Petir: Pengertian, Proses Terjadinya, Tipe, dan Dampaknya

Table of Contents
Pengertian Petir
Petir

Pengertian Petir

Petir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kilatan listrik di udara disertai bunyi gemuruh karena bertemunya awan yang bermuatan listrik positif (+) dan negatif (–). Petir merupakan gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan.

Terjadinya petir ditandai dengan munculnya kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan. Beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar yang disebut guruh. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya.

Fenomena ini merupakan salah satu fenomena alam paling mematikan yang dikenal manusia. Petir memiliki suhu yang lebih panas dari permukaan matahari dan gelombang kejut yang berseri-seri di segala arah. Petir tersebut dihasilkan oleh sistem badai bermuatan listrik.

Energi yang dihasilkan petir memanaskan udara hingga sekitar 18.000 derajat Fahrenheit. Hal ini menyebabkan udara berkembang dengan cepat, menciptakan gelombang suara yang dikenal sebagai guntur. Sambaran petir mempunyai kecepatan rata-rata 150.000 Km/detik.

Petir Menurut Para Ahli
1. Cambridge Dictionary, petir adalah kilatan cahaya terang di langit yang dihasilkan oleh listrik yang bergerak di antara awan atau dari awan ke tanah.
2. Dictionary, petir adalah debit percikan listrik yang terang di atmosfer, terjadi di dalam guntur, di antara awan, atau antara awan dan tanah.
3. Oxford Living Dictionaries, petir adalah terjadinya debit listrik alami dalam durasi waktu yang sangat singkat dan bertegangan tinggi yang terjadi di antara awan dan tanah atau di dalam awan, disertai dengan lampu kilat terang dan biasanya juga guntur.

Proses Terjadinya Petir

Petir dapat terjadi melalui beberapa proses berikut di antaranya,
1. Semua air yang ada di permukaan bumi, misalnya air dari danau, sungai, kolam, dan lautan, mengalami penguapan, dan naik ke atmosfer dalam bentuk gas yang terbentuk melalui proses konveksi.
2. Uap air yang naik ke atmosfer tersebut mengalami akumulasi, sehingga terbentuklah awan cumulonimbus yang besar, padat, dan sangat tinggi pada ketinggian sekitar 15000-25000 kaki di atas permukaan laut. Pada ketinggian tersebut, terdapat sebagian partikel air di awan yang berubah menjadi partikel es atau salju.
3. Dengan mendasarkan pada teori tabrakan partikel awan atau Cloud Particle Collision Hypotesis, pemisahan muatan ketika kristal es bertabrakan dengan graupel (campuran es-air lunak) akan menimbulkan muatan listrik. Pemisahan muatan tersebut memerlukan udara vertikal yang kuat, yang dapat membawa tetesan air ke atas, ditambah dengan pendinginan antara -10 dan -40 ° C.
4. Tetesan air di dalam awan cumulonimbus yang bertabrakan dengan kristal es akan membentuk campuran es-air lunak (graupel).
5. Tabrakan antara kristal es dan pelet graupel akan menghasilkan pemisahan muatan, muatan positif yang ditransfer ke kristal es, dan muatan negatif untuk graupel tersebut.
6. Karena es kurang berat, gerakan udara vertikal membawa es ke bagian atas awan, hal ini mengakibatkan bagian atas awan menjadi bermuatan positif.
7. Gravitasi menyebabkan graupel yang lebih berat dan bermuatan negatif turun ke tengah dan bagian bawah awan.
8. Hal tersebut menyebabkan muatan negatif pada bagian bawah awan meningkat. Hasil dari Charging ini, awan akan memiliki beda potensial yang cukup untuk menimbulkan lompatan listrik yang dikenal sebagai petir (medan listrik minimal untuk terjadinya petir adalah 1 juta Volt per meter).

Petir yang terjadi ketika gunung meletus
Ketika terjadi erupsi vulkanik atau letusan gunung berapi seringkali disertai dengan penampilan petir. Meskipun belum diketahui secara pasti penyebab fenomena tersebut, tapi pada dasarnya petir akan terjadi ketika terdapat aliran listrik antar muatan positif dan negatif.

Petir yang terjadi saat letusan gunung berapi merupakan tabrakan antara partikel abu dan debu. Ketika terjadi pengertian gunung meletus, gunung tersebut akan mengeluarkan partikel berupa abu panas, uap, dan gas. Saat antarpartikel debu vulkanik bertabrakan, akan terjadi pemisahan muatan yang disebut dengan proses aerodynamic sorting.

Muatan positif dan negatif yang mengalami pemisahan pada awan vulkanik menghasilkan awan bermuatan positif pada salah satu ujung, dan ujung yang lain bermuatan negatif. Pemisahan akan terus berlangsung sampai melewati batas dan listrik mulai mengalir antar kedua muatan yang berbeda. Sehingga menyebabkan terjadinya petir saat letusan gunung berapi.

Petir bisa terjadi secara independen, bukan terbatas ketika terjadi badai saja. Karakteristik petir yang tidak terduga inilah yang mengakibatkan petir menjadi sangat berbahaya. Tidak dapat diketahui kapan, di mana, dan dengan intensitas seperti apa petir akan menyambar.

Proses Terjadinya Guntur

Setelah petir atau kilat menyambar tak jarang disertai dengan suara Guntur. Pada dasarnya kilat dan guntur terjadi secara bersamaan, tapi yang sering kali kita lihat adalah guntur terjadi setelah adanya kilat. Perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kecepatan rambat antara cahaya dan suara.

Cahaya dapat merambat dengan kecepatan 300000 Km/s sedangkan suara merambat dengan kecepatan 340 m/s. Semakin jauh lokasi kita dengan wilayah terjadinya petir, maka semakin lama pula jeda waktu yang dibutuhkan untuk melihat kilat kemudian guntur.

Adapun proses terjadinya guntur di antaranya,
1. Muatan listrik cukup besar yang mengalir ke bumi ketika terjadinya kilat menyebabkan suhu udara mengalami kenaikan.
2. Kenaikan suhu mengakibatkan udara memuai dengan cepat yang menimbulkan aliran udara yang cukup cepat dan terdengar suara gemuruh. Inilah yang disebut guntur atau guruh.

Tipe Petir

Terdapat beberapa tipe petir di antaranya,
1. Petir dari awan ke tanah (CG)
Petir tipe ini termasuk berbahaya dan paling merusak. Petir ini berasal dari muatan yang lebih rendah lalu mengalirkan muatan negatif ketanah. Seringkali tipe petir ini mengandung muatan positif (+) terutama pada musim dingin.

2. Petir dalam awan (IC)
Petir tipe ini sejatinya merupakan tipe yang paling sering terjadi antara pusat muatan yang berlawanan pada awan yang sama.

3. Petir antar awan (CC)
Petir tipe ini terjadi ketika antara dua awan memiliki pusat muatan yang berbeda. Pelepasan muatan tersebut terjadi saat udara cerah antara awan tersebut.

4. Petir awan ke udara (CA )
Petir tipe ini terjadi apabila udara di sekitaran awan yang memiliki muatan positif (+) berinteraksi dengan udara yang memiliki muatan negatif  (-). Apabila ini terjadi pada awan bagian bawah maka merupakan kombinasi dengan petir tipe CG.

Dampak Terjadinya Petir

Tak sekadar menghasilkan kilatan cahaya yang menyilaukan dan suara menggelegar yang dahsyat, ternyata petir juga memberikan dampak luar biasa bagi kehidupan manusia di muka bumi. Berikut beberapa dampak dari adanya petir di antaranya,
1. Efek Listrik
Saat petir terjadi maka akan timbul gejala efek listrik untuk manusia. Saat arus petir melalui konduktor menuju resistensi elektroda bumi instalasi penangkal petir, maka timbul tegangan jatuh resistif.

Arus petir ini juga akan memicu timbulnya tegangan yang tinggi di sekitar elektroda bumi yang cukup berbahaya bagi makhluk hidup di sekitarnya.

2. Efek Thermal
Sambaran petir ternyata juga bisa menyebabkan efek thermal. Perlu diketahui, efek thermal merupakan proses pelepasan muatan petir terbatas pada kenaikan temperatur konduktor yang akan dilalui oleh arus petir yang besar. Waktunya cukup singkat dengan pengaruh pada sistem proteksi petir yang juga akan diabaikan.

3. Efek Tegangan Tembus Samping
Dampak berikutnya saat terjadi petir adalah titik sambaran pada sistem proteksi petir memiliki tegangan yang jauh lebih tinggi terhadap unsur logam di dekatnya.

Hal ini menimbulkan terjadinya risiko tegangan tembus dari sistem proteksi petir yang telah terpasang menuju struktur logam lainnya. Efek tegangan tembus ini pun bisa menyebabkan risiko berbahaya bagi isi dan juga kerangka struktur perangkat bangunan

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment