John Watson: Biografi dan Teori Behaviorismenya

Table of Contents
Biografi John Broadus Watson
John Broadus Watson

Biografi John Watson

John Broadus Watson (1878-1958) adalah seorang psikolog Amerika Serikat yang dikenal sebagai bapak behaviorisme. Area penelitian Watson meliputi tinjauan terhadap perilaku hewan dan perkembangan anak-anak.

Sebenarnya, Watson meneruskan pemikiran Ivan Pavlov. Pada dasarnya, dari Pavlov pula benih-benih behaviorisme muncul. Hanya saja, Watson menjadi tokoh yang memformulasikan secara luar biasa sehingga behaviorisme menjadi mazhab yang kokoh dalam psikologi.

Watson lahir di Travelers Rest, South Carolina, pada 9 Januari 1878. Ia adalah putra dari Pickens Butler dan Emma K. (Roe) Watson. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat religius karena melarang putra-putranya mengonsumsi alkohol, merokok, serta menari.

Nama Watson diberikan oleh seorang pendeta dengan harapan ia kelak terpanggil untuk menjadi penginjil. Oleh karena itu, sejak kecil Watson memperoleh pendidikan agama yang keras.

Hal itu kelak justru menjadikan Watson antipati terhadap semua agama sepanjang hidupnya. Adapun sang ayah adalah seorang pecandu alkohol yang tega meninggalkan keluarganya ketika Watson masih berusia 13 tahun.

Setelah ditinggal ayahnya, keluarga Watson jatuh miskin. Untuk keluar dari kemiskinan, ibu Watson menjual sawah keluarga serta membawa putranya pindah ke Greenville, South Carolina.

Kepindahan ke kawasan pedesaan yang lebih besar menjadikan Watson dapat berinteraksi dengan banyak tipe manusia. Hal ini menjadi pengalaman berharga sekaligus turut andil dalam pengembangan teori behaviorisme kelak.

Watson mempercayai satu-satunya jalan untuk sukses adalah menempuh studi di perguruan tinggi. Oleh karena itu, Watson meminta kepada teman ibunya agar dapat diterima kuliah di Furman University di Greenville.

Akhirnya, ia berhasil melewati tes masuk. Teman-temannya menganggap Watson sebagai mahasiswa yang dewasa sebelum waktunya. Sebab, ia masuk kuliah pada usia 16 tahun dan sudah mendapat gelar master pada usia 12 tahun.

Namun demikian, Watson menganggap dirinya sebagai seorang mahasiswa miskin, tenang, malas, tidak taat aturan, serta lemah secara sosial. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat ia berasal dari desa sehingga merasa rendah diri terhadap kehidupan kota.

Selama kuliah, Watson harus bekerja sambilan di kampus untuk membiayai kuliahnya. Ia hanya memiliki sedikit teman karena hampir tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi. Dari pagi hingga malam ia disibukkan dengan aktivitas kuliah, belajar, dan bekerja.

Meskipun ia tergolong mahasiswa miskin, prestasinya di kelas sangat membanggakan. Setelah lulus kuliah, ia menghabiskan satu tahun di Batesburg Institute, yakni nama yang diberikannya untuk sebuah kamar di sebuah sekolah di Greenville.

Kamar itu menjadi tempat tinggalnya sebagai petugas utama kebersihan sekolah tersebut. Ia memberi nama institute karena di kamar itu ia terbiasa belajar semalam suntuk.

Dari Batesburg Institute, Watson mengirim petisi kepada rektor Universitas Chicago agar berkenan menerimanya sebagai mahasiswa. Petisi itu sukses dan ia diundang menjadi mahasiswa di sana. Ia masuk jurusan filsafat di bawah bimbingan John Dewey berdasarkan rekomendasi dari Prof. Gordon Moore.

Pengaruh tokoh-tokoh Chicago seperti Dewey, James Rowland Angell, Henry Herbert Donaldson, serta Jacques Loeb membuat Watson kelak mengembangkan pendekatan analisis perilaku objektif yang kemudian dikenal luas sebagai behaviorisme.

Selain tokoh-tokoh tersebut, Watson kerap mengunjungi profesor dan rekan-rekannya yang kelak membantunya menjadi seorang psikolog terkenal.

Dalam setiap kunjungannya, ia selalu mendeklarasikan keyakinan bahwa behaviorisme adalah metode yang dapat mengubah psikologi menjadi lebih ilmiah dan dapat diterima secara umum.

Pada saat itulah Watson mulai mengenal karya-karya Ivan Pavlov sehingga pandangan behaviorismenya menjadi semakin terang.

Watson berhasil meraih Ph.D. dari Universitas of Chicago pada tahun 1903. Disertasinya tentang studi pembelajaran pada tikus dalam usia berbeda menjadi dasar penting konsep behaviorismenya.

Dalam disertasi itu, Watson menemukan bahwa saraf kinestetik menguasai perilaku tikus. Berkat disertasi tersebut itu, pada tahun 1908 Watson dipromosikan sebagai ketua departemen psikologi di Johns Hopkins University (JHU).

Pada Oktober 1920, karena suatu hal Watson dipaksa meninggalkan jabatannya dari JHU.

Awalnya Watson menikah dengan Mary Ickes. Akan tetapi pernikahan terpaksa kandas di tengah jalan. Setelah bercerai, Watson menikah dengan Rosalie Rayner pada tahun 1921. Mereka tetap menjadi pasangan suami istri sampai Rayner meninggal.

Pada tahun 1913, Watson menulis beberapa artikel yang dikenal publik sebagai Manifesto Behaviorisme. Pada tahun itu pula Watson memapakan teori Pavlov sebagai bagian dari behaviorisme. Berkat Watson, karya Pavlov dikenal di dunia Barat.

Karena dianggap begitu penting, karya Pavlov diperkenalkan Watson dalam pidato kepresidenannya di American Psychological Association pada tahun 1916. Pidato tersebut mengangkat derajat psikologi objektif terapan yang semula dianggap lebih rendah daripada psikologi strukturalisme eksperimental.

Sepanjang kariernya, Watson meneliti banyak topik. Namun, ia menyatakan bahwa teori perkembangan anak menjadi topik paling berharga baginya. Penekanan Watson terhadap teori perkembangan anak menjadi sebuah fenomena baru dalam psikologi.

Oleh karena itu, bersama Rayner (istrinya), pada tahun 1920 Watson mengadakan eksperimen terkenal dan kontroversial yang disebut percobaan Little Albert.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan pengaruh penerapan prinsip-prinsip classical conditioning Pavlov terhadap perilaku anak kecil berusia 11 bulan bernama Albert yang ditakut-takuti dengan tikus putih.

Percobaan Little Albert menunjukkan bahwa emosi dapat menjadi respons terkondisi. Melalui eksperimen ini, seseorang bisa mengondisikan mental seorang anak. Berkaitan dengan ini, Watson pernah berkata, Berikan kepada saya sepuluh anak. Maka akan saya jadikan mereka semua sesuai dengan kehendak saya.

Selain meneliti, Watson bekerja di biro iklan J. Walter Thompson (JWT). Dalam waktu kurang dari 2 tahun, Watson diangkat menjadi presiden eksekutif JWT. Bisnis iklannya berjalan sukses. Iklan coffee break adalah salah satu media promosi terkenal yang dibuat oleh Watson.

Dalam kesibukan bisnisnya, Watson membuat tulisan populer tentang teori iklan. Teori tersebut ia terapkan pada iklan pasta gigi. Iklan tersebut menampilkan seorang wanita berpakaian menggoda.

Menurut teori iklan Watson, pasta gigi bukanlah sarana untuk kesehatan dan kebersihan, melainkan cara meningkatkan daya tarik seksual dari konsumen. Dalam hal ini, konsumen tidak hanya membeli produk pasta gigi, tetapi juga daya tarik seks.

Watson berhenti menulis tulisan populer bagi khalayak populer pada tahun 1936. Ia pensiun dari bisnis iklan pada usia 65 tahun.

Istri Watson, Rosalie Rayner meninggal pada tahun 1935 dalam usia relatif muda (36 tahun). Watson tinggal di rumah pertaniannya sampai kematiannya pada 25 September 1958. Ia meninggal dalam usia 80 tahun.

Ia dimakamkan di pemakaman Willowbrook, Westport Connecticut. Setahun sebelum kematiannya, ia menerima medali emas dari American Psychological Association atas kontribusi besarnya dalam bidang psikologi.

Teori Behaviorisme John Watson

Menurut teori behaviorisme yang dicetuskan oleh Watson, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku, bukan kesadaran. Menurut teori ini, hal-hal yang dapat dikaji oleh psikologi adalah benda-benda atau sesuatu yang dapat diamati secara langsung, seperti rangsangan (stimulus) serta gerak balas (respons).

Adapun hal-hal yang terjadi pada otak tidak berkaitan dengan kajian psikologi. Atas dasar itulah Watson menganggap tidak ada perbedaan proses pembelajaran antara manusia dan hewan. Jadi, teori behaviorisme hanya menganalisis perilaku yang tampak pada diri seseorang, yakni dapat diukur, dilukiskan, serta diramalkan.

Behaviorisme memandang bahwa manusia ketika dilahirkan pada dasarnya tidak membawa bakat apa pun. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitar. Dalam hal ini, lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia berkualitas rendah. Sedangkan, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia unggul.

Aliran ini dianggap sebagai mazhab kedua karena menganggap manusia dilahirkan sebagai tabula rasa (kertas kosong). Hal ini berbeda dengan mazhab pertama berupa psikologi sakit—seperti psikoanalisis Freud—dan mazhab ketiga adalah (psikologi sehat) seperti teori humanistik Maslow.

Kaum behavioris memusatkan perhatian pada pendekatan ilmiah yang benar-benar objektif. Kaum behavioris mengabaikan semua peristilahan yang bersifat subjektif di dalam kamus mereka, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan berpikir dan emosi yang diliputi subjektivitas.

Hal ini tidak mengherankan karena subjektivitas tidak termasuk benda yang dikaji oleh behaviorisme. Artinya, psikologi ini telah menjadikan perilaku manusia sebagai fokus kajian di mana sebelumnya masih kabur.

Salah satu unsur ilmu adalah bersifat deterministik. Dalam hal ini, behaviorisme Watson memenuhi persyaratan tersebut. Jika gerak balas (respons) telah diamati dan diketahui maka rangsangan (stimulus) dapat diprediksi.

Begitu pula jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas dapat diperkirakan. Dengan demikian, perilaku manusia dapat diperkirakan dan dikendalikan.

Watson tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Menurutnya, perilaku manusia dibentuk dari hasil belajar sehingga unsur lingkungan memegang peranan sangat penting.

Hal ini tidak aneh mengingat manusia adalah produk lingkungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kepribadian manusia dibentuk oleh lingkungan. Behaviorisme bukan bermaksud mempermasalahkan norma-norma manusia, misalnya apakah seseorang tergolong baik, emosional, rasional atau sebaliknya.

Behaviorisme hanya membicarakan perilaku manusia sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan. Pola interaksi tersebut harus diamati dari luar. Dengan demikian, pandangan Watson bersifat deterministik, yakni perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan kebebasan kehendak (free will).

Karena lingkungan menentukan perilaku, maka psikologi bagi Watson harus menjadi ilmu yang mempelajari stimulus dan respons. Stimulus adalah semua objek pada lingkungan yang datang dari luar, termasuk perubahan jaringan di dalam tubuh.

Adapun respons ialah segala sesuatu yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus. Respons muncul dari dalam, mulai dari tingkat sederhana hingga tinggi. Sebagai contoh, pengeluaran kelenjar juga termasuk respons.

Respons ada yang overt (jelas), covert (tersembunyi), learned (bisa dipelajari), serta unlearned (tidak dapat dipelajari).

Eksperimen Little Albert
Untuk membuktikan kebenaran teori behaviorisme terhadap manusia, Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert, seorang bayi berusia 11 bulan. Pada mulanya, Albert adalah bayi ceria yang tidak takut terhadap tikus putih berbulu halus. Albert sangat senang bermain bersama tikus putih yang cantik itu.

Dalam eksperimen ini, Watson memulai proses pembiasaan dengan cara memukul sebatang besi dengan menggunakan sebilah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akhirnya, Albert menjadi takut dan merasa ngeri setiap kali melihat tikus putih.

Berdasarkan eksperimen tersebut, Watson menyatakan bahwa ia telah berhasil membuktikan pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.

Ikatan Stimulus-Respons (S-R Bond)
Behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral, pasif, dan reaktif terhadap rangsangan (stimulus) di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi (memberikan respons) apabila diberi stimulus oleh lingkungan eksternal.

Demikian pula jika stimulus dilakukan secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama. Hal itu akan berakibat berubahnya perilaku individu. Sebagaimana terjadi pada bayi Albert. Proses pembentukan perilaku ini disebut Watson sebagai proses belajar.

Menurut Watson, syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan stimulus-respons dijelaskan sebagai berikut.
1. Adanya dorongan (drive)
Unsur ini merupakan suatu keinginan di dalam diri individu untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Sebagai contoh, jika seorang anak membutuhkan uang untuk membeli buku maka ia terdorong untuk meminta uang kepada orang tuanya.

Unsur drive ada pada setiap orang, tetapi kadarnya tidak sama. Ada orang yang dorongannya sangat kuat dan menggebu-gebu. Akan tetapi, ada juga orang yang tidak terlalu peduli kebutuhannya akan terpenuhi atau tidak.

2. Adanya rangsangan (stimulus)
Unsur ini sama dengan drive, yakni suatu keinginan individu untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Hanya saja, jika drive berasal dari dalam diri, stimulus berasal dari luar. Contohnya, seseorang mencium bau masakan yang sedap. Ia ingin terus mencium aroma tersebut atau bahkan mendekati masakan.

3. Adanya reaksi terhadap rangsangan (respons)
Unsur ini timbul setelah hadirnya stimulus. Respons memberikan sebuah reaksi terhadap stimulus. Bentuk respons bisa bermacam-macam karena bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan stimulus. Respons dapat diamati dari luar.

Respons bersifat positif apabila seseorang memberi respons sesuai dengan yang diharapkan oleh stimulus. Sebaliknya, respons bersifat negatif apabila seseorang memberikan respons berlawanan dengan yang diharapkan oleh pemberi rangsangan.

4. Adanya penguatan (reinforcement)
Unsur ini berasal dari pihak luar dan ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah diberikan secara benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasakan adanya kebutuhan untuk mengulangi kembali.

Hal ini sebagaimana bayi Albert yang awalnya tidak takut terhadap tikus berbulu putih. Akan tetapi, karena setiap kali hendak menyentuh tikus putih ada seseorang yang memukul besi dengan palu, akhirnya Albert takut untuk menyentuh binatang tersebut.

Prinsip Pembelajaran
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus-respons, Watson mengemukakan dua prinsip penting berikut.
1. Recency principle (prinsip kebaruan)
Berdasarkan recency principle, suatu stimulus mungkin menimbulkan respons yang sama dengan sebelumnya apabila diberikan umpan kembali. Stimulus akan menimbulkan respons yang lebih besar apabila umpan diberikan tidak lama setelah stimulus pertama.

Sebagai contoh, seorang anak suka tidak menanggapi pertanyaan. Namun, orang tuanya terus memaksanya dengan lembut, sehingga ia mau menanggapi pertanyaan tersebut. Respons yang sama dari si anak kemungkinan terjadi lagi apabila tak lama berselang orang tuanya kembali bertanya kepadanya.

Akan tetapi, kemungkinan itu sangat kecil jika orang tua membuat stimulus serupa (bertanya kepada anaknya) tiga hari kemudian. Sebab, sangat mungkin anaknya tidak akan menanggapinya.

2. Frequency principle (prinsip frekuensi)
Berdasarkan frequency principle, apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama dan pada waktu lain lebih besar.

Misalnya, orang tua terus-menerus bertanya kepada anaknya setiap hari sehingga anak terus menanggapi. Di hari lain, si anak akan senantiasa menanggapi pertanyaan orang tuanya karena hal itu sudah dibiasakan melalui pemberian stimulus berfrekuensi tinggi.

Prinsip Behaviorisme
Dari eksperimen terhadap bayi Albert, kesimpulan-kesimpulannya tentang pembelajaran individu, serta karya-karya ilmuwan lain (terutama Pavlov), Watson kemudian memaparkan 3 prinsip aliran behaviorisme sebagai berikut.
1. Behaviorisme menekankan respons terkondisi sebagai elemen atau pembangun perilaku. Kondisi adalah lingkungan eksternal yang hadir di kehidupan. Adapun perilaku muncul sebagai respons dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
2. Behaviorisme menganggap perilaku dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman—baik di masa lalu maupun sekarang—secara fisik dan sosial. Lingkungan akan memberikan contoh dan individu kemudian belajar darinya.
3. Behaviorisme memusatkan perhatian pada perilaku hewan. Sebab, pada prinsipnya manusia dan hewan sama dalam proses belajar. Jadi, studi tentang perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment