Jerome Bruner: Biografi dan Teori Pembelajarannya
Jerome Bruner |
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi.
Buku Bruner tentang The Process of Education yang diterbitkan pada 1960 merupakan rangkuman hasil konferensi Woods Hole yang diadakan pada tahun 1959, suatu konferensi yang membawa banyak pengaruh pada pendidikan pada umumnya dan pengajaran sains pada khususnya.
Bruner rupanya tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis. Hal yang penting baginya ialah cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti belajar.
Oleh karena itu, Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya sesudah memperoleh informasi yang diskret itu mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya.
Jerome Seymour Bruner lahir di New York City Amerika Serikat 1 Oktober 1915. Bruner menyelesaikan pendidikan di Duke University dan menerima gelar sarjana (B.A) pada tahun 1937. Kemudian, Bruner belajar psikologi di Harvard University dan mendapat gelar doktor tahun 1939 dan Ph.D. pada tahun 1939 di bawah bimbingan Gordon Allport.
Bruner menerbitkan artikel psikologis pertamanya yang berisi tentang pengaruh ekstrak timus pada perilaku seksual tikus betina.
Tahun 1941, Bruner menyelesaikan tesis doktornya yang berjudul A Psychological Analysis of International Radio Broadcasts of Belligerent Nations. Kemudian, Bruner memasuki Angkatan Darat Amerika Serikat dan bertugas di Divisi Warfare Psikologis dari Markas Agung Sekutu Expeditory Angkatan Eropa komite di bawah Eisenhower.
Bruner meneliti fenomena psikologi sosial di mana karyanya berfokus pada propaganda serta opini publik di Amerika Serikat. Ketika itu Bruner menjabat sebagai editor Public Opinion Quarterly (1943-1944). Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi dan terlibat dalam penelitian yang berkaitan dengan psikologi kognitif dan psikologi pendidikan.
Ia dengan cepat naik pangkat dari dosen menjadi profesor pada tahun 1952. Dia berperan penting dalam membangun Path Breaking Center For Cognitive Studies pada tahun 1960 menjabat sebagai direktur pada tahun 1972. Lalu pada tahun 1964-1965 ia terpilih dan menjabat sebagai presiden dari American Psychological Association.
Pada tahun 1970, Bruner meninggalkan Harvard untuk mengajar di Universitas Oxford di Inggris. Dia kembali ke Amerika Serikat pada tahun 1980 untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada tahun 1972, Bruner berlayar melintasi Atlantik.
Hal ini dikarenakan untuk mengambil posisi Watts Professor of Experimental Psychology at Oxford University. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan fakultas di New York University Law School.
Selain itu, Bruner juga telah dianugerahi gelar doktor kehormatan dari Yale dan Columbia, serta perguruan tinggi dan universitas seperti Sorbonne, Berlin, dan Roma, dan merupakan Fellow dari American Academy of Arts dan Ilmu.
Teori Belajar Jerome Bruner
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi belajar kognitif yang memberikan dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir.
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan mentransformasikan pengetahuan.
Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.
Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak.
Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.
Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur dalam materi yang sedang dibicarakan.
Dengan demikian materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami oleh anak.
Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan, yakni: (1) Pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat. (2) Kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner (1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang memungkinkan seorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.
(3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak, serta (4) motivasi atau keinginan untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru untuk merangsang motivasi itu.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan pengetahuan.
Dalam belajar informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru.
Jadi, transformasi menyangkut cara memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) Pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya, dan (2) Model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan.
Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang menurut Bruner adalah sebagai berikut di antaranya,
1. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus.
Dalam hal ini adakalanya seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah, atau belajar mengubah responsnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Melalui pertumbuhan, seseorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah stimulus sebelum respons.
2. Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai dengan lingkungan.
Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat ramalan-ramalan, dan ekstrapolasi-ekstrapolasi dari model alam yang disimpannya.
3. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukannya atau apa yang dilakukannya.
Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuan secara sempurna. Sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents), yaitu:
1. Cara penyajian enaktif
Adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek, sehingga bersifat manipulatif. Anak belajar suatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respons-respons motorik.
2. Cara penyajian ikonik
Didasarkan pada pikiran internal di mana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasi. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir.
3. Cara penyajian simbolik
Didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek.
Dari hasil penelitiannya Bruner mengungkapkan dalil-dalil terkait penguasaan konsep-konsep oleh anak. Dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil penyusunan (construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan dalil variasi (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connctivity theorem).
Menerapkan Metode Penemuan dalam Pembelajaran
Salah satu dari model-model instruksionis kognitif yang paling berpengaruh adalah model belajar penemuan Jerome Bruner (1966). Selanjutnya Bruner memberikan arahan bagaimana peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa, sebagai berikut.
a. Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya menggunakan sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan, sehingga terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah tersebut.
b. Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik, kemudian simbolik karena perkembangan intelektual siswa diasumsikan mengikuti urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik.
c. Pada saat siswa memecahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor. Guru hendaknya tidak mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan saran-saran jika diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada saat yang tepat untuk perbaikan siswa.
d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esai, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail. Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.
Empat Tema tentang Pendidikan
Dalam bukunya (Bruner, 1960), Bruner mengemukakan empat tema pendidikan. Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan.
Hal ini perlu sebab dengan struktur pengetahuan, kita menolong para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak memiliki hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.
Tema kedua ialah tentang kesiapan belajar. Menurut Bruner (1966: 29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi.
Kesiapan untuk geometri Euclidian misalnya, dapat diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para siswa untuk membangun konstruksi-konstruksi yang makin kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.
Tema yang ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, yang dimaksud oleh Bruner (190: 13) adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.
Hal yang dikemukakan oleh Bruner ini ialah semacam educated guess yang kerap kali digunakan oleh para ilmuwan, artis, dan orang-orang kreatif lainnya.
Tema keempat dan terakhir ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman di mana para siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya.
Menurut Bruner, pengalaman belajar semacam ini dapat dicontohkan oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif.
Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Rosser, 1984). Asumsi pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan para penganut teori perilaku, Bruner yakin bahwa orang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif; perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga orang itu sendiri.
Asumsi kedua ialah orang mengonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya—suatu model alam menurut dia.
Model Bruner ini sangat mendekati struktur kognitif Ausubel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek pada lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan di antara hal-hal yang telah kita ketahui.
Dengan model ini kita dapat menyusun hipotesis untuk memasukkan pengetahuan baru ke dalam struktur-struktur kita dengan memperluas struktur-struktur itu atau dengan mengembangkan struktur atau substruktur baru dan mengembangkan harapan-harapan tentang apa yang akan terjadi.
Kemampuan yang mewakili sebagian dari model ini yang bagi kita tidak asing lagi, ditunjukkan dalam Gambar 7.1.
Susunan hierarki sebagai bagian dari struktur kognitif |
Salah satu hipotesis yang mungkin ialah, bila suatu organisme bergerak, organisme itu adalah hewan. Dalam model kita tentang alam ini, kita telah mempunyai beberapa ciri tentang hewan. Jadi kita dapat mengecek ciri-ciri yang lain pada benda itu untuk melihat apakah hipotesis kita betul atau tidak.
Jika benda itu memiliki pula ciri-ciri lain hewan, benda itu kita masukkan ke dalam kategori hewan dan bukan ke dalam kategori tumbuhan.
Setelah mengamati lagi, kita mungkin menyimpulkan bahwa benda itu mempunyai tulang belakang. Jadi kita dapat menggolongkan benda itu ke dalam kategori yang lebih sempit, yaitu vertebrata. Waktu mengembangkan model kita, kita memberikan atribut-atribut tertentu pada setiap kategori.
Dengan mengecek atribut benda baru ini terhadap atribut kategori-kategori yang telah ditetapkan semula, akhirnya kita dapat menempatkan benda itu dalam kategori kuda. Jika benda itu gagal untuk dimasukkan ke dalam klasifikasi-klasifikasi yang lebih khusus tentang kuda (Appaloosa, Percheron, dan lain-lain), kita harus menambahkan suatu kategori baru untuk menerimanya.
Menurut Bruner, dalam belajar, hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberikan arti pada hal-hal itu. Dalam proses hidup—berinteraksi dengan lingkungan—orang menggunakan model dalam atau sistem koding untuk menyajikan alam sebagaimana yang diketahuinya.
Kita dapat membayangkan struktur ini sebagai suatu lemari map yang besar sekali dengan banyak laci dan map dalam setiap lacinya. Manusia mempunyai kapasitas untuk mengisi lemari ini dan menyimpan segala yang dimasukkan ke dalamnya selama waktu yang lama.
Jika kita menggunakan gambar di atas kita lihat bahwa lemari map itu mungkin bernama makhluk hidup dan mempunyai laci-laci yang diberi nama tumbuhan dan hewan. Setiap laci ini mempunyai beberapa map dan setiap map mungkin dibagi lagi menjadi subbagian. Akan tetapi, jika ini terdapat dalam sistem penyimpanan itu, struktur itu merupakan hal yang steril.
Menurut Bruner, keadaan yang sebenarnya ialah dalam sistem yang besar ini terdapat banyak referensi silang yang saling menghubungkan map-map itu untuk membentuk satu seri hubungan yang sangat kompleks. Bila kita membaca kata kuda misalnya, timbul banyak gagasan yang berbeda—suatu gambaran seekor kuda yang khas, seekor kuda dalam sirkus, dalam cowboys, dalam pacuan kuda, dan lain-lain.
Pendekatan Bruner terhadap belajar dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan kategorisasi. Bruner beranggapan bahwa semua interaksi kita dengan alam melibatkan kategori-kategori yang dibutuhkan bagi pemungsian manusia.
Tanpa kategori-kategori kita harus mempunyai satu laci dalam lemari map kita untuk setiap objek, benda, dan gagasan dalam pengalaman kita. Kategori menyederhanakan kekompleksan dalam lingkungan kita.
Karena sistem kategori kita, kita dapat mengenal objek-objek baru. Karena objek-objek baru mempunyai kemiripan dengan objek-objek yang telah ada dalam sistem kode kita, kita dapat mengklasifikasikan dan memberikan ciri-ciri tertentu pada benda atau gagasan baru.
Dalam kenyataannya, jika kita dihadapkan pada suatu benda baru dan kita tidak dapat mengkategorisasikannya dengan cara-cara tertentu, kita tidak dapat menentukannya dan tidak dapat menempatkannya di dalam sistem penyimpanan kita.
Selanjutnya yang penting menurut Bruner ialah kategori-kategori dapat membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi daripada informasi yang diberikan. Kita menentukan objek-objek dengan mengasosiasikan objek itu dengan suatu kelas.
Bila kita mengklasifikasikan suatu objek, kita pengaruhi objek itu dengan sekumpulan sifat, atribut krisis, dan hubungan-hubungan. Kita melakukan hal ini melalui referensi, menemukan lebih banyak daripada yang kita peroleh langsung dari objek itu.
Ringkasnya, Bruner beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean. Berbagai kategori saling berkaitan sedemikian rupa, hingga setiap individu mempunyai model yang unik tentang alam.
Dalam model ini, belajar harus dapat terjadi dengan mengubah model itu. Hal ini terjadi melalui perubahan kategori-kategori, menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara baru, atau dengan menambahkan kategori-kategori baru.
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah: (1) memperoleh informasi baru; (2) transformasi informasi; dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupakan penghalusan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa, hingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
Sebagai contoh misalnya, seseorang setelah mempelajari bahwa darah itu beredar baru ia belajar secara terperinci mengenai sistem peredaran atau sistem sirkulasi darah. Demikian pula, setelah berpikir bahwa energi itu dibuang-buang atau tidak hemat, baru ia belajar tentang teori konservasi energi.
Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain.
Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya; dan (2) model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan.
Persepsi seseorang tentang suatu peristiwa merupakan suatu proses konstruktif. Dalam proses ini orang itu menyusun suatu hipotesis dengan menghubungkan data indranya pada model yang telah disusunnya tentang alam, lalu menguji hipotesisnya terhadap sifat-sifat tambahan dari peristiwa itu.
Jadi, seorang pengamat itu tidak dipandang sebagai organisme reaktif yang pasif, tetapi sebagai seseorang yang memilih informasi secara aktif dan membentuk hipotesis perseptual.
Menurut Bruner, pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang adalah sebagai berikut di antaranya,
1. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus.
Dalam pertumbuhan intelektual ini adakalanya kita lihat bahwa seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah. Atau belajar mengubah responsnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Jadi, melalui pertumbuhan seseorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah stimulus sebelum respons.
2. Pertumbuhan intelektual bergantung pada bagaimana seorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan.
Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat ramalan-ramalan dan ekstrapolasi dari model alam yang disimpannya.
3. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang-orang lain dengan pertolongan kata-kata dan simbol-simbol mengenai apa yang telah dilakukannya atau akan dilakukannya.
Kesadaran diri ini mengizinkan suatu transisi dari perilaku keteraturan ke perilaku logika. Ini merupakan suatu proses yang membawa manusia melampaui adaptasi empiris.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu ialah yang disebut tiga cara penyajian oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: enaktif, ikonik, dan simbolis.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi, cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian masa lampau melalui respons-respons motorik.
Dengan cara ini dilakukan satu set kegiatan untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya, seorang anak secara enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh prinsip-prinsip organisasi perseptual dan transformasi secara ekonomis dalam organisasi perseptual. Rupa-rupanya, penyajian enaktif didasarkan pada belajar tentang respons dan bentuk-bentuk kebiasaan.
Penyajian ikonik tertinggi pada umumnya dijumpai pada anak-anak berumur antara 5 dan 7 tahun, yaitu periode waktu anak sangat bergantung pada pengindraannya sendiri.
Dengan mendekati masa remaja, bagi seseorang, bahasa menjadi makin penting sebagai suatu media berpikir. Maka, orang mencapai suatu transisi dari penggunaan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan ke penggunaan penyajian simbolis yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel.
Penyajian simbolis menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolis dibuktikan oleh kemampuan seseorang yang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek, memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep, dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara yang bersifat kombinasi.
Sebagai ilustrasi dari ketiga cara penyajian ini, Bruner memberikan suatu contoh tentang pelajaran menggunakan timbangan (Bruner, 1966).
Teori Pembelajarannya Jerome Bruner |
Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan dan menunjukkan hal itu dengan dapat menaiki papan jungkat-jungkit (Gambar di atas). Ia tahu bahwa agar dapat lebih jauh ke bawah, ia harus duduk lebih menjauhi pusat.
Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau dengan suatu gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa, tanpa pertolongan gambar atau dapat pula dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.
Belajar Penemuan
Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Belajar bermakna dengan arti seperti diberikan di atas merupakan satu-satunya macam belajar yang mendapat perhatian Bruner.
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya.
Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Selanjutnya dikemukakan bahwa belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja.
Bruner menyadari bahwa belajar penemuan yang murni memerlukan waktu sehingga dalam bukunya The Relevance of Education (1971), ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi.
Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip bidang studi itu. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar, tidak akan terlalu sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama dan ia akan lebih mudah ingat bahan baru itu.
Hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna yang dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu sehingga dapat memahami hal-hal yang mendetail.
Menurut Bruner, mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu demikian rupa, hingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan.
Dari berbagai sumber
Post a Comment