Separation Anxiety Disorder (SAD): Pengertian, Kriteria, Gejala, Penyebab, dan Cara mengatasinya
Table of Contents
Separation Anxiety Disorder (SAD) |
Pengertian Separation Anxiety Disorder (SAD)
Separation Anxiety Disorder (SAD) adalah gangguan kecemasan pada anak-anak ketika berpisah atau ditinggal orang tuanya, meskipun hanya sebentar. Anak tidak hanya menangis, tapi juga merasa sedih, takut, gelisah, dan cemas berlebihan. Kondisi tersebut terutama terjadi saat masih bayi atau di bawah usia lima tahun. Biasanya hal ini terjadi ketika memasuki usia tiga tahun. Dalam kondisi normal, sebagian besar anak biasanya sudah terbiasa berpisah dengan orang tuanya serta dapat menyesuaikan diri seiring berjalannya waktu.
Namun, dalam kondisi separation anxiety disorder, dalam kondisi terburuk bahkan bisa mengganggu aktivitasnya sehari-hari, termasuk ketika di sekolah. Potensi lain dari separation anxiety disorder adalah munculnya panic attack atau serangan panik.
Separation anxiety disorder juga dapat mempengaruhi fisik, misalnya memicu sakit perut dan sakit kepala. Bahkan, beberapa anak dapat mengalami stres karena ketidakmampuannya untuk beraktivitas secara normal atau bermain dengan teman-temannya.
Meskipun sebagian besar separation anxiety disorder lebih sering terjadi pada anak-anak usia balita, tidak menutup kemungkinan dapat berlanjut hingga usia remaja dan dewasa. Untuk itu, penting bagi orang tua mengenali lebih dini dan mengetahui cara penanganan yang tepat.
Kriteria Separation Anxiety Disorder (SAD)
Berikut kriteria diagnosis separation anxiety disorder menurut American Psychiatric Association (2013) di antaranya,1. Ketakutan atau kecemasan yang secara perkembangan tidak tepat dan berlebihan tentang perpisahan dari orang-orang yang individu tersebut merasa terikat, sebagaimana dibuktikan oleh setidaknya tiga hal berikut di antaranya,
a. Tekanan berlebihan yang berulang saat mengantisipasi atau mengalami perpisahan dari rumah atau dari sosok keterikatan utama.
b. Kekhawatiran yang terus-menerus dan berlebihan tentang kehilangan sosok keterikatan utama atau tentang kemungkinan bahaya bagi mereka, seperti penyakit, cedera, bencana, atau kematian.
c. Kekhawatiran yang terus menerus dan berlebihan tentang mengalami kejadian yang tidak diinginkan (misalnya tersesat, diculik, mengalami kecelakaan, jatuh sakit) yang menyebabkan perpisahan dari sosok keterikatan utama.
d. Keengganan atau penolakan terus menerus untuk pergi keluar, jauh dari rumah, ke sekolah, ke tempat kerja, atau di tempat lain karena takut berpisah.
e. Ketakutan atau keengganan yang terus-menerus dan berlebihan tentang sendirian atau tanpa sosok yang memiliki keterikatan utama di rumah atau di tempat lain.
f. Keengganan atau penolakan terus-menerus untuk tidur jauh dari rumah atau pergi tidur tanpa berada di dekat sosok keterikatan utama.
g. Mimpi buruk berulang yang melibatkan tema perpisahan.
h. Keluhan gejala fisik yang berulang (misalnya sakit kepala, sakit perut, mual, muntah) saat terjadi atau diantisipasi adanya keterpisahan dari sosok kelekatan utama.
2. Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran terus berlanjut, berlangsung setidaknya 4 minggu pada anak-anak dan remaja dan biasanya 6 bulan atau lebih pada orang dewasa.
3. Gangguan tersebut menyebabkan gangguan atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam bidang fungsi sosial, akademik, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Jadi, gangguan kecemasan perpisahan adalah ketakutan yang berlebihan ketika berpisah dengan sosok yang memiliki kelekatan pada seseorang.
Gejala Separation Anxiety Disorder (SAD)
Saat mengalami SAD, anak biasanya merasakan kecemasan yang berlebihan jika harus berpisah dengan orangtua atau pengasuh yang sangat dekat dengannya. Meski kondisi ini mungkin tergolong wajar pada bayi dan balita, bukan berarti kondisi ini harus dibiarkan begitu saja.Oleh karena itu, ada beberapa gejala SAD pada anak yang mungkin perlu Anda perhatikan agar bisa lebih waspada di antaranya,
1. Tidak bisa berpisah dengan orangtua dan selalu menangis jika ditinggal pergi.
2. Takut dan khawatir akan ada hal buruk yang akan terjadi pada anggota keluarganya jika berpisah.
3. Selain menangis, anak mungkin akan marah dan tantrum setiap berpisah dengan orangtua.
4. Selalu ingin tahu ke mana orangtuanya akan pergi, dan selalu menelpon dan mengirim pesan singkat setiap berpisah.
5. Ikut ke mana pun salah satu orangtuanya pergi, meski sama-sama berada di dalam rumah.
6. Sering mengalami mimpi buruk yang berkaitan dengan hal buruk yang terjadi pada keluarga.
7. Muncul gejala fisik seperti sakit perut, sakit kepala, hingga pusing.
8. Sering bolos sekolah dan tidak mau diajak bermain dengan teman.
Penyebab Separation Anxiety Disorder (SAD)
1. Pola asuh orang tuaPola asuh ini berkaitan dengan kelekatan orang tua-anak yang insecure (tidak aman). Adanya perlakuan kekerasan terhadap anak, orang tua yang tidak menyukai kehadiran anak, inkonsisten dan menelantarkan kebutuhan dasar anak baik fisik maupun psikis akan menciptakan rasa ketidakpercayaan sang anak.
Salah satu sikap yang ditunjukkan anak dengan kelekatan tidak aman adalah cemas ketika berpisah dengan orang tua (McLeod, 2008). Kecemasan ini dikarenakan ketakutan anak bahwa orang tua tidak akan kembali lagi atau hal yang buruk akan terjadi ketika berpisah.
Dampak dari pola asuh yang insecure membuat anak merasa malu atau ragu-ragu untuk mencoba melakukan aktivitas dan kesulitan dalam bersosialisasi dengan orang lain.
2. Genetik
Seperti penelitian Glover (2014) menemukan bahwa ibu yang cemas ketika hamil menurunkan gennya kepada anak.
3. Lingkungan
Penelitian menunjukkan bahwa faktor biologis maupun faktor lingkungan memiliki andil yang besar dalam SAD anak, di mana faktor lingkungan memberi pengaruh yang lebih besar pada SAD dibandingkan jenis kecemasan lain yang dialami oleh anak (Figueroa, Soutullo, Ono, & Saito, 2012).
4. Psikologis orang tua
Permasalahan lain seperti perceraian orang tua, orang tua yang mengalami depresi juga menjadi faktor risiko anak mengalami SAD
Cara Mengatasi Separation Anxiety Disorder (SAD)
Cara terbaik yang dapat orang tua lakukan bukan mencoba menghindari perpisahan, dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak. Namun, yang perlu dilakukan ialah sebisa mungkin membantu anak gangguan SAD dengan membiasakan mereka merasa aman bahkan ketika jauh dari orangtua.Cara lainnya yang dapat kalian lakukan untuk mengatasi SAD ini di antaranya,
1. Tunjukkan support dan dukungan Anda. Dan berikan dorongan kemandirian sesuai usai mereka.
2. Ketahui situasi yang dapat menyebabkan anakmu stres, dan rencanakan cara terbaik mengatasinya bersama Anda.
3. Bangunlah relasi dengan orangtua lain yang memiliki anak dengan gangguan SAD.
4. Dengarkan perasaan anak dan tunjukkan empati pada mereka.
5. Tetap bersikap tenang ketika merasa terpisah dari anak. Rasa takut orangtua hanya akan membuat anak-anak merasa lebih khawatir.
6. Dukung keterlibatan anak dalam aktivitasnya di luar rumah dengan memberikan semangat dan pujian atas usaha mereka.
Gangguan SAD juga umumnya terjadi pada anak-anak yang baru memasuki sekolah. Ini merupakan hal yang wajar terjadi, namun perlu diatasi dengan segera, dengan cara sebagai berikut di antaranya,
1. Mencoba mencari tahu akar masalah yang membuat mereka takut ditinggal di rumah.
2. Bantu anak yang absen beberapa hari akibat SAD untuk kembali masuk ke sekolah. Gejala SAD ini dapat berkurang ketika anak menemukan bahwa mereka dapat bertahan sendirian.
3. Mintalah kelonggaran kepada sekolah mengenai keterlambatan bagi anak-anak dengan SAD ini. Kelonggaran waktu dapat Mama manfaatkan untuk sedikit berbicara dengan anak sebelum berpisah.
4. Bantu anak mengetahui tempat-tempat yang aman bagi mereka.
5. Bantu anak-anak untuk berkenalan dan berinteraksi dengan teman-teman mereka.
6. Berikan penghargaan atas usaha anak ketika mereka pulang ke rumah.
Pencegahan Separation Anxiety Disorder (SAD)
Hingga saat ini belum ada hal pasti yang dapat digunakan sebagai cara untuk mencegah separation anxiety disorder. Mengingat SAD ini juga terjadi secara normal pada balita. Tetapi Anda dapat melakukan beberapa hal seperti di antaranya,1. Mencari bantuan tenaga profesional sesegera mungkin. Terutama apabila kecemasan yang dialami oleh seorang anak lebih parah dari yang seharusnya terjadi pada tahap perkembangan normal.
2. Selalu membimbing perkembangan anak dengan empati dan rasa kasih sayang pada perkembangan anak.
3. Menumbuhkan rasa kepercayaan diri dan keberanian dalam diri anak secara perlahan dalam tahap perkembangannya.
Dari berbagai sumber
Post a Comment