Penyusutan Fiskal: Pengertian, Sistem Perhitungan, Contoh, dan Perbedaannya dengan Penyusutan Komersial
Table of Contents
Penyusutan Fiskal |
Pengertian Penyusutan Fiskal
Penyusutan fiskal adalah penyusutan yang didasarkan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Penyusutan fiskal diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang PPh dengan mekanisme sebagai berikut di antaranya, 1. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)
Metode penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku.
Di mana untuk harta berwujud berupa bangunan, hanya bisa disusutkan dengan metode garis lurus. Sementara untuk harta berwujud selain bangunan, bisa disusutkan melalui metode garis lurus ataupun metode saldo menurun.
Adapun ketentuan terkait biaya penyusutan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan.
Sistem Perhitungan Penyusutan Fiskal Dalam Perpajakan
Menurut peraturan yang tertera dalam pasal 11 ayat (4) Undang-undang PPh, bahwasannya wajib melaksanakan pajak memberi kebebasan untuk melakukan penyusutan tatkala harta yang ada (berwujud) digunakan untuk menagih, mendapatkan, serta merawat penghasilan. Misalnya, alat yang digunakan untuk menghasilkan produk sudah mulai melakukan kegiatannya. Ini selama ada persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
Di sisi lain, perusahaan juga telah mempunyai keputusannya sendiri, yakni kebijakan untuk menetapkan dan memberi batas waktu guna (masa manfaat) atas aset berwujud yang ia miliki. Masa manfaat itu, yakni yang telah berada dalam ketentuan perusahaan, tidak selalu sama dengan apa yang tertuang dalam undang-undang.
Untuk itu, penghitungan penyusutan aset kepemilikan tersebut harus direkonsiliasi oleh pihak perpajakan secara fiskal. Setelahnya, pelaku bisnis akan segera mendapatkan hasil, berapakah pajak yang harus ia bayarkan setelah mengalami penyusutan.
Sedangkan menurut peraturan perundang-undangan PPh pasal 11 ayat (11), bahwasannya klasifikasi aset berwujud yang bukan bangunan adalah sesuatu masa guna yang telah ditetapkan. Akan tetapi, peraturan yang berlaku tersebut didelegasikan ke dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait jenis-jenis harta wujud bukan bangunan.
Dari peraturan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, patokan tarif dari harta berwujud yang disusutkan secara fiskal memiliki beberapa ketentuan dengan dasar kelompok-kelompok harta berwujud, masa guna, dan penyusutan berdasarkan ayat 1 dan 2.
1. Pada kelompok 1, adalah jenis harta yang memiliki masa guna sekurang-kurangnya 4 tahun. Untuk tarif yang dikenakan menurut ayat 1 adalah 25% sedangkan ayat 2 adalah 50%.
2. Pada kelompok 2, adalah jenis harta yang memiliki masa guna sekurang-kurangnya 8 tahun. Untuk tarif yang dikenakan menurut ayat 1 adalah 12,5% sedangkan ayat 2 adalah 25%.
3. Pada kelompok 3, adalah jenis harta yang memiliki masa guna sekurang-kurangnya 16 tahun. Untuk tarif yang dikenakan menurut ayat 1 adalah 6,25% sedangkan ayat 2 adalah 12,5%.
4. Pada kelompok 4, adalah jenis harta yang memiliki masa guna sekurang-kurangnya 20 tahun. Untuk tarif yang dikenakan menurut ayat 1 adalah 5% sedangkan ayat 2 adalah 10%.
Sedangkan dalam tarif penyusutan fiskal yang ditetapkan untuk harta berwujud bangunan dibedakan dari 2 jenis bangunan, yakni bangunan permanen dan tidak permanen.
Dengan masa guna bangunan permanen 20 tahun, maka persentasenya adalah 5%, sedangkan bangunan tidak permanen dengan masa guna 10 tahun dikenakan penyusutan sebesar 10%.
Contoh Perhitungan Penyusutan
Ari membeli sebuah laptop seharga Rp10.000.000 pada 1 Januari 2021 lalu. Artinya, harta berwujud tersebut masuk dalam harta bukan bangunan kelompok 1. Maka, perhitungan penyusutannya di tahun 2022 dengan metode garis lurus dan metode saldo menurun adalah sebagai berikut.Metode Garis Lurus
= harga beli x 25%
= 10.000.000 x 25%
= 2.500.000
Metode Saldo Menurun untuk Penyusutan Tahun 2021
= 10.000.000 x 50%
= 5.000.000
Metode Saldo Menurun untuk Penyusutan Tahun 2022
= 10.000.000 – 5.000.000
= 5.000.000
Perbedaan Penyusutan Fiskal dengan Penyusutan Komersial
Secara umum, perbedaan antara penyusutan fiskal dan penyusutan komersial terletak di perbedaan umur atau metode penyusutan. Perbedaan tersebut diambil dari penggolongan menurut pajak dengan penggolongan dari perusahaan guna menyusutkan fixed asset-nya.Namun, khusus untuk metode penyusutan saldo menurun, terdapat perbedaan cara dalam perhitungan secara komersial dan fiskal. Perhitungan komersial adalah yang dilaporkan sampai ke laporan keuangan, sedangkan perhitungan fiskal dapat dilihat melalui Report Depreciation List dan Difference Interim Depreciation sampai ke SPT Tahunan.
Dari berbagai sumber
Post a Comment