menetap serta tinggal di Australia hingga berumur 10 tahun, maka anak tersebut secara otomatis akan memperoleh kewarganegaraan Australia, terlepas dari status kewarganegaraan dari kedua orang tuanya.

b. Asas Keturunan (Ius Sanguinis)
Asas sanguinis atau law of the blood merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang sesuai dengan keturunan atau darahnya dan bukan berdasarkan tempat Ia dilahirkan.

Negara yang menganut asas sanguinis akan mengakui kewarganegaraan seseorang apabila salah satu dari kedua orang tua anak tersebut memiliki status kewarganegaraan dari negara tersebut. Asas sanguinis dianut oleh sebagian besar negara di Asia dan Eropa.

c. Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas kewarganegaraan tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan untuk setiap orang. Menurut asas satu ini, seseorang tidak diperbolehkan memiliki kewarganegaraan lebih dari satu.

d. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Asas yang keempat ini merupakan asas yang di mana menentukan status dari kewarganegaraan bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Ketika anak tersebut mencapai umur 18 tahun, maka anak tersebut harus menentukan salah satu kewarganegaraannya.

2. Asas Kewarganegaraan Khusus
Selain keempat asas dalam asas kewarganegaraan umum, ada beberapa asas khusus yang menjadi dasar dari penyusunan Undang-undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, asas-asas kewarganegaraan khusus tersebut di antaranya,
a. Asas Persamaan dalam Hukum dan Pemerintah
Asas persamaan dalam hukum dan pemerintah adalah asas yang dapat menentukan bahwa setiap warga negara Indonesia akan mendapatkan perlakukan yang sama dalam hukum sekaligus pemerintahan.

b. Asas Kebenaran Substantif
Asas kebenaran substantif merupakan asas yang menerangkan bahwa prosedur dari kewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif saja, tetapi juga disertai dengan substansi dan syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

c. Asas Non-Diskriminatif
Asas non diskriminatif adalah asas yang tidak membeda-bedakan perlakuan dalam segala hal ihwal yang memiliki hubungan dengan warga negara atas dasar ras, suku, agama, jenis kelamin, gender, dan golongan.

d. Asas Pengakuan dan Penghormatan pada Hak Asasi Manusia
Asas pengakuan dan penghormatan pada hak asasi manusia merupakan asas yang dalam segala hal berhubungan dengan warga negara harus dapat menjamin, melindungi serta memuliakan hak asasi manusia pada umumnya serta hak warga negara yang khusus.

e. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang memiliki hubungan dengan warga negara harus dilakukan dengan terbuka.

f. Asas Publisitas
Asas publisitas merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh maupun kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia, maka akan diumumkan atau dipublikasikan, sehingga masyarakat atau khalayak umum dapat mengetahui akan kabar tersebut.

Status Kewarganegaraan

Status atau identitas dari kewarganegaraan merupakan posisi keanggotaan seseorang sebagai warga negara untuk tinggal maupun berpartisipasi dalam suatu negara, yang diakui oleh undang-undang maupun peraturan yang berlaku di negara tersebut.

Status kewarganegaraan seseorang sangat penting, sebab status tersebut menandakan sebuah hubungan hukum di antara seorang individu dengan suatu negara. Status kewarganegaraan tersebut menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan penyelenggaraan hak maupun kewajiban sipil sebagai warga negara. Jadi, identitas kewarganegaraan akan memberikan implikasi pada hak dan kewajiban sebagai warga negara yang diatur dalam hukum kewarganegaraan.

Permasalahan dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang dapat terjadi dikarenakan beberapa kemungkinan. Salah satunya, hal ini disebabkan karena beberapa negara menganut asas ius soli, sementara negara lain ada yang menganut asas ius sanguinis.

Beberapa status kewarganegaraan yang dapat terjadi dikarenakan permasalahan ini di antaranya adalah 1) apatride, 2) bipatride dan 3) multipatride.
1. Apartride
Status kewarganegaraan apatride adalah status kewarganegaraan seseorang yang sama sekali tidak memiliki status kewarganegaraan. Secara de jure, orang yang tidak memiliki kewarganegaraan merupakan orang yang secara hukum tidak dianggap sebagai warga negara oleh negara mana pun yang seharusnya memiliki kewajiban untuk melindunginya.

Sementara itu, orang yang tidak memiliki kewarganegaraan secara de facto merupakan seseorang yang berada di luar negara asalnya serta tidak dapat atau karena suatu alasan yang sah, tidak bersedia untuk memanfaatkan perlindungan yang ditawarkan oleh negara.

Hal ini bisa terjadi, sebagai akibat dari penganiayaan yang biasanya terjadi pada pengungsi atau karena buruknya hubungan diplomatis yang terjadi antara negara asal dengan negara yang ditempati oleh orang tersebut.

Penyebab dari apatride di berbagai belahan dunia bisa bermacam-macam. Namun, kebanyakan dikarenakan kasus diskriminasi karena faktor etnis, ras, agama maupun gender. Kasus seperti ini biasanya terjadi pada kelompok minoritas secara turun temurun.

Meskipun status apatride dikecam oleh hukum internasional serta Universal Declaration of Human Rights (UDHR) juga memproklamirkan hak atas kewarganegaraan. United Nations High Commissioner of Refugees (UNHCR) mencatat bahwa ada lebih dari setengah juta orang memiliki status apatride di benua ini dan lebih dari 12 juta orang di seluruh dunia berstatus apatride.

2. Bipatride
Bipatride merupakan seseorang yang memiliki status kewarganegaraan ganda. Hukum internasional menyatakan bahwa sebagai bentuk dari kedaulatan masing-masing negara, maka setiap negara berhak untuk menentukan warga negaranya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada negara tersebut.

Kewarganegaraan ganda, mulanya tidak dianggap sebagai suatu masalah besar di dunia internasional. Akan tetapi, sejak beberapa dekade lalu, dibuat kesepakatan internasional bahwa kewarganegaraan ganda harus dihindari.

Hal ini dikarenakan kewarganegaraan ganda dikhawatirkan dapat menjadi ancaman potensial yang akan memunculkan pengkhianatan, spionase maupun aktivitas subversif yang lain.

Akan tetapi, kebijakan yang menentang bipatride ini mulai hilang dan beberapa negara mulai mentolerirnya. Beberapa negara Eropa, seperti Finlandia, Swedia, Italia, Portugal, dan Prancis tidak lagi meminta warga negaranya yang telah dinaturalisasi negara lain untuk melepaskan status kewarganegaraannya yang lama.

Perubahan kebijakan serta sikap pada status kewarganegaraan ganda tersebut dilandasi oleh hukum internasional kemudian European Convention on Nationality yang ditandatangani oleh sebagian besar negara Eropa yang di dalamnya tidak memuat mengenai pembatasan pada status dwi kewarganegaraan sebagai keganjilan yang perlu dihapuskan.

3. Multipatride
Status kewarganegaraan multipatride adalah status bagi seseorang yang memiliki kewarganegaraan lebih dari dua. Kasus multipatride ini dapat terjadi, apabila ada seorang laki-laki yang berkewarganegaraan A kemudian menikah dengan wanita berkewarganegaraan B, kemudian tinggal dan melahirkan seorang anak di negara C.

Apabila negara A dan B menganut asas ius sanguinis, sementara negara C menganut asas ius soli, maka anak tersebut akan memiliki multipatride. Keberadaan dari multipatride sempat ditolak, tetapi saat ini telah diterima secara luas oleh negara demokratis.

Kasus multipatride dapat terjadi, karena banyaknya imigran yang datang ke suatu negara dan menetap di sana. Selain itu, multipatride juga disebabkan oleh adanya pelarangan pajak ganda yaitu pajak di negara asal dan tempat tinggal, hilangnya wajib militer, dan kesetaraan gender untuk menentukan kewarganegaraan.

Di atas juga dijelaskan bahwa ada istilah naturalisasi atau pewarganegaraan. Naturalisasi yang dimaksudkan adalah memberikan atau mengakuisisi kewarganegaraan serta kebangsaan pada seseorang yang bukan warga negara dari negara tersebut ketika dilahirkan.

Secara umum, persyaratan dasar untuk menaturalisasi adalah pemohon memegang status hukum sebagai penduduk dalam jangka waktu minimum tertentu sesuai dengan undang-undang kewarganegaraan yang berlaku saat itu.

Selain itu, pemohon juga perlu berjanji untuk mematuhi serta menegakkan hukum negara yang terkadang diperlukan sumpah atau janji setia. Beberapa negara yang lain juga mengharuskan warga negara naturalisasi untuk meninggalkan setiap kewarganegaraan lain yang sebelumnya mereka pegang.

Naturalisasi secara tradisional, didasarkan pada ius soli ataupun ius sanguinis. Meskipun saat ini biasanya campuran dari kedua asas tersebut. Ada pula istilah kebalikan dari naturalisasi yaitu denaturalisasi yang artinya adalah mencabut salah satu warganya atau kewarganegaraan seseorang.

Macam Kewarganegaraan

Menurut Ko Swan Sik dalam buku bertajuk Ilmu Kewarganegaraan (Civics) tulisan Dra. Titik Susiatik, M. Si (2020), kewarganegaraan bisa dibedakan menjadi empat macam di antaranya,
1. Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis
Kewarganegaraan dalam arti yuridis mengacu pada ikatan hukum antara orang-orang dengan negara atau kewarganegaraan sebagai status legal. Adanya ikatan hukum menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, bahwa orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan.

Secara konkret, bentuk kewarganegaraan ini dinyatakan dalam bentuk surat-surat, baik keterangan ataupun keputusan yang digunakan sebagai bukti keanggotaan dalam negara itu. Misalnya akta kelahiran, surat pernyataan, dan lain sebagainya.

2. Kewarganegaraan dalam Arti Sosiologis
Bentuk kewarganegaraan ini terikat pada suatu negara akibat perasaan kesatuan ikatan lantaran satu keturunan, kebersamaan sejarah, daerah atau tanah (wilayah), dan penguasa (pemerintah).

Dalam hal ini, seseorang bisa dipandang oleh negara sebagai warga negara jika telah memiliki penghayatan kebudayaan, tingkah laku, ataupun cara hidup sebagaimana seharusnya seorang warga negara.

3. Kewarganegaraan dalam Arti Formal
Kewarganegaraan dalam arti formal mengacu pada tempat kewarganegaraan dalam sistematika hukum. Di mana kewarganegaraan menyangkut salah satu sendi negara, yaitu rakyat negara.

Oleh karena itu, kewarganegaraan terletak di dalam bidang hukum publik. Sebab kaidah-kaidah tentang negara semata-mata bersifat publik.

4. Kewarganegaraan dalam Arti Materiil
Kewarganegaraan dalam arti ini menunjuk pada akibat dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban serta partisipasi warga negara. Kedudukan seseorang sebagai warga negara akan berbeda dengan kedudukan seseorang sebagai orang asing.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment