Ekonomi Klasik: Pengertian, Prinsip, Ciri, Masalah Pokok, Teori Pertumbuhan, dan perbedaannya dengan Ekonomi Modern

Table of Contents
Pengertian Ekonomi Klasik
The Wealth of Nations 1776

Pengertian Ekonomi Klasik

Ekonomi klasik adalah aliran modern pertama dalam sejarah pemikiran ekonomi. Pemikir dan pengembang utama aliran ini di antaranya Adam Smith, Jean-Baptiste Say, David Ricardo, Thomas Malthus dan John Stuart Mill

Baca Juga: Malthusianisme: Pengertian, Penerapan, dan Kritiknya

Istilah "ekonomi klasik" awalnya dicetuskan oleh Karl Marx untuk merujuk pada ekonomi Ricardian – aliran ekonomi yang dikembangkan oleh David Ricardo dan James Mill serta pendahulunya. Namun, penggunaan istilah ini kemudian diperluas untuk merujuk pada semua pengikut Ricardo.

The Wealth of Nations karya Adam Smith pada tahun 1776 dianggap sebagai penanda dimulainya era ekonomi klasik. Aliran ini mengemuka hingga pertengahan abad ke-19, dan kemudian digantikan oleh ekonomi neoklasik, yang lahir di Britania Raya pada tahun 1870.
 
Ekonomi klasik menyatakan bahwa pasar bebas akan mengatur dirinya sendiri jika tidak ada campur tangan dari pihak apapun. Adam Smith menyebutnya dengan metafora "tangan tak terlihat", yang akan menggerakkan pasar menuju keseimbangan alami mereka tanpa adanya campur tangan dari luar.

Prinsip Ekonomi Klasik

Terdapat beberapa prinsip ekonomi klasik yang dikembangkan Adam Smith bersama tokoh klasik lainnya. Prinsip ini sengaja diturunkan dari generasi ke generasi hingga akhirnya dipatahkan oleh penganut aliran ekonomi modern.
1. Hemat, kerja keras, kepentingan diri yang baik, dan kedermawanan terhadap orang lain adalah suatu kebaikan. Hal ini harus menjadi dasar dan harus didukung selama proses ekonomi.
2. Pemerintah harus membatasi kegiatannya pada pengaturan keadilan, memperkuat hak milik privat, dan tetap mempertahankan negara dari serangan asing.
3. Negara harus siap mengadopsi kebijakan Laissez Faire non-intervensi seperti, perdagangan bebas, pajak rendah, dan birokrasi minimal.
4. Standar klasik emas/perak akan mencegah negara mendepresiasi mata uang dan akan mendapatkan lingkungan moneter yang lebih stabil di mana ekonomi dapat berkembang.

Ciri Ekonomi Klasik

Berikut beberapa ciri ekonomi klasik yang membedakannya dengan pemikiran aliran ekonomi lain di antaranya,
1. Laissez faire. Dasar sistem ekonomi adalah sistem bebas berusaha. Jadi, dianggap perekonomian mempunyai kemampuan untuk kembali ke posisi seimbang secara otomatis.
2. Pasar bebas. Dalam kondisi pasar bebas maka akan terjadi “full employment” atau kesempatan kerja penuh alias tidak adanya pengangguran.
3. Pemerintah tidak ikut campur. Peran pemerintah sebatas masalah penegakan hukum, menjaga keamanan, serta pembangunan infrastruktur. Tidak ikut campur.
4. Pelaku ekonomi punya andil. Harga barang ditentukan oleh produsen dan konsumen.
5. Upah fleksibel. Tingkat upah ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Upah akan turun jika tenaga kerja berlebih. Pun sebaliknya, upah naik jika ada kekurangan tenaga kerja.

Sementara menurut Skousen (2009), karakter yang melekat pada pemikiran ekonomi klasik biasanya berfokus pada hak-hak pelaku ekonomi yang berupa:
1. Kebebasan (freedom) yaitu hak untuk memproduksi dan memperdagangkan produk, tenaga kerja, dan modal.
2. Kepentingan diri (self-interest) yaitu hak seseorang untuk melakukan usaha sendiri dan membantu kepentingan diri orang lain.
3. Persaingan (competition) yaitu hak untuk bersaing dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa.

Smith dalam bukunya The Wealth of the Nations menyebutkan bahwa kepentingan pribadi (self interest) akan menghasilkan masyarakat yang stabil dan makmur tanpa perlu diatur oleh negara secara terpusat. Doktrin tentang kepentingan ini sering disebut sebagai “invisible hand” (tangan gaib). Ia menuliskannya seperti sebuah cerita.

Masalah Pokok Ekonomi Klasik

Terdapat tiga masalah pokok ekonomi klasik di antaranya,
1. Masalah Produksi
Masalah pokok ekonomi klasik yakni produksi ini berkaitan dengan usaha penciptaan suatu benda. Produksi adalah usaha atau kegiatan untuk menciptakan, menambah, dan atau mengubah kegunaan suatu benda.

Saat akan memproduksi barang atau jasa, produsen sering kali khawatir jika produk yang dipasarkannya nanti tidak laku di pasaran. Dalam konteks ini, produsen tentu membutuhkan upaya yang lebih besar untuk meraih hati konsumen untuk membeli barangnya.

Hal yang bisa dilakukan oleh produsen adalah dengan riset dan menyediakan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dari sini lah kemudian muncul masalah pokok ekonomi klasik yang pertama, yakni barang apa saja yang harus diproduksi.

2. Masalah Distribusi
Distribusi memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi. Sebab, distribusi menjadi penghubung antara produsen dengan konsumen. Distribusi adalah kegiatan penyaluran barang atau jasa.

Agar produk yang dihasilkan bisa sampai ke tangan konsumen, produsen harus menentukan langkah distribusi yang tepat. Tepat di sini adalah cara pendistribusian yang paling efektif dengan memperhitungkan kecepatan dan biaya.

Tak hanya itu saja, produsen juga perlu memperhatikan keamanan dalam pendistribusian barang untuk menjaga kualitasnya.  Oleh karena itu lah muncul masalah ekonomi klasik kedua, yakni bagaimana cara agar barang atau jasa yang dihasilkan bisa sampai ke tangan konsumen.

3. Masalah Konsumsi
Konsumsi adalah kegiatan untuk menghabiskan atau mengurangi nilai kegunaan suatu barang atau jasa. Saat memilih dan akan menggunakan produk, konsumen akan memilih barang yang dianggap sesuai dengan kebutuhannya.

Sebagai konsumen, tentu ia juga akan memilih barang atau jasa dengan nilai kegunaan tertinggi.  Kemudian, hal yang jadi permasalahan adalah apakah barang itu akan dikonsumsi atau malah terbuang sia-sia.

Namun, keterbatasan dana atau minimnya pendapatan yang dimiliki bisa memengaruhi perilaku konsumsi seseorang. Seseorang dengan tingkat pendapatan yang rendah, harus menunda penggunaan barang bernilai guna tinggi, seperti mobil.

Oleh karena itulah, muncul masalah pokok ekonomi klasik yakni barang yang dikonsumsi harus benda yang mampu dibeli dan dibutuhkan.

Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Adam Smith (1723-1790)
Adam Smith merupakan tokoh yang menyuarakan pentingnya sistem ekonomi liberal (bebas), yakni sistem ekonomi yang bebas dari campur tangan pemerintah yang diperkuat dengan semboyan “Laissez Faire, Laissez Passer”.

Ia meyakini sistem ekonomi tersebut, pertumbuhan ekonomi dapat dicapai secara maksimum jika melibatkan dua unsur berikut di antaranya,
1. Pertumbuhan penduduk.
2. Pertumbuhan output total, berupa barang dan jasa yang dipengaruhi: sumber daya alam, tenaga kerja, dan persediaan barang.

Baca Juga: Pengertian Persediaan, Jenis, dan Cara Mengevaluasinya

Jadi, agar output naik, maka sumber daya alam harus dikelola oleh tenaga kerja yang andal, dan peralatan yang baik.

Thomas Robert Malthus (1766-1834)
Menurut Thomas Robert Malthus, perkembangan perekonomian suatu negara ditentukan oleh pertambahan jumlah penduduk. Bisa dibayangkan jika jumlah penduduk bertambah maka permintaan akan barang dan jasa juga bertambah.

T.R. Malthus mengemukakan bahwa bahan makanan bertambah menurut deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya), sedangkan penduduk bertambah menurut deret ukur (1, 2, 4, 8, 16 dan seterusnya).

Baca Juga: Pengertian Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk

Hal ini berakibat pada makin terbatasnya hasil produksi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada akhirnya, masyarakat akan hidup dalam kemandegan ekonomi.

David Ricardo (1772-1823)
Senada dengan Malthus, David Ricardo berpendapat jika faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar hingga dua kali lipat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Jadi begini, jika jumlah penduduk meningkat maka tenaga kerja akan berlebih. Kondisi ini menyebabkan upah menjadi turun.

Upah yang digunakan untuk membiayai hidup menjadi terasa pas-pasan atau kurang alias mandeg. Teori beliau jelaskan dalam bukunya The Principles of Political and Taxation.

John Stuart Mill (1806-1873)
Pandangan Mill sebenarnya mendukung kebijakan pasar bebas. Walau begitu, dia masih bisa menoleransi adanya intervensi dalam pasar, misalnya pajak alkohol. Dia juga menoleransi adanya intervensi legislatif yang bertujuan untuk perlindungan binatang.

Dalam pandangannya, ia berpendapat bahwa sumber daya alam dan tenaga kerja adalah dua faktor utama dalam produksi. Sedangkan modal hanyalah akumulasi hasil kerja dari tenaga kerja sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi akan terwujud jika faktor sumber daya alam  dan modal dapat membantu peningkatan produksi lebih dari kekuatan tenaga kerja yang kaya potensi. Jika sumber daya manusia bekerja secara maksimal, maka akan menjadi konsumen yang lebih produktif menjaga siklus produksi.

Perbedaan Ekonomi Klasik dan Modern

Ekonomi Klasik dan Modern memiliki beberapa perbedaan dari segi permasalahan yang harus dihadapi agar semakin kompleks. Berikut beberapa perbedaan ekonomi klasik dan modern.
1. Ekonomi Klasik
Ekonomi klasik memiliki tujuan untuk mencapai kemakmuran dengan permasalahan ekonomi yang berfokus pada proses produksi, distribusi dan konsumsi. Sifat permasalahan yang dihadapi oleh ekonomi klasik lebih sederhana, yaitu hanya produksi, distribusi, dan konsumsi. Dan terakhir dalam sudut pandang permasalahan ekonomi klasik dilihat secara lebih sederhana.

2. Ekonomi Modern
Ekonomi modern memiliki tujuan untuk menyelesaikan segala permasalahan dengan lebih kompleks, salah satunya, seperti keterbatasan sumber daya manusia. Dalam ekonomi modern terdapat permasalahan yang terfokus pada tiga hal yaitu, barang apa serta jumlahnya untuk diproduksi, bagaimana cara memproduksi dan untuk siapa barang tersebut diproduksi.

Permasalahan yang dihadapi ekonomi modern ini tergolong jauh lebih baik, karena ekonomi modern mencakup bagaimana cara kita memperoleh sumber daya produksi tersebut. Sudut pandang permasalahan ekonomi modern bersifat lebih mendalam dan menyeluruh.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment