Eksistensialisme: Pengertian, Sejarah, Ciri, dan Tokoh Pemikirnya
Table of Contents
Soren Kierkegaard |
Pengertian Eksistensialisme
Eksistensialisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar. Eksistensialisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang terutama diasosiasikan dengan beberapa filsuf Eropa abad ke-19 dan ke-20 yang sepaham (meskipun banyak perbedaan doktrinal yang mendalam bahwa pemikiran filsafat bermula dengan subjek manusia—bukan hanya subjek manusia yang berpikir, tetapi juga individu manusia yang melakukan, yang merasa, dan yang hidup.
Nilai utama pemikiran eksistensialis biasanya dianggap sebagai kebebasan, tetapi sebenarnya nilai tertingginya adalah autentisitas (keaslian). Dalam pemahaman seorang eksistensialis, seorang individu bermula pada apa yang disebut sebagai "sikap eksistensial".
Sikap eksistensial yaitu semacam perasaan disorientasi, bingung, atau ketakutan di hadapan sebuah dunia yang tampaknya tidak berarti atau absurd. Ada pula beberapa filsuf eksistensialis yang menganggap bahwa konten filsafat sistematis atau akademis tradisional terlalu abstrak atau jauh dari pengalaman konkret manusia.
Sejarah Eksistensialisme
Istilah eksistensialisme dari bahasa Prancis L'existentialisme, dibuat oleh seorang filsuf Katolik Prancis, Gabriel Marcel, di pertengahan dekade 1940-an. Ketika itu, Marcel mengaplikasikan istilah ini kepada Jean-Paul Sartre di sebuah kolokium pada tahun 1945, Sartre menolak.Namun kemudian, Sartre berubah pikiran dan pada 29 Oktober 1945 mengadopsi label eksistensialis di muka umum, dalam sebuah kuliah umum yang disampaikan kepada Club Maintenant di Paris.
Kuliah umum ini kemudian diterbitkan sebagai sebuah buku pendek yang amat memopulerkan pemikiran eksistensialis berjudul L'existentialisme est un humanisme (Eksistensialisme Adalah Sebentuk Humanisme).
Marcel sendiri tak lama kemudian menolak istilah ini dan lebih menyukai istilah Neo-Sokratik, untuk menghormati esai Kierkegaard berjudul "Mengenai Konsep Ironi dengan Referensi Terus-Menerus kepada Sokrates" (bahasa Denmark: Om Begrebet Ironi med stadigt Hensyn til Socrates).
Ada ilmuwan yang berpendapat bahwa istilah ini harusnya hanya digunakan pada pergerakan kebudayaan di Eropa pada tahun 1940-an dan 1950-an dan dihubungkan dengan karya filsuf Jean-Paul Sartre, Simone de Beauvoir, Maurice Merleau-Ponty, dan Albert Camus.
Ilmuwan lain memanjangkan istilah ini hingga Kierkegaard, dan ada pula yang memanjangkannya hingga Sokrates. Namun, istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada pandangan filsafat Jean-Paul Sartre.
Soren Kierkegaard secara umum dianggap sebagai filsuf eksistensialis pertama, meskipun ia tidak menggunakan istilah eksistensialisme. Ia berargumen bahwa setiap individu—bukan masyarakat atau agama—bertanggung jawab memberikan makna bagi hidup dan kehidupan, dan menghidupi makna tersebut secara jujur dan bergairah (secara "autentik").
Ciri Eksistensialisme
Ciri umum dari eksistensialisme di antaranya, 1. Eksistensi mendahului esensi.
2. Motif pokok yang disebut eksistensi adalah cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi.
3. Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, bereksistensi berarti berbuat, menjadi, dan merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
4. Di dalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih kepada sesama manusia.
5. Filsafat eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang kongkret dan eksistensial. Hanya saja, arti pengalaman itu yang berbeda-beda.
Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa eksistensialisme adalah bentuk kebebasan manusia untuk membuat kehidupan dirinya sesuai dengan yang ia inginkan.
Tokoh Pemikir Eksistensialisme
1. Jean Paul SartreMerupakan seorang pencetus aliran eksistensialisme yang lebih menekankan pada kebebasan manusia. Ia mengatakan kebenaran itu bersifat relatif, bahwa manusia diciptakan mempunyai kebebasan untuk mengatur dan menentukan dirinya. Karena masing-masing manusia bebas untuk melakukan sesuatu yang menurutnya benar.
2. Soren Kierkegaard
Eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih melalui kebebasan. Menurutnya, eksistensi manusia bukan sesuatu yang diam tetapi manusia itu senantiasa bergerak menuju kemungkinan. Ia menekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang dimungkinkan.
3. Martin Buber
Eksistensialisme adalah nilai eksistensi manusia itu tidaklah murni dari manusia. Pendapatnya ini memang berbeda dari tokoh sebelumnya, tetapi masih dalam lingkungan eksistensialisme. Menurutnya eksistensi dapat dipengaruhi oleh hubungan sesamanya.
4. Martin Heidegger
Menurut pemikirannya keberadaan manusia adalah segala sesuatu yang berada diluar kendala manusia yang dikaitkan dengan manusia itu sendiri. Pemikirannya berhubungan dengan humanisme dimana sikap manusia yang memanusiakan manusia.
5. Karl Jasper
Ia mempunyai pemikiran bahwa manusia itu mempunyai kebebasan, tapi pada ujungnya manusia juga mempunyai keterbatasan, yaitu keterbatasan penderitaan, perjuangan, kesalahan, dan kematian. Ia memandang filsafat ini bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri, yang ditandai dengan pemikiran menggunakan ilmu pengetahuan.
6. Paul Tilich
Paul mengartikan eksistensialisme menjadi tiga kategori yaitu sebagai pandangan hidup, gerakan protes, ungkapan. Dari ketiganya dapat diartikan bahwa eksistensi ini bersifat universal atau menyeluruh.
7. Gabriel Marcel
Seorang yang berkebangsaan Prancis. Ia mempunyai hakikat tentang keberadaan, yaitu tentang mengerti dan memahami keberadaan diri sendiri dan orang lain.
Dari berbagai sumber
Post a Comment