Teori Gestalt: Pengertian, Sejarah Perkembangan, Tokoh, Hukum, Prinsip, dan Penerapannya

Table of Contents
Pengertian Teori Gestalt
Teori Gestalt

Pengertian Teori Gestalt

Teori Gestalt adalah teori psikologi yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt berasumsi bahwa manusia memersepsi suatu hal secara keseluruhan atau utuh terlebih dahulu tanpa memperhatikan bagian-bagian kecil atau elemen pembentuknya.

Kata gestalt berasal dari bahasa jerman, yang dalam bahasa inggris berarti form, shape, configuration, whole. Dalam bahasa Indonesia berarti “bentuk” atau “konfigurasi”, “hal”, peristiwa”, “pola”, “totalitas”, atau “bentuk keseluruhan”. Adapun tokoh-tokoh dari aliran ini adalah M. Wertheimer (1880 – 1943), K. Kofka (1886 – 1941) dan W. Kohler (1887 – 1967).

Dalam praktiknya teori Gestalt ini bertentangan dengan teori yang popular sebelumnya, yakni teori strukturalisme. Teori Gestalt cenderung mereduksi pembagian sensasi menjadi bagian- bagian yang lebih kecil. Meskipun bukan berarti manusia tidak dapat memersepsinya secara terpisah, terutama saat ia melakukan analisis atau setidaknya menggunakan pemikiran kritisnya untuk melihat suatu hal.

Teori Gestalt Menurut Para Ahli
Saleh (2018, hlm. 14), gestalt adalah aliran psikologi yang menolak ajaran elementisme dari Wundt dan berpendapat bahwa gejala kejiwaan (khususnya persepsi) haruslah dilihat sebagai keseluruhan yang utuh, yang tidak terpecah-pecah dalam bagian-bagian dan harus dilihat sebagai suatu “Gestalt”.

Perbedaan utama dari Gestalt dari aliran lainnya adalah psikologi gestalt menitikberatkan pada proses-proses sentral seperti sikap, ide, dan harapan untuk mewujudkan tingkah laku atau perilaku manusia.

Sejarah Perkembangan Teori Gestalt

Aliran psikologi gestalt diperkirakan tumbuh bersamaan dengan aliran behavorisme Amerika. Aliran di umumkan pertama kali oleh max Wertheimer pada tahun 1912. Tokoh-tokoh lain di antaranya Kurt Koffa (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967).

Mereka kemudian pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan Yahudi mereka jadi sasaran kejaran NAZI. Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu situasi, rangsangan ditangkap secara keseluruhan.

Ekseperimen “Gestalt” yang pertama adalah tentang pengamatan gerakan. Jika beberapa lampu diletakan berderet dan dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat lampu-lampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah sinar yang bergerak. Eksperimen lainnya dilakukan oleh Wolfgang Kohler, dengan keranya yang bernama Sultan.

Selanjutnya, aliran gestalt berkembang lebih lanjut, antara lain melalui tokoh bernama Kurt Lewin (1890 – 1947), yang membawa aliran ini ke Amerika Serikat bahkan hingga melahirkan aliran baru yang dinamakan psikologi kognitif. Aliran ini merupakan perpaduan antara aliran behaviorisme yang pada tahun 1940- an itu sudah ada di Amerika Serikat dengan aliran Psikologi Gestalt.

Tokoh Teori Gestalt

1. Max Wertheimer
Max Wertheimer adalah ilmuwan yang lahir di Praha pada 15 April 18880 dan memiliki gelar Ph.D di bidang psikologi. Saat perang Eropa membuatnya pindah ke Amerika dan dalam perjalanannya itu ia menemukan ide untuk penelitiannya karena melihat lampu yang berkedip- kedip dari kereta.

Max Wertheimer kemudian meneliti atas pertanyaan- pertanyaan yang muncul di benaknya, yakni rangsangan mata dari suatu objek karena tercipta adanya ilusi gerakan. Fenomena tersebut kemudian Max Wertheimer beri nama Phi Phenomenon.

Saat Max Wertheimer berusia 30 tahun, yakni tahun 1910 ia melihat sebuah stroboscope di toko mainan yang membuat ketertarikannya untuk meneliti tentang sebuah konsep persepsi. Objek tersebut membuat Max Wertheimer tertarik bereksperimen dan mempelajari banyak hal tentang objek secara mendalam.

Max Wertheimer kemudian akhirnya mencetuskan teori Gestalt, yakni teori tentang persepsi.  

2. Wolfgang Kohler
Wolfgang Kohler adalah ilmuwan yang lahir  di Reval Estonia pada 21 Januari 1887 dan bekerja di Universitas Berlin dan menerima gelar pertamanaya Ph.D. Wolfgang Kohler Juga bertemu dengan Max Wertheimer saat masih bekerja di Institut Psikologi Frankfurt.

Tahun 1917 Wolfgang Kohler menulis buku yang berjudul Mentality Of Apes, kemudian tahun 1929 ia kembali menulis buku berjudul Gestalt Psychology. Wolfgang Kohler melakukan beberapa eksperimen tentang teori pembelajaran Gestalt ini di antaranya,
a. Eksperimen I adalah penelitiannya tentang perilaku simpanse untuk meraih pisang yang diberikan Wolfgang Kohler. Karena mengalami kesulitan untuk meraihnya, maka simpanan tersebut menggunakan tongkat yang ada di sangkarnya untuk meraih pisang tersebut.
b. Eksperimen II masih sama dengan eksperimen sebelumnya, namun posisi pisang dibuat Wolfgang Kohler lebih tinggi dan simpanse diberi dua tongkat. Karena sulit meraih pisang tersebut dengan satu tongkat, maka simpanan tersebut menggabungkan kedua tongkat tersebut untuk meraih pisang.
c. Eksperimen III dianggap masih keberlanjutan dari eksperimen ke II, namun Wolfgang Kohler merubah bentuk tongkat menjadi bentuk kotak dan simpanse menggunakan kotak tersebut untuk memanjat meraih pisang
d. Eksperimen IV Wolfgang Kohler masih menggunakan simpanse dan pisang, yakni menambah kotak dalam sangkar dan menambah posisi tinggi pisang. Kemudian simpanse memperoleh wawasan baru untuk menumpuk kotak demi kotak untuk meraih pisang tersebut.

Dari eksperimen tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penerapan teori gestalt dalam pembelajaran dapat memberikan pengaruh positif, baik meningkatkan hasil belajar atau mengatasi beberapa masalah yang muncul dalam proses pembelajaran itu sendiri.

Jadi teori ini mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, bermakna, dan selaras dengan pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik sebelumnya menjadi lebih berkelanjutan lebih luas lagi.

Hukum Teori Gestalt

Hukum induk dari teori Gestalt adalah hukum Pragnanz yang dijelaskan dalam buku karya Wertheimer yang berjudul Investigasi Teori Gestalt. Hukum Pragnanz setidaknya terdapat satu hukum primer dan empat hukum sekunder, hukum sekunder merupakan kaidah tambahan dari hukum Pragnanz.
Hukum Pragnanz
Hukum Pragnanz adalah hukum primer dalam Teori Gestalt. Hukum Pragnanz merupakan suatu keadaan yang dikatakan seimbang. Suatu keadaan yang seimbang (Pragnanz) cenderung membentuk totalitas atau menyeluruh (Gestalt).
1. Hukum keterdekatan. Dapat disebut juga law of proximity. Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang berdekatan cenderung membentuk gestalt.
2. Hukum ketertutupan. Dapat disebut juga law of closure. Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
3. Hukum kesamaan. Dapat disebut juga law of similarity. Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt.
4. Hukum kontinuitas. Dapat disebut juga law of continuity. Hukum ini menyatakan bahwa seseorang akan cenderung berasumsi pola kontinuitas pada objek-objek yang ada.

Prinsip Teori Gestalt

Prinsip gestalt merupakan sumbangan terbesar dari aliran yang amat berpengaruh baik pada ilmu psikologi secara umum, maupun pada bidang-bidang keilmuan dan terapan lainnya. Pertama, gestalt menganggap bahwa Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field.

Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan keterampilan yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk oleh individu.

Selain itu, salah satu prinsip gestalt yang paling berpengaruh dalam ilmu pengetahuan adalah prinsip pengorganisasian. Hal sejalan dengan teori gestalt yang tidak hanya melihat suatu hal berdasarkan elemen-elemennya saja, akan tetapi kita juga melihat suatu hal secara keseluruhan dan mungkin melakukan pengorganisasian-pengorganisasian tertentu saat memersepsinya.

Prinsip-prinsip pengorganisasi gestalt tersebut di antaranya,
1. Principle of Proximity
berarti unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

2. Principle of Similarity
menyatakan bahwa individu akan cenderung memersepsikan stimulus yang sama sebagai suatu kesatuan. Kesamaan stimulus itu bisa berupa persamaan bentuk, warna, ukuran dan kecerahan.

3. Principle of Objective Set
menyatakan bahwa organisasi terbentuk berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.

4. Principle of Continuity
menunjukkan bahwa kerja otak manusia secara alamiah melakukan proses untuk melengkapi atau melanjutkan informasi meskipun stimulus yang didapat tidak lengkap.

5. Principle of Closure/Principle of Good Form
menyatakan bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Orang akan cenderung melihat suatu obyek dengan bentukan yang sempurna dan sederhana agar mudah diingat.

6. Principle of Figure and Ground
Beranggapan bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan ground (latar belakang). Prinsip ini juga menggambarkan bahwa manusia secara sengaja ataupun tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana yang dianggapnya sebagai figure dan mana yang dianggap sebagai ground.

7. Principle of Isomorphism
menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas otak dengan kesadaran, atau menunjukkan adanya hubungan struktural antara daerah-daerah otak yang teraktivasi dengan isi alam sadarnya.

Penerapan Teori Gestalt

Gestalt dalam Desain Grafis
Dalam dunia desain grafis para desainer dianjurkan untuk mempelajari teori psikologi. Sebab peran psikologi dalam desain grafis mencakup bagaimana seseorang secara psikis merespons tampilan visual yang ada di sekitarnya. Dan salah satu teori yang populer dan banyak dipakai adalah teori Gestalt.

Dalam dunia desain grafis, prinsip-prinsip Gestalt yang banyak diterapkan di antaranya,
1. Proximity (Kedekatan Posisi). Proximity adalah objek-objek yang berdekatan posisinya dan dikelompokkan sebagai suatu kesatuan.
2. Similarity (Kesamaan Bentuk). Objek-objek yang bentuk dan elemennya mirip akan dikelompokkan sebagai suatu kesatuan.
3. Closure (Penutupan Bentuk). Suatu objek akan dianggap utuh meskipun bentuknya tidak tertutup sepenuhnya.
4. Continuity (Kesinambungan Pola). Objek akan dipersepsikan sebagai sebuah kelompok yang dikarenakan adanya kesinambungan pola.
5. Figure Ground. Suatu objek bisa dilihat sebagai dua objek dengan permainan foreground dan background. Masing-masing dapat diidentifikasi sebagai objek tanpa perlu membentuknya menjadi solid.

Gestalt dalam Pendidikan
Teori Gestalt berpendapat bahwa manusia tidak hanya berpaku pada rangsangan dan respons saja, melainkan lebih dari itu. Manusia akan cenderung mengambil kebijaksanaan dalam segala hal yang mereka hadapi.

Mereka kemudian akan menarik pemahaman tentang berbagai hal dari pengalaman yang mereka miliki. Jadi seseorang akan menggunakan pemahamannya yang saling terkait sesuai dengan peristiwa atau masalah yang mereka hadapi.

Teori Gestalt menggunakan beberapa konsep dalam penerapan di dunia pendidikan di antaranya,
1. Teori Medan yang menunjukkan bahwa tidak ada yang eksis secara terpisah atau terisolasi sendiri
2. Nature versus Nurture yang menunjukkan bahwa otak bukanlah penerima pasif dan juga bukan gudang penyimpanan informasi dari sebuah situasi yang sederhana
3. Hukum pragnanz yang menunjukkan bahwa gestalis adalah prinsip pedoman dalam meneliti persepsi, belajar, dan kerja sebuah memori

Teori pembelajaran ini memandang belajar sebagai sebuah proses pemahaman atau insight yang berbeda dengan teori behaviorisme dalam memandang belajar sebagai hal dari terjadinya proses trial and error. Insight adalah sebuah pengamatan dan pemahaman yang mendadak terhadap hubungan antara bagian- bagian dalam suatu situasi permasalahan tertentu.

Seseorang dikatakan mencapai keberhasilan dalam belajar jika telah mendapatkan Insight tersebut. Adanya Insight dapat membuat seseorang menjadi mengerti dengan permasalahan yang dihadapinya dan mampu menyelesaikannya.

Menurut Gestalt bahwa semua kegiatan pembelajaran menggunakan pemahaman pada relasi dan mampu memahami relasi interelasi satu sama lain. Hal tersebut bisa dipahami sebagai wawasan untuk mendapatkan jawaban atau solusi. Masalah Konsep ini kemudian menjadi penting dalam teori ini , yakni bukan hal- hal yang harus dipelajari, melainkan memahaminya dengan menambah wawasan yang lebih luas lagi.

Akhmad Sudrajat menerangkan ada beberapa aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran di antaranya,
1. Pengalaman Tilikan (Insight)
Tilikan memegang peranan penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, semestinya peserta didik mempunyai kemampuan tilikan, atau kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

2. Pembelajaran yang Bermakna (Meaningful Learning)]
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Jika makna hubungan suatu unsur semakin jelas maka akan semakin efektif sesuatu yang dipelajari.

Hal tersebut penting dalam kegiatan pemecahan masalah, terutama dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya mempunyai makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

3. Perilaku Bertujuan (Purposive Behaviour)
Artinya adalah perilaku yang terarah pada tujuan. Perilaku tidak hanya terjadi karena hubungan stimulus-respons, namun juga ada hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berlangsung efektif apabila peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.

Maka dari itu guru semestinya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4. Prinsip Ruang Hidup (Life Space)
Perilaku mempunyai hubungan dengan lingkungan di mana ia berada. Maka dari itu materi yang diajarkan hendaknya mempunyai keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

5. Transfer dalam Belajar
Transfer dalam belajar adalah pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut teori Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu dan selanjutnya menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata susunan yang tepat.

Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan selanjutnya menyusun ketentuan-ketentuan umum atau generalisasi. Transfer belajar akan terjadi jika peserta didik sudah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian dipakai dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.

Maka dari itu guru hendaknya bisa membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Bidang pendidikan mengadopsi gestalt menjadi suatu prinsip-prinsip pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk belajar dengan lebih efektif dan efisien. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya digunakan untuk mengadakan kegiatan pembelajaran atau pengajaran berdasarkan prinsip-prinsip gestalt.

Berikut prinsip utama teori Gestalt dalam penerapan metode pembelajaran di antaranya,
1. Belajar secara menyeluruh dengan mengkorelasikan antara pelajaran yang satu dengan pelajaran lainnya
2. Pembelajaran adalah bentuk kelanjutan dari materi- materi yang disampaikan sebelumnya
3. Peserta didik sebagai organisme yang utuh
4. Mengalihkan aktivitas
5. Kesuksesan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh kemauan, harapan, dan keinginan peserta didik
6. Prinsip persepsi yang menunjukkan kontinuitas dan hubungan figure-ground

Sementara menurut Sobur (2016, hlm. 234) prinsip-prinsip belajar yang mengadopsi teori psikologi Gestalt di antaranya,
1. Belajar dimulai dari suatu keseluruhan, kemudian baru menuju bagian-bagiannya.
2. Keseluruhan memberi makna pada bagian-bagian.
3. Belajar adalah penyesuaian diri terhadap lingkungan.
4. Belajar akan berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh pengertian.
5. Belajar akan berhasil bila ada tujuan yang berarti individu.
6. Dalam proses belajar itu, individu merupakan organisme yang aktif, bukan bejana yang harus diisi oleh orang lain.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment