Teori Belajar Humanistik: Pengertian, Prinsip, Tujuan, Ciri, Implikasi, Penerapan, Kelebihan, dan Kekurangannya

Table of Contents
Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori Belajar Humanistik

Pengertian Teori Belajar Humanistik

Teori belajar humanistik adalah teori belajar yang memanusiakan manusia. Teori belajar humanistik berasumsi bahwa manusia berhak mengenali dirinya sendiri sebagai langkah untuk belajar, sehingga diharapkan mampu mencapai aktualisasi diri.

Teori ini menganggap bahwa proses belajar dinilai lebih penting daripada hasil belajar itu sendiri. Teori belajar humanistik berfokus pada bagaimana menghasilkan sesuatu yang efektif, bagaimana belajar yang bisa meningkatkan kreativitas dan memanfaatkan potensi yang ada pada seseorang.

Keberhasilan suatu pembelajaran menurut teori ini adalah ketika ada keinginan dari dalam diri seseorang untuk belajar, mengetahui informasi baru, sehingga terjadi asimilasi dalam struktur kognitinya.

Teori humanistik ini muncul sebagai perlawanan terhadap teori belajar sebelumnya, yaitu Teori Behavioristik, yang dianggap terlalu kaku, pasif, bahkan penurut ketika menggambarkan manusia.

Teori Belajar Humanistik Menurut Para Ahli

Teori belajar humanistik terkenal dengan pendapat dan pandangan dari 3 ahli di antaranya,
1. Arthur Combs, belajar merupakan kegiatan yang bisa dilakukan di mana saja dan menghasilkan sesuatu bagi dirinya. Pada kegiatan belajar, seseorang bahkan guru tidak boleh memaksakan sesuatu hal yang tidak disukai oleh individu yang bersangkutan.
2. Abraham Maslow, belajar merupakan serangkaian proses yang harus dilalui untuk mengaktualisasi dirinya. Pada kegiatan belajar, diharapkan seorang individu bisa memahami dirinya dengan baik.
3. Carl Rogers, pada proses belajar dibutuhkan sikap saling menghargai dan tanpa prasangka antara individu yang sedang belajar dan pihak yang memberi pembelajaran.

Selain itu, terdapat beberapa ahli yang terkenal sebagai penganut dari teori humanistik yang memberikan pendapat terkait dengan tahapan pembelajaran, golongan orang yang belajar, tipe belajar, dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri.

Beberapa ahli beserta pendapatannya mengenai pembelajaran dari sudut padang Teori Humanistik tersebut di antaranya,
1. David Kolb (Experiental Learning Theory)
David Kolb yang berorientasi pada Teori Humanistik ini menelurkan satu teori hasil pemikirannya, bahwa belajar merupakan sebuah proses saat pengetahuan diciptakan melalui perubahan atau transformasi pengalaman.

Pengetahuan adalah kombinasi dari kemampuan untuk memahami dan mentransformasikan pengalaman. Kolb terkenal dengan Teori Pembelajaran Eksperiental atau Experiental Learning Theory, yaitu sebuah teori pembelajaran yang ditekankan pada model holistik.

Tahapan belajar menurut teori Kolb di antaranya,
a. Concrete Experience
Tahap ini merupakan tahap paling awal di mana seseorang mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia melihat, merasakan, lantas menceritakan kembali pengalaman yang dialaminya. Pada tahap ini, seseorang yang mengalami pembelajaran belum memahami apa yang benar-benar terjadi dan mengapa hal itu bisa terjadi.

b. Reflection Observation
Di tahap ini, seseorang yang mengalami kejadian tadi mencoba untuk melakukan observasi berupa pencarian jawaban, melaksanakan refleksi yang kemudian ditandai dengan munculnya beberapa pertanyaan tentang kejadian terkait.

c. Abstract Conceptualization
Tahap ini adalah kondisi di mana seseorang berusaha membuat abstraksi atau mengembangkan teori dari obyek perhatian suatu kejadian.

d. Active Experimentation
Tahap ini merupakan titik di mana seseorang secara aktif melakukan percobaan yang merupakan hasil dari aplikasi konsep dan teori ke situasi kenyataan.

Gaya Pembelajaran oleh David Kolb
Dari tahapan pembelajaran menurut pandangan Kolb, ia kemudian berpikir bahwa gaya untuk menjalani setiap tahapan pembelajaran oleh satu orang dengan orang lainnya akan berbeda. Kolb juga membagi beberapa gaya belajar tersebut menjadi beberapa jenis di antaranya,
a. Converger, yaitu tipe orang yang suka belajar dengan memiliki jawaban tertentu atau sudah pasti. Mereka yang memiliki gaya belajar converger biasanya ditandai dengan sifat tidak emosional dan lebih suka menghadapi benda (mati) dibandingkan manusia.
b. Diverger, yaitu tipe belajar seseorang yang hobi menelaah berbagai sisi dan mencobanya menghubungkan semua sisi tersebut menjadi kesatuan utuh. Orang dengan tipe diverger biasanya memiliki preferensi untuk mendalami bahasa, sastra, sejarah, atau ilmu sosial.
c. Assimilation, yaitu tipe belajar seseorang yang cenderung tertarik pada konsep abstrak. Mereka tidak akan terlalu memperhatikan penerapan atau praktik dari ide-ide mereka. Biasanya, orang dengan gaya belajar ini cenderung tertarik dengan hal-hal ilmiah dan matematika.
d. Accomodator, yaitu tipe atau gaya belajar seseorang yang berusaha mengembangkan berbagai konsep. Orang dengan gaya belajar ini cenderung menyukai hal-hal yang konkret dan bisa dipraktikkan.

2. Honey dan Mumford
Pandangan Kolb sedikit banyak memengaruhi pandangan dari Honey dan Mumford yang memiliki teori tersendiri mengenai pembelajaran dan berkiblat pada teori humanistik. Menurut mereka, ada beberapa golongan orang belajar di antaranya,
a. Kelompok Aktivis
Yaitu, tipe orang dengan golongan belajar ini adalah mereka yang tidak sungkan untuk melibatkan diri dan berkontribusi dalam kegiatan. Mereka menginginkan pengalaman baru.

Sifat orang dengan gaya belajar ini biasanya mudah diajak ngobrol, pemikirannya relatif terbuka, bisa menghargai pendapat dan pemikiran orang lain, dan memberikan kepercayaan pada orang lain secara lebih mudah.

b. Kelompok Reflektor
Yaitu, tipe orang dengan golongan belajar ini ditandai dengan karakteristik sifat orang yang sangat berhati-hati, cenderung memiliki banyak pertimbangan sebelum berani mengambil keputusan, mereka tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain, dan orang-orang ini cenderung konservatif.

c. Kelompok Teroris
Yaitu, orang yang tergabung dalam golongan belajar ini biasanya termasuk orang yang kritis dan hobi menganalisis segala sesuatu dari segala sisi, pikirannya rasional dan sangat menggunakan akal sehat, tidak suka dengan hal-hal yang spekulatif, pendiriannya kuat, serta tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain.

d. Kelompok Pragmatis
Yaitu, golongan belajar ini didominasi oleh orang-orang dengan karakteristik yang praktis, menyukai hal-hal yang ringkas dan tidak bertele-tele, dan berpikir bahwa sesuatu dianggap berguna ketika bisa dilaksanakan atau dipraktikkan dalam kehidupan.

3. Habermas
Habermas memiliki pendapat bahwa jika belajar baru akan terjadi ketika seseorang melakukan interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud Habermas adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial. Keduanya merupakan lingkungan yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia.

Jika Honey dan Mumford menyatakan adanya kelompok-kelompok belajar dalam teori pembelajaran mereka, lain halnya dengan pandangan teori belajar dari Habermas yang menelurkan hasil pemikiran berupa klasifikasi tipe belajar seseorang di antaranya,
a. Technical Learning, adalah teknik belajar di mana seseorang berinteraksi dengan sekitarnya, terutama lingkungan alam, secara benar. Mereka belajar tentang pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan agar mereka bisa mengelola lingkungan alam secara baik dan juga benar.
b. Practival Learning, adalah teknik di mana seseorang mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial. Mereka belajar bagaimana caranya berinteraksi dengan manusia lain secara harmonis. Interaksi yang terjadi secara benar pada individu yang belajar dengan lingkungan alam akan tampak dari relevansinya dengan kepentingan manusia.
c. Emancipatory Learning, adalah teknik di mana seseorang mencapai pemahaman dan kesadaran tinggi pada perubahan budaya sosial. Peserta didik membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang benar guna mendukung transformasi kultur yang terjadi.

Ketika seorang peserta didik sudah memiliki pemahaman serta kesadaran terhadap kondisi perubahan kultural ini, maka peserta didik dianggap sudah mampu mencapai tahap belajar yang paling tinggi.

4. Bloom dan Krathwohl
Pendapat hasil pemikiran mengenai aktivitas belajar juga ditelurkan oleh Bloom dan Krathwohl yang menyatakan bahwa individu perlu menguasai suatu hal setelah belajar melalui peristiwa-peristiwa belajar.

Berorientasi pada tujuan belajar, Bloom dan Krathwohl mengklasifikasikan beberapa tujuan belajar tersebut di antaranya,
a. Domain Kognitif
Domain pertama ini terdiri dari beberapa level atau tingkatan belajar, yaitu pengetahuan (mengingat), pemahaman (intepretasi), aplikasi, analisis (mencoba memikirkan konsep-konsep terkait), sintesis (penggabungan bagian-bagian konsep menjadi konsep utuh), dan evaluasi (membandingkna nilai, ide, maupun metode).

b. Domain Psikomotorik
Pada domain ini, ada beberapa bagian yang merupakan rangkaian dari psikomotorik, antara lain menirukan gerakan, menggunakan konsep untuk bergerak, ketepatan melakukan gerakan, melakukan beberapa gerakan dengan benar, sampai berhasil melakukan gerakan tersebut secara wajar.

c. Domain Afektif
Pada akhirnya, Bloom dan Krathwohl meruncingkan pemikiran bahwa hasil belajar pada domain sebelumnya dipraktikkan pada domain afektif, yang terdiri dari pengenalan (sadar akan adanya sesuatu), respon (berpartisipasi), penghargaan (menerima nilai tertentu), mengorganisasikan (menghubungkan nilai yang diterima dan dipercaya), dan pengamalan (menjadikan nilai sebagai pola hidup).

Prinsip Pembelajaran Humanistik

Terdapat beberapa prinsip yang terkandung dalam pembelajaran humanistik menurut pengertian para ahli di atas di antaranya,
1. Manusia memiliki kemampuan belajar yang alami.
2. Pembelajaran menjadi hal yang signifikan ketika materi atau konten pembelajaran tersebut dianggap memiliki relevansi dengan maksud tertentu oleh individu yang belajar.
3. Belajar adalah aktivitas yang menyangkut adanya perubahan dalam persepsi seseorang.
4. Tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan ketika ancaman itu relatif kecil.
5. Orang yang belajar memiliki cara untuk belajar dengan pembelajaran yang memiliki ancaman rendah.
6. Belajar menjadi aktivitas yang bermakna ketika orang yang belajar benar-benar mau melakukannya atau mempraktikkannya.
7. Keterlibatan orang yang belajar dalam proses pembelajaran membuat proses itu berjalan lancar.
8. Pembelajaran dengan melibatkan orang yang belajar bisa membuat mereka mendapatkan hasil pembelajaran yang lebih mendalam.
9. Perlu adanya penumbuhan terhadap rasa percaya diri dari orang yang belajar guna membuatnya menjadi pribadi yang mawas diri.
10. Pembelajaran sosial adalah belajar proses belajar.

Tujuan Pembelajaran Humanistik

Dalam penerapannya pada pendidikan, tentunya teori belajar humanistik menelurkan tujuan yang ingin dicapai untuk memperkuat ranah ini sesuai dengan penelusurannya mengenai manusia.

Tujuan dasar pendidikan Humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri dan independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka.

Sementara itu Arthur W. Combs (1912-1999) berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa setiap memulai belajar apabila materi pelajarannya disusun dan dijadikan sebagaimana mestinya.

Akan tetapi pembelajaran itu tidak bermakna bagi siswa. Sehingga yang terpenting ialah bagaimana guru membawa siswa untuk memperoleh sesuatu yang dapat diserap bagi kebutuhan pribadinya, dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkan dengan kehidupannya.

Oleh karena itu, menurut Combs, tujuan pembelajaran humanistik di antaranya,
1. Menerima kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa serta menciptakan pengalaman dan program untuk perkembangan keunikan potensi siswa.
2. Memudahkan aktualisasi diri siswa dan perasaan diri mampu.
3. Memperkuat perolehan keterampilan dasar (akademik, pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi).
4. Memutuskan pendidikan secara pribadi dan penerapannya.
5. Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi dalam proses pendidikan.
6. Mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti, mendukung, menyenangkan, serta bebas dari ancaman.
7. Mengembangkan siswa masalah ketulusan, respek, menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.

Ciri Pembelajaran Humanistik

Ciri khas teori belajar humanistik adalah berusaha untuk mengamati perilaku seseorang dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya dengan potensi-potensi yang dimilikinya.

Oleh karena itu, pembelajaran humanistik akan memiliki ciri sebagai berikut di antaranya,
1. Pembelajaran akan merespons perasaan siswa, dan menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah direncanakan.
2. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
3. Menghargai siswa sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk pribadinya (tidak dapat digeneralisir).
4. Memiliki kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
5. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk memantapkan kebutuhan yang paling penting dari siswa).

Implikasi Teori Belajar Humanistik

Teori belajar humanistik paling dekat untuk digunakan oleh guru. Guru merupakan profesi yang bisa berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar seseorang. Teori ini merupakan panduan atau guideness yang bisa digunakan untuk mendampingi murid selaku peserta belajar agar mereka bisa mendalami proses belajar tersebut dari dalam dirinya sendiri.

Ikhtisar dari Teori Belajar Humanistik sebagai panduan bagi fasilitator di antaranya,
1. Guru atau fasilitator diharapkan mampu memberikan kesan awal yang menyenangkan.
2. Guru bertugas membantu setiap peserta didik untuk memperoleh dan memahami adanya tujuan perorangan dalam proses belajar tersebut. Selain tujuan perorangan, peserta didik juga mampu memahami adanya tujuan kelompok yang bersifat umum dalam proses tersebut.
3. Guru yang berkiblat pada teori pembelajaran ini harus memiliki keyakinan bahwa setiap peserta didik akan melaksanakan tujuan yang paling tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri. Hal itu digunakan sebagai kekuatan pendorong dalam proses belajar.
4. Diusahakan, guru sebisa mungkin mengatur dan menyediakan berbagai sumber pembelajaran yang paling luas dan bisa dimanfaatkan oleh peserta didik. Hal ini akan membuat peserta didik bisa mencapai tujuan belajar secara pribadi maupun secara umum. Jangan terpaku pada pengetahuan atau informasi yang sudah lampau karena pengetahuan pun mengalami transformasi dari waktu ke waktu.
5. Guru harus mampu menempatkan diri sebagai suatu sumber yang sifatnya fleksibel. Fungsinya agar kelompok peserta didik bisa mendapatkan pendidikan, bukan hanya pengetahuan. Ketika sumber pengetahuan begitu kaku hanya dengan memberikan pengetahuan pasti saja, guru sebagai fasilitator harus bisa mengombinasikan pengetahuan tersebut dengan pendidikan karakter yang bisa dicerna oleh peserta didik.
6. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran menurut kiblat humanistik harus mampu menanggapi berbagai respons yang terjadi dalam proses pembelajaran, baik respons yang sifatnya intelektual maupun yang lebih ke arah perasaan personal.
7. Apabila kelas telah menjadi kelompok yang lebih mandiri, peran fasilitator sebagai seorang ‘guru yang mengajari’ harus perlahan berubah untuk menjadi ‘murid yang belajar’. Guru harus bisa melatih peserta didik dengan pola pikir sesuai dengan tujuan pembelajaran.
8. Meskipun fasilitator adalah seorang guru, namun ia harus bersedia untuk mengikuti proses pembelajaran. Perasaan dan pikiran seorang guru sebagai fasilitator tidak boleh menuntut apalagi sampai memaksakan pembelajaran tersebut harus berhasil didapatkan atau diilhami oleh peserta didik.
9. Guru sebagai fasilitator harus bisa peka dalam menanggapi adanya respons yang lebih terkait pada perasaan, bukan pada konteks pembelajaran.
10. Sangat penting bagi seorang guru sebagai fasilitator untuk mengenali diri sendiri dan peserta didik hingga menerima adanya kekurangan yang mungkin muncul di tengah proses pembelajaran.

Penerapan Teori Belajar Humanistik pada Metode Pembelajaran

Teori belajar humanistik ini dalam penerapannya sebagai metode pembelajaran juga perlu diikuti dengan pengetahuan tentang pendekatan belajar kognitif serta afektif supaya dapat menghasilkan perubahan positif pada hasil belajar dan sikap.  

Berikut ini merupakan langkah-langkah penerapan teori ini di antaranya,
Langkah Pembelajaran
Sebagai seorang pengajar, tentu membutuhkan sejumlah persiapan yang baik dan matang sebelum melakukan proses penerapan teori ini. Langkah awal sebelum memulai pembelajaran dengan murid, seorang guru atau tenaga pengajar dapat mempersiapkan materi sebagai berikut di antaranya,
1. Langkah pertama yang harus disiapkan adalah menentukan tujuan pembelajaran, cari tahu apa yang ingin dihasilkan dari proses pembelajaran tersebut.
2. Merumuskan materi yang akan dipelajari sesuai dengan tujuan awal, hal ini berfungsi supaya materi yang diberikan tidak meluas dan menjadi tidak efektif.
3. Hal yang penting selanjutnya ialah melakukan identifikasi sejauh mana kemampuan murid. Amati individu supaya mampu memperkirakan kemampuan analisis, daya serap dan perilakunya.
4. Memilah-milah dan melakukan analisis terhadap topik materi, yang mana sekiranya murid berminat dan ingin ikut serta dalam pembelajaran.
5. Guru juga perlu mempersiapkan kerangka fasilitas belajar yang dirancang dengan efektif.
6. Membimbing murid untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran.
7. Memberikan bimbingan pada murid supaya paham akan makna dan pentingnya pengalaman belajar mereka.
8. Mendorong murid untuk sering melakukan penerapan yang serupa bahkan di luar proses pembelajaran.
9. Melakukan evaluasi berkala selama proses pembelajaran

Kelebihan Teori Belajar Humanistik

1. Aplikasi teori ini bisa memunculkan kreativitas peserta didik atau orang yang belajar. Hal ini terjadi karena teori ini berpusat pada orang yang belajar, bukan pada materi yang harus dijejalkan pada peserta didik.
2. Perkembangan teknologi yang pesat ekuivalen dengan perkembangan belajar.
3. Tenaga pendidik justru memiliki tugas yang lebih ringan, tidak terpaku untuk menyelesaikan materi tetapi lebih fokus pada pengembangan setiap individu yang belajar.
4. Teori humanistik cenderung mampu merekatkan hubungan sosial antara peserta didik. Tidak ada persaingan dalam pembelajaran karena semua orang berhak untuk mengoptimalkan kemampuan dirinya, sesuai pada tingkatan masing-masing.
5. Teori belajar humanistik adalah pilihan kiblat yang cocok terutama untuk pendidikan yang bersifat membentuk karakter, mengubah sikap, atau menganalisis fenomena sosial.
6. Indikator dari keberhasilan penerapan teori humanistik adalah perasaan senang dan tidak ada tekanan yang dialami peserta didik. Mereka bahkan memiliki inisiatif tersendiri untuk belajar. Pola pikir, perilaku, dan sikap mengikuti kemauan sendiri alias tidak terpaksa atau kaku.
7. Melatih peserta didik sebagai pribadi yang bebas dan tidak terikat dengan pendapat orang lain. Peserta didik diarahkan untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Kekurangan Teori Belajar Humanistik

Meskipun cenderung sangat membebaskan peserta didik dalam proses pembelajaran, nyatanya teori ini memiliki beberapa kelemahan di antaranya,
1. Aplikasi teori ini memungkinkan peserta didik untuk sulit memahamai potensi dirinya sendiri. Ini terjadi karena tenaga pendidik yang terlalu ‘melepaskan’ peserta didik dalam mengeksplorasi dirinya sendiri.
2. Peserta didik yang tidak berminat untuk mengikuti proses belajar akan tertinggal dengan peserta didik lain yang sudah memiliki niatan untuk belajar dan memperbaiki diri.
3. Jika peserta didik tidak rajin untuk mengikuti proses pembelajaran, besar kemungkinan ia akan kesulitan mengikuti proses belajar selanjutnya karena masih tertinggal di tahap-tahap awal.
4. Apabila peserta didik mengalami ketidaktahuan atau kurang paham atas konten pembelajaran dan tidak segera ditangani oleh tenaga pendidik, proses pembelajaran oleh peserta didik tersebut bisa terhambat.
5. Peserta didik memiliki potensi untuk menyalahgunakan kebebasan yang diberikan.
6. Peserta didik yang belum mampu berpikir untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri cenderung sulit untuk melakukan pemusatan pikiran.
7. Pada konteks atau praktisnya, teori ini kurang mungkin untuk diterapkan pada sistem pembelajaran sekolah saat ini. 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment