Prasasti Yupa: Pengertian, Fungsi, Tujuan, Prasasti Yupa di Kerajaan Kutai, Isi, dan Contohnya

Table of Contents
Pengertian Prasasti Yupa
Prasasti Yupa

Pengertian Prasasti Yupa

Prasasti yupa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah prasasti yang dipahatkan pada tiang atau tugu batu. Prasasti yupa merupakan sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai.

Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dan dalam bahasa Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 400 Masehi. Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub.

Yupa merupakan prasasti pertama yang pernah dibuat oleh Kerajaan Kutai, sekaligus menjadi bukti bahwa pernah ada kerajaan Hindu di Kalimantan. Prasasti yupa berbentuk tiang batu yang berfungsi untuk mengikat hewan kurban yang dipersembahkan untuk para dewa.

Dari tujuh buah prasasti yupa yang ditemukan, empat di antaranya ditemukan pada 1879, sedangkan tiga lainnya pada 1940. Dari ketujuh prasasti yupa tersebut, baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan.

Fungsi Pembuatan Prasasti Yupa

Berikut beberapa fungsi pembuatan prasasti yupa di antaranya,
1. Menambah kekayaan dan khasanah budaya bangsa
Fungsi pembuatan yupa yaitu mampu menambah kekayaan dan khasanah budaya bangsa. Artinya dengan adanya benda peninggalan berupa yupa ini kekayaan budaya bangsa lebih banyak lagi, karena yupa memberikan cerita sejarah yang cukup panjang hingga akhirnya muncullah benda peninggalan yang berupa yupa ini.

Maka dari itu yupa termasuk salah satu jenis cerita sejarah yang bisa dipelajari oleh banyak orang dan bermanfaat untuk menambah ilmu atau pengetahuan mengenai sejarah itu sendiri.

2. Sebagai bukti nyata peristiwa sejarah yang dapat diamati zaman sekarang
Pembuatan yupa juga bukan semata-semata asal dibentuk atau dibuat begitu saja. Akan tetapi ada fungsi dibalik pembuatan yupa, yaitu untuk memberikan bukti atas peristiwa sejarah yang dapat diamati hingga masa sekarang ini.

3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa yupa mampu dijadikan sebagai bukti sejarah hingga masa kini. Maka dari itu hal ini mempengaruhi fungsi yupa yang dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Karena dari yupa itu pulalah, seseorang bisa mempelajari lebih lengkap mengenai sejarah Kerajaan Kutai.

4. Sangat membantu dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
Pembuatan yupa yang memiliki banyak tujuan dan fungsi ini tentunya juga sangat membantu dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Alasannya karena pada yupa seseorang bisa mempelajari sejarah dan melihat bahwa memang benda peninggalan maupun bukti atau sumber sejarah sangat penting di masa sekarang ini. Dengan maksud yaitu dijadikan alat untuk menganalisis cerita sejarah oleh sejarawan maupun para pelajar yang ingin menambah ilmu pengetahuannya.

5. Dapat mempertebal rasa kebangsaan
Benda-benda peninggalan pada masa sejarah ternyata juga sangat baik untuk mempertebal rasa kebangsaan. Hal ini karena manusia saling terikat satu sama lain akan kebudayaan maupun merasa pada persamaan nasib yang sama. Sehingga dari sanalah segala cerita sejarah berharap tidak dilupa begitu saja.

6. Dapat memperkokoh rasa persatuan
Benda peninggalan yupa bukan hanya berfungsi untuk mempertebal rasa kebangsaan. Akan tetapi yupa juga dijadikan sebagai salah satu alat untuk memperkokoh rasa persatuan.

Karena dari yupa inilah seseorang mengenal cerita sejarah pada Kerajaan Kutai dan membuat orang-orang merasa bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak kebudayaan dan cerita sejarah yang bisa menguatkan rasa persatuan masing-masing.

Tujuan Pembuatan Prasasti Yupa

1. Sebagai wujud peninggalan atau bukti dari adanya Kerajaan Kutai
Prasasti yupa bukan hanya sebagai benda peninggalan yang diketahui bahwa berasal dari Kerajaan Kutai. Akan tetapi yupa memiliki tujuan tersendiri yaitu dijadikan sebagai wujud peninggalan atau bukti sejarah dari Kerajaan Kutai yang memiliki proses cerita dalam pembuatan maupun isi prasasti tersebut.

2. Agar diketahui beberapa informasi yang terdapat pada Kerajaan Kutai
Tujuan yupa yang berikutnya yaitu untuk mengetahui beberapa informasi yang ada pada Kerajaan Kutai. Karena pada dasarnya benda peninggalan berupa yupa ini memiliki isi yang berhubungan dengan Kerajaan Kutai, mulai dari lokasi hingga cerita kebaikan dari salah satu raja yang menguasai Kerajaan Kutai pada waktu itu.

3. Wujud benda peninggalan pada agama Hindu
Pembuatan yupa bukan berarti semata-mata hanya keinginan dari orang dahulu kala. Selain dijadikan sebagai bukti sejarah pada Kerajaan Kutai, ternyata yupa juga dijadikan sebagai wujud benda peninggalan pada agama Hindu. Sehingga dalam hal ini tujuan yupa lebih jelas lagi karena sudah dikhususnya untuk agama Hindu.

4. Mengenang kemuliaan Raja Mulawarman
Seperti yang telah dijelaskan sebelum-sebelumnya, bahwa yupa memiliki isi yang salah satunya menjelaskan kebaikan dari raja Kerajaan Kutai yaitu raja Mulawarman. Maka dari itu tujuan pembuatan yupa antara lain ialah untuk mengenal kemuliaan raja Mulawarman agar bisa dilihat dan diinformasikan pada banyak orang yang mempelajari sejarah khususnya pada masa Kerajaan Kutai.

Prasasti Yupa di Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai adalah kerajaan pertama dan tertua yang bercorak Hindu di negara Indonesia, tepatnya pada hulu sungai Mahakam, Muara Kaman, Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai ini didirikan sudah sekitar abad ke-4 M.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada kerajaan ini terdapat benda peninggalan berupa yupa yang salah satu isinya menjelaskan kebaikan dari seorang raja Mulawarman.

Kebaikan raja Mulawarman dituangkan pada salah satu isi yupa tersebut, karena raja Mulawarman sudah memberikan sumbangan sekitar 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Kemudian untuk isi 7 yupa yang telah ditemukan para ahli di antaranya,
1. Benda peninggalan yang bernama yupa sebagian besar berisi tentang silsilah raja yang memerintah pada Kerajaan Kutai.
2. Yupa berisi pula terkait letak Kerajaan Kutai yang berada di hilir sungai Muara Kaman, Kalimantan Timur.
3. Ketika masa pemerintahan kerajaan Aswawarman, perkembangan agama Hindu sudah mulai menyebar di Kerajaan Kutai.
4. Aswawarman merupakan pendiri dinasti Kerajaan Kutai Martadipura dan memperoleh gelar Wangsakerta
5. Kerajaan Kutai memiliki beberapa wilayah yang meliputi hampir seluruh di bagian Kalimantan Timur.
6. Isi yupa yaitu menggambarkan kehidupan ekonomi pada masa Kerajaan Kutai yang aman dan sejahtera.
7. Yupa menjelaskan pula mengenai kebaikan raja Mulawarman yang telah menyumbangkan 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana.

Isi Prasasti Yupa

Dalam Yupa, telah banyak menceritakan tentang raja-raja Kutai yang memiliki kebaikan hati yang sangat mulia kepada para rakyatnya. Diawali dengan Kudungga yang merupakan pendiri dari kerajaan Kutai sekaligus menjadi salah satu sosok penting dalam memperbesar dinasti Campa kerajaan Kamboja, datang ke Nusantara untuk mendirikan kerajaannya sendiri.

Kudungga dijuluki sebagai Wangsakerta yang memiliki arti sebagai pembentuk keluarga dinasti Kutai. Kudungga memiliki seorang anak lelaki yang kemudian menjadi raja penerus selanjutnya yang dikelan sebagai Asmawarman.

Asmawarma memiliki tiga orang anak lelaki, namun yang paling dikenal dan banyak diceritakan dalam Yupa itu adalah Mulawarman. Pada saat itu, Mulawarman dikenal sebagai sosok raja yang sangat baik hati pada rakyatnya.

Berikut merupakan rangkaian isi dari Yupa yang ditemukan dan telah diartikan oleh para peneliti sejarah untuk lebih mendalami apa yang terjadi pada kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan terbesar dan memiliki masa kejayaan yang sangat makmur di antaranya,
1. Yupa yang pertama menyebutkan mengenai awal Kudungga yang merupakan nama seorang Indonesia mendirikan kerajaan besar Kutai.
Dalam Yupa tersebut juga dijelaskan jika pada masa pemerintahan raja Asmawarman, dalam kerajaan Kutai itu diadakan sebuah upacara yang dikenal sebagai upacara Aswamedha yang merupakan sebuah upacara pelepasan kuda yang diperuntukkan demi menentukan batas-batas dari wilayah kerajaan Kutai.

2. Yupa yang berikutnya menyatakan jika Raja Kudungga digantikan oleh putranya yaitu Raja Asmawarman kemudian digantikan oleh cucunya yaitu Raja Mulawarman.
Diceritakan dalam Yupa tersebut, ketika dalam masa pemerintahan Raja Mulawarman merupakan masa kejayaan dan kesejahteraan masyarakat yang sangat baik mengingat sifat Raja Mulawarma yang sangat baik hati serta berbudi.

Dalam Yupa yang ditemukan, setelah raja Mulawarman itu tak diceritakan atau tak di sebutkan lagi siapa yang menggantikan posisi Raja di dinasti atau kerajaan Kutai karena terbatasnya sumber-sumber sejarah yang ada.

3. Isi dari Yupa yang ditemukan berikutnya yaitu mengenai aspek kehidupan sosial yang ada pada abad ke 4 Masehi di kerajaan Kutai.
Dalam Yupa dijelaskan jika sudah banyak masyarakat Indonesia yang mendapatkan pengaruh dari ajaran agama Hindu. Dengan adanya ajaran Hindu pada masa tersebut, menjadikan kerajaan Kutai dapat didirikan dengan lebih teratur dan juga rapi seperti pola pemerintahan India.

Tentu saja, pada masa itu merupakan suatu kemajuan yang sangatlah pesat mengingat masyarakat Indonesia dapat berkembang sesuai dengan pola perkembangan zaman. Namun, tentu saja masyarakat Indonesia masih mengembangkan tradisi dari bangsa Indonesia sendiri.

4. Isi dari Yupa yang di temukan berikutnya yaitu mengenai aspek kehidupan berbudaya dalam kehidupan.
Perkembangan kebudayaan yang ada pada masa kejayaan kerajaan Kutai ini sangat erat kaitannya dengan kepercayaan ataupun agama yang dianut, tak lain dan tak bukan adalah agama Hindu.

5. Salah satu Yupa menyebutkan jika suatu tempat suci yang dijuluki sebagai Vaprakecvara. Merupakan sebuah lapangan luas yang tak lain adalah tempat untuk pemujaan dewa Siwa.
Hal tersebut menunjukkan jika agama Hindu yang dianut dalam masa kerajaan Kutai yaitu Hindu Siwa. Dugaan tersebut makin diperkuat pula oleh besarnya pengaruh kerajaan Palawa yang beragama Siwa serta peranan brahmana di kerajaan Kutai yang cukup besar.

Contoh Prasasti Yupa

Terdapat tujuh prasasti Yupa yang ditemukan. Penemuan tersebut diawali oleh penemuan empat prasati yang terbuat dari batu andesit pada tahun 1879, masing-masing di bukit Beubus, Muara Kaman, pedalaman sungai Mahakam di kabupaten Kutai, Kalimantan timur.

Pada tahun berikutnya, keempat prasasti tersebut dibawa dan ditempatkan di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (yang sekarang menjadi Museum Nasional), dan diinventarisasi dengan nama D.2a, D.2b, D.2c, dan D.2d.

Selanjutnya, pada tahun 1940, masih di situs yang sama, ditemukan tiga prasasti Yupa lainnya yang kemudian disimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D.175, D.176, D.177.

Berikut penjelasan singkat dari ketujuan contoh Yupa tersebut di antaranya,
1. 2a (Muarakaman I)
Yupa Muarakaman I memiliki pahatan 12 baris di salah satu sisinya. Yupa ini berisi tentang silsilah Raja Mulawarman. Pada bagian awal prasasti ini disebutkan bahwa Sri Maharaja Kundungga berputra Aswawarman mempunyai tiga orang anak. Yang paling terkemuka di antara ketiganya ialah Mulawarman. Ia adalah raja yang berperadaban baik, kuat, dan berkuasa.

Dalam prasasti ini juga disebutkan bahwa Mulawarman pernah mengadakan upacara selamatan yang dinamakan bahusuwarnnakam (“emas amat banyak”). Sebagai tanda peringatan pada upacara selamatan tersebut, tugu batu (yupa) ini didirikan oleh para Brahmana.

Saat ini, kondisi prasasti Yupa Muarakaman I terawat baik, hanya ada bercak hitam pada baris ke-8 hingga baris 10. Meskipun demikian, aksara yang terpahat masih terbaca dengan baik. Selain ada bercak hitam, ada bagian belakang batu yang telah aus. Kini, Prasasti Yupa dengan Nomor Inventaris D.2a disimpan di lantai 1 gedung baru Museum Nasional.

2. 2b (Muarakaman II)
Prasasti Muarakaman II berisi cerita tentang Sri Mulawarman sebagai raja mulia dan terkemuka. Ia telah memberikan sedekah berupa 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang seperti api di tanah yang suci Waprakeswara.

Sebagai tanda kebajikan Sang Raja, tugu peringatan tersebut dibuat oleh para Brahmana yang datang ke tempat tersebut.

Prasasti Muarakaman II terdiri atas 8 baris tulisan yang dipahat pada sisi depan. Saat ini, Prasasti Yupa dengan Nomor Inventaris disimpan di lantai 2 gedung baru Museum Nasional, Jakarta tersebut dalam kondisi prasasti terawat baik dan masih bisa dibaca. Hanya saja ada bercak putih pada baris ke-6 hingga ke-7. Bercak putih itu juga ada di bagian belakang prasasti.

3. 2c (Muarakaman III)
Prasasti Muarakaman III berisi tentang kebaikan budi dan kebesaran Raja Mulawarman sebagai raja besar yang sangat mulia. Kebaikan itu ditunjukkan dengan pemberian sedekah yang berlimpah. Sebagai tanda peringatan terhadap kebaikan itu, para Brahmana mendirikan tugu (yupa).

Prasasti Muarakaman III terdiri atas 8 baris tulisan. Meskipun saat ini prasasti dalam kondisi yang terawat baik dan aksaranya terbaca jelas, tapi ada bercak-bercak putih yang menyebar pada bagian bawah prasasti. Prasasti Yupa dengan Nomor Inventaris D.2c ini disimpan di lantai 1 gedung baru Museum Nasional, Jakarta.

4. 2d (Muarakaman IV)
Prasasti Muarakaman IV terdiri atas 11 baris tulisan yang dipahat di bagian sisi depan. Meskipun hurufnya sudah tidak bisa terbaca lagi sebab sudah aus, tapi masih terlihat bekas kepala hurufnya. Pada bagian bawah prasasti banyak terdapat bercak putih, sedangkan di bagian belakangnya terdapat beberapa bercak berwarna kekuningan dan putih.

Saat ini, Prasasti Yupa dengan Nomor Inventaris D.2d terdapat di sisi selatan dinding gerbang menuju ruang prasejarah bagian belakang gedung lama Museum Nasional.

5. 175 (Muarakaman V)
Prasasti Muarakaman V berisi tentang peringatan atas dua sedekah yang telah diberikan oleh Raja Mulawarman, yaitu berupa segunung minyak kental dan lampu dengan malai (kelopak) bunga.

Prasasti Muarakaman V terdiri dari atas 4 baris tulisan yang dipahat di bagian depan prasasti. Aksara yang terpahat masih terbaca, tapi ada bercak putih pada salah satu aksaranya. Di bagian bawah prasasti ada banyak bercak coklat tua.

Saat ini, Prasasti Yupa dengan Nomor Inventaris D.175 terdapat di sisi selatan dinding gerbang yang menuju ruang prasejarah bagian belakang gedung lama Museum Nasional.

6. 176 (Muarakaman VI)
Prasasti Muarakaman VI dimulai dengan seruan selamat bagi Sri Maha Raja Mulawarman yang termasyhur. Raja telah memberikan persembahan kepada para Brahmana berupa air, keju (ghrta), minyak wijen, dan sebelas ekor sapi jantan. Pada sisi depannya, Prasasti Muarakaman VI terdiri atas 8 baris tulisan. Bagian atas dan sisi kiri prasasti sudah pecah sehingga terdapat beberapa kata pada akhir baris tertentu hilang.

Saat ini, kondisi prasasti terawat dengan baik dan aksaranya terbaca jelas. Meskipun pada sisi kiri prasasti ada bercak coklat tua, sedangkan pada bagian belakangnya ada beberapa bercak putih. Saat ini, Prasasti Yupa dengan Nomor Inventaris D.176 terdapat di sisi selatan dinding gerbang menuju ruang prasejarah bagian belakang gedung lama Museum Nasional.

7. 177 (Muarakaman VII)
Prasasti Muarakaman VII berisi cerita tentang Raja Mulawarman yang telah menaklukkan raja-raja lain, misalnya Raja Yudhistira (putra tertua Pandawa dalam epos Mahabharata).  Selain itu, disebutkan pula bahwa “Raja Mulawarman di waprakeswara mempersembahkan sebanyak 40.000……(tidak terbaca dengan jelas karena aksaranya terlalu aus) kemudian menghadiahkan lagi 30.000…” (tidak terbaca dengan jelas karena aksaranya terlalu aus).

Selain itu, dalam prasati juga disebutkan penyelenggaraan upacara-upacara lainnya, namun tidak bisa terbaca dengan jelas karena aksara telah aus. Raja juga memberikan berbagai macam jivadana (persembahan untuk kesempurnaan jiwa). Dilihat dari ukuran fisiknya, prasasti ini merupakan yang terpendek di antara yang lain.

Prasasti Muarakaman VII terdiri atas 8 baris tulisan yang dipahatkan pada sisi depan. Saat ini kondisinya kurang baik dan aksaranya sudah aus. Pada baris ke-4, 5, dan 7 terdapat beberapa aksara yang tidak terbaca lagi.

Selain aus, pada bagian belakang prasasti terdapat bercak putih dan coklat tua. Saat ini, Prasasti Yupa dengan Nomor Inventaris D.177 terdapat di selasar bagian barat laut taman gedung lama Museum Nasional.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment