John Dewey: Biografi, Konsep tentang Pengalaman dan Pikiran, serta Pendidikan Progresif
Table of Contents
John Dewey |
Biografi John Dewey
John Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore ia menjadi Guru Besar di bidang filsafat dan kemudian juga bidang pendidikan pada Universitas-universitas di Minnesota, Michigan, Chicago (1894-1904), dan akhirnya di Universitas Columbia (1904-1929). Sekalipun Dewey terlepas dari William James, ia menghasilkan pemikiran yang nampaknya memiliki persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalis.
Menurut Dewey, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk di dunia, dan sekarang. Tegasnya, tugas filsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup.
Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience), dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan yang nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini juga dianut oleh William James.
Tentang Pengalaman dan Pikiran
Pengalaman (experience) adalah salah satu kata kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat Dewey adalah mengenai (about) dan untuk (for) pengalaman sehari-hari. Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses saling memengaruhi (take and give) antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan fisik. Dewey menolak orang yang mencoba menganggap rendah pengalaman manusia atau menolak untuk percaya bahwa seseorang telah berbuat demikian. Dewey mengatakan bahwa pengalaman bukannya suatu tabir yang menutupi manusia sehingga tidak melihat alam; pengalaman adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk memasuki rahasia-rahasia alam.
Dunia yang ada sekarang ini, yakni dunia pria dan wanita dunia sawah dan pabrik, dunia tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, dunia kita yang hirup pikuk dan bangsa-bangsa yang berjuang, adalah dunia pengalaman kita. Kita harus berusaha memakainya dan kemudian berusaha membentuk suatu masyarakat di mana setiap orang dapat hidup dalam kemerdekaan dan kecerdasan.
Dalam perjalanan pengalaman seseorang, pikiran selalu muncul untuk memberikan arti dari sejumlah situasi-situasi yang terganggu oleh pekerjaan di luar hipotesis atau membimbing kepada perbuatan yang akan dilakukan. Kegunaan kerja pikiran, kata Dewey, tidak lain hanya merupakan cara untuk jalan untuk melayani kehidupan.
Makanya, ia dengan kerasnya menuntut untuk menggunakan metode ilmu alam (scientific method) bagi semua lapangan pikiran, terutama dalam menilai persoalan akhlak (etika), estetika, politik dan lain-lain. Dengan demikian, cara penilaian bisa berubah dan bisa disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan hidup.
Menurut Dewey, yang dimaksud dengan scientific method ialah cara yang dipakai oleh seseorang sehingga bisa melampaui segi pemikiran semata-mata pada segi amalan. Dengan demikian, suatu pikiran bisa diajukan sebagai pemecahan suatu kesulitan (to solve problematic institution), dan kalau berhasil maka pikiran itu benar.
Pendidikan Progresif
Dewey memandang bahwa tipe dari pragmatismenya diasumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Pendidikan dipandang sebagai wahana strategis dan sentral dalam upaya kelangsungan hidup di masa depan. Pendidikan Nasional Amerika, menurut Dewey, hanya mengajarkan muatan-muatan yang sudah usang (out of date) dan hanya mengulang-ulang sesuatu yang sudah lampau, yang sebenarnya tidak layak lagi untuk diajarkan kepada anak didik. Pendidikan yang demikian hanya mengebiri intelektualitas anak didik.
Dalam bukunya Democracy and Education (1916), Dewey menawarkan suatu konsep pendidikan yang adaptif dan progresif bagi perkembangan masa depan.
Dewey elaborated upon his teory that school reflect the community and be patterned after it so that when children graduate from school they will be properly adjusted to asumse their place in society.
Kutipan di atas dapat dipahami secara bebas bahwa pendidikan harus membekali anak didik sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lingkungan sosialnya. Sehingga, apabila anak didik tersebut telah lulus dari lembaga sekolah, ia bisa beradaptasi dengan masyarakatnya.
Untuk merealisasikan konsep tersebut, Dewey menawarkan dua metode pendekatan dalam pengajaran. Pertama, problem solving method. Dengan metode ini anak dihadapkan pada berbagai situasi dan masalah-masalah yang menantang, anak diberi kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan perkembangan kemampuannya.
Dalam proses belajar mengajar model ini guru bukannya satu-satunya sumber, bahkan kedudukan seorang guru hanya membantu siswa dalam memecahkan kesulitan yang dihadapi.
Dengan metode semacam ini, dengan sendirinya pola lama yang hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya pusat informasi (metode pedagogy) diambil alih kedudukannya oleh metode andragogy yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik.
Kedua, learning by doing. Konsep ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan dalam masyarakat. Supaya anak didik bisa eksis dalam masyarakatnya bila telah menyelesaikan pendidikannya, maka mereka dibekali keterampilan-keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosialnya.
Dari berbagai sumber
Post a Comment