Jean Piaget: Biografi dan Teori Perkembangan Kognitifnya
Table of Contents
Jean Piaget |
Biografi Jean Piaget
Jean Piaget (1896-1980) adalah seorang psikolog dan filsuf Swiss yang dikenal luas setelah menciptakan teori perkembangan kognitif dalam psikologi dan epistemologi genetis dalam filsafat. Menurut Ernst von Glasersfeld, Piaget adalah pelopor besar teori pengetahuan konstruktif. Ide-idenya mulai populer sejak dekade 1960-an. Pemikirannya menyadarkan para ilmuwan bahwa Piaget merupakan pencetus subdisiplin psikologi yang kini dikenal dengan sebutan studi pembangunan.
Perhatian utama Piaget terletak pada perkembangan dan pendidikan anak-anak. Sebab, pada diri anak-anak nasib dunia kelak dipertaruhkan. Baik dan tidaknya dunia dan kehidupan manusia di masa mendatang ditentukan oleh pendidikan anak-anak saat ini.
Karena besarnya perhatian Piaget terhadap dunia pendidikan, ia diangkat sebagai direktur biro pendidikan internasional. Selain itu, Piaget juga tertarik terhadap epistemologi genetis, yakni sebuah epistemologi yang diciptakan dan dikembangkan selama karier ilmiahnya.
Untuk tujuan itu, ia membangun Internasional Center for Genetic Epistemology di University of Geneva pada tahun 1955. Ia terus memimpin organisasi itu hingga kematiannya pada tahun 1980.
Piaget lahir di Neuchatel, Francophone, Swiss, pada 9 Agustus 1896. Ia merupakan anak tertua Arthur Piaget, yang merupakan seorang profesor bidang sastra Abad Pertengahan di Universitas Neuchatel. Adapun ibunya bernama Rebecca Jackson.
Sejak kecil, Piaget telah menunjukkan kecerdasannya yang istimewa. Akibatnya, ia sering dikatakan sebagai anak yang dewasa sebelum waktunya. Minat awal Piaget adalah di bidang biologi, khususnya zoologi.
Karya pertamanya dalam bidang itu berhubungan dengan moluska yang diterbitkan saat ia masih berusia 15 tahun. Pencapaian itu mencengangkan banyak biolog kala itu.
Piaget dididik di Universitas Neuchatel dan sempat belajar sebentar di Universitas Zurich. Selama belajar di dua perguruan tinggi tersebut, Piaget menerbitkan dua makalah filsafat. Setelah itu, minatnya bergeser ke psikoanalisis yang saat itu baru dikembangkan.
Setelah lulus dari Universitas Neuchatel, Piaget lalu pindah dari Swiss ke Paris, Prancis. Ia mengajar di Grange-Aux-Belles Street School fo Boy, sebuah sekolah yang dijalankan oleh Alfred Binet, seorang pencipta konsep tes kecerdasan.
Di sana, Piaget membantu tes kecerdasan Binet terhadap anak-anak. Ketika itu, ia menemukan bahwa anak-anak secara konsisten memberikan jawaban yang salah untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Dari sinilah minat Piaget terhadap mulai tumbuh.
Pada tahun 1921, Piaget kembali ke Swiss. Ia diangkat menjadi direktur Rousseau Institute di Jenewa. Di tempat itu, ia sangat tertarik dan bersungguh-sungguh mendalami ide-ide dari Edouard Claparede, terutama tentang sesuatu yang disebut konsep meraba-raba.
Konsep tersebut berkaitan erat dengan pengamatan mencoba dan salah (trial and error) pada pola mental manusia.
Pada tahun 1923, Piaget menikah dengan Valentine Chatenay. Mereka dikaruniai 3 anak. Terhitung sejak tahun 1925 hingga 1929, Piaget menjabat profesor psikologi, sosiologi, dan filsafat ilmu di Universitas Neuchatel.
Selanjutnya, selama rentang tahun 1929 sampai 1968, Piaget menerima jabatan direktur di Internasional Bureau of Education. Setiap tahun, ia menyusun pidato sebagai direktur dalam acara semacam konferensi pendidikan umum internasional.
Setelah mengajar di Universitas Jenewa dan Sorbonne di Paris, pada tahun 1964, Piaget diundang untuk menjadi kepala konsultan pada dua konferensi di Cornel University of California, Berkeley. Konferensi tersebut membahas hubungan antara studi kognitif dan perkembangan kurikulum, terutama untuk perkembangan kognitif anak-anak.
Pada tahun 1979, ia dianugerahi Balzan Prize untuk studi ilmu sosial dan politik. Piaget meninggal dunia pada 16 September 1980. Ia dimakamkan bersama keluarganya di pemakaman Cimetiere des Rois (Cemetery of Kings) di Jenewa. Hal tersebut merupakan permintaannya sendiri.
Sepanjang hidupnya, Piaget telah memperoleh banyak gelar doktor kehormatan dari berbagai negara. Ia juga diangkat sebagai profesor psikologi, filsafat, dan sosiologi di berbagai universitas di Swiss dan Prancis.
Lebih dari itu, pemikirannya telah memberi pengaruh kuat pada banyak bidang, termasuk psikologi perkembangan, pendidikan dan moralitas, studi kognisi dan sejarah pemikiran, teori evolusi, filsafat, primatologi, serta kecerdasan buatan. Artinya, dapat dikatakan bahwa dunia banyak berutang kepada Jean Piaget.
Teori Perkembangan Kognitif
Perkembangan KognitifSebagaimana telah disebutkan, Piaget sangat tertarik mempelajari anak-anak. Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu konsep yang menjelaskan cara anak beradaptasi dengan lingkungan serta menginterpretasi objek dan kejadian-kejadian di sekitarnya.
Sebagai contoh, bagaimana seorang anak mempelajari berbagai ciri dan fungsi benda-benda serta mainan, perabotan, makanan, serta objek-objek sosial seperti diri, orang tua, dan teman. Atau bisa pula cara anak mengelompokkan objek-objek tersebut untuk mengetahui berbagai persamaan dan perbedaan antara satu dengan lainnya.
Selanjutnya, bagaimana anak memahami penyebab terjadinya perubahan serta membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa.
Menurut pandangan Piaget, anak-anak tidak pasif dalam menerima informasi. Anak-anak memainkan peran aktif dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Proses berpikir anak tentang konsep realitas telah dimodifikasi oleh pengalaman dengan lingkungan sekitarnya.
Namun demikian, anak-anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh melalui pengalaman serta mengadaptasikan pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia miliki.
Sebagai catatan, kekuatan kognitif anak tidak datang secara tiba-tiba. Semakin bertambah umur seorang anak, kemampuan kognitifnya kian berkembang. Oleh karena itu, Piaget menyatakan bahwa pemikiran anak berkembang menurut berbagai tahap atau periode yang bertambah kompleks seiring berjalannya waktu. Artinya, kemampuan kognitif anak berkembang seiring bertambahnya usia. Inilah argumen dasar dari teori perkembangan kognitif Piaget.
Menurut Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invarian (selalu tetap), tidak melompat ataupun mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta pengorganisasian struktur berpikir.
Artinya, perkembangan kognitif seorang anak hampir selalu sama dengan anak lainnya. Pengecualian dapat terjadi pada kasus-kasus tertentu. Ada seorang anak yang baru berumur 4 tahun, tetapi daya kognitifnya sudah seperti berusia 12 tahun.
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dengan kemampuan bawaan yang bersifat biologis itu, Piaget mengamati bayi mewarisi refleks-refleks, seperti menghisap atau menangis.
Dengan demikian, dalam pandangan Piaget, anak yang lahir ke dunia bukan seperti kertas kosong (teori tabula rasa), melainkan membawa kemampuan-kemampuan tertentu (teori sifat bawaan). Refleks ini sangat penting dalam bulan-bulan pertama kehidupan bayi.
Akan tetapi, signifikansinya semakin berkurang pada perkembangan selanjutnya karena telah mengalami penyesuaian dengan lingkungan.
Perkembangan kognitif menurut Piaget terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan berikut ini.
1. Organisasi
Organisasi adalah sistem pengetahuan (integrasi dari pengetahuan-pengetahuan parsial menjadi universal) atau cara berpikir disertai pencitraan realitas yang semakin akurat. Contohnya, bayi yang baru berumur 4 bulan mempunyai kemampuan melihat dan menggenggam (bersifat parsial).
Setelah itu, bayi berusaha menggenggam benda-benda yang dilihatnya. Dalam hal ini, tindakan bayi adalah kombinasi atau sistem (pengorganisasian) dari dua kemampuan parsial tersebut.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat struktur-struktur (skema) kognitif menjadi semakin kompleks. Skema adalah pola perilaku terorganisasi yang digunakan anak untuk memikirkan dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu.
Sebagai contoh, selain melihat dan menggenggam, bayi mempunyai kemampuan untuk menghisap puting ibunya saat ia merasa lapar. Setelah itu, ketika lapar bayi akan menggenggam benda apa saja yang dilihatnya untuk diisap.
2. Adaptasi
Adaptasi adalah cara anak memperlakukan informasi baru dengan mempertimbangkan hal-hal yang telah mereka ketahui. Adaptasi ini dilakukan melalui dua langkah berikut.
a. Asimilasi
Asimilasi adalah peleburan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan proses adaptasi melalui asimilasi apabila ia menggabungkan informasi baru yang diterima ke dalam pengetahuannya yang telah dimiliki.
Sebagai contoh, seorang anak diperkenalkan bentuk segitiga sama sisi oleh orang tuanya. Setelah itu, orang tuanya memperlihatkan sebuah segi tiga siku-siku. Asimilasi terjadi jika si anak menjawab segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga sama sisi.
b. Akomodasi
Akomodasi adalah perubahan yang terjadi pada sebuah struktur kognitif dalam rangka menampung informasi baru. Seorang anak dikatakan melakukan akomodasi jika ia menyesuaikan diri dengan informasi baru yang diterimanya.
Melalui akomodasi, struktur kognitif yang sudah ada pada diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan rangsangan dari objek.
Contohnya, seorang anak diperkenalkan oleh orang tuanya bentuk segitiga sama sisi dan segitiga siku-siku serta perbedaan di antara keduanya. Anak tersebut dikatakan melakukan akomodasi apabila suatu saat diperlihatkan sebuah segitiga siku-siku, ia menjawab bahwa bentuk itu adalah segitiga siku-siku.
3. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi adalah kemampuan yang mengatur diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Agar terjadi ekuilibrasi antara diri dengan lingkungan, peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama, serta komplementer (saling melengkapi).
Contohnya, bayi yang sudah biasa mendapat susu dari payudara ibu ataupun botol (informasi lama), kemudian diberikan di dalam gelas (informasi baru). Hal tersebut bertujuan untuk melatihnya minum dari gelas. Bayi akan menemukan bahwa menyedot susu di dalam gelas membutuhkan gerakan mulut dan lidah secara berbeda dari yang biasa dilakukan saat menyusu dari payudara ibu atau botol.
Si bayi akan mengakomodasi informasi baru itu dengan informasi lama. Dengan melakukan akomodasi, bayi tersebut telah melakukan adaptasi terhadap skema menghisap yang ia miliki dalam situasi baru, yaitu gelas. Dengan demikian, asimilasi dan akomodasi bekerja sama untuk menghasilkan ekuilibrasi.
Tahap Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, pikiran anak-anak bukan dibentuk oleh ajaran orang dewasa atau pengaruh lingkungannya. Anak-anak memang harus berinteraksi dengan orang dewasa dan lingkungan untuk berkembang.
Akan tetapi, merekalah yang membangun struktur-struktur kognitif baru di dalam diri sendiri. Piaget mengklasifikasikan empat tahap individu dalam memahami dunia. Masing-masing tahap tersebut berkaitan erat dengan usia dan cara berpikir yang khas.
1. Tahap Sensor Motorik
Tahap ini dimulai sejak bayi hingga berusia dua tahun. Pada tahap ini, bayi membangun suatu pandangan tentang dunia dengan cara mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensorik—seperti melihat dan mendengar—melalui tindakan-tindakan fisik (motorik).
Dengan berfungsinya alat indra serta kemampuan melakukan gerak motorik dalam bentuk refleks, maka bayi dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya. Perkembangan tahap sensor motorik oleh Piaget dibagi menjadi enam periode sebagai berikut.
a. Periode penggunaan refleks-refleks (usia 0-1 bulan)
Pada periode ini, bayi menggunakan refleks-refleks, seperti menghisap kapan pun bibirnya disentuh serta mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya, jika pipi kanannya disentuh maka ia akan menggerakkan kepala ke arah kanan.
b. Periode reaksi sirkuler primer (usia 1-4 bulan)
Pada periode ini, bayi melakukan reaksi sirkuler primer terhadap rangsangan. Ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru, ia akan berusaha mengulanginya. Sebagai contoh, bayi menghisap jempol. Di sini, bayi mulai mengoordinasikan dua hal, yaitu gerakan motorik dari tangannya serta penggunaan fungsi penglihatan untuk melihat jempolnya.
c. Periode reaksi sirkuler sekunder (4-10 bulan)
Reaksi sirkuler primer terjadi karena melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh bayi sendiri. Adapun reaksi sirkuler sekunder terjadi ketika bayi menemukan dan menghasilkan kembali peristiwa menarik di luar dirinya.
Contohnya, bayi sudah terbiasa menghisap jempolnya. Suatu saat, ia akan menghisap semua benda yang dilihat dan dipegangnya.
d. Periode koordinasi skema-skema sekunder (usia 10-12 bulan)
Pada periode ini bayi belajar mengoordinasikan dua skema terpisah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Perhatikan contoh berikut. suatu hari, seorang anak ingin memeluk kotak mainan. Namun, ayahnya merintanginya dengan tangan.
Awalnya, si anak mengabaikan tangan ayahnya. Ia berjalan berputar tanpa menggeser tangan ayahnya. Ketika si ayah mengubah posisi tangannya untuk tetap merintangi jalan, si anak terpaksa memegang dan memindahkan tangan ayahnya hingga akhirnya ia berhasil memeluk kotak mainan.
Dalam kasus ini, si anak berhasil mengoordinasikan dua skema terpisah. Pertama, mengibaskan perintang (dalam hal ini tangan ayahnya). Kedua, memeluk kotak mainan.
e. Periode reaksi sirkuler tersier (umur 12-18 bulan)
Pada periode skema-skema sekunder, bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai hasil tunggal. Pada periode reaksi sirkuler tersier, bayi bereksperimen dengan melakukan tindakan-tindakan berbeda untuk mengamati hasilnya.
Contohnya, suatu hari bayi tertarik dengan meja yang baru dibeli ayahnya. Ia memukul-mukul meja itu dengan telapak tangannya beberapa kali. Terkadang pukulan itu keras sedangkan di waktu yang lain justru lembut. Hal itu dilakukan untuk mendengarkan perbedaan bunyi meja yang dihasilkan oleh pukulan tangannya.
f. Periode permulaan berpikir (usia 18-24 bulan)
Pada periode reaksi sirkuler tersier, semua temuan-temuan bayi terjadi lewat tindakan fisik. Sedangkan pada periode ini, bayi sudah mulai memikirkan situasi secara lebih internal sebelum bertindak. Pada periode ini, anak sudah mulai bisa berpikir.
Berkaitan dengan hasil, anak sudah mulai dapat menentukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan perabaan fisik, tetapi juga koordinasi internal dalam gambaran atau pemikirannya.
Contohnya, anak menggunakan tongkat atau benda apa pun untuk memukul meja karena ia ingin sekali mendengar bunyinya. Bisa juga anak menjauhkan benda yang panas karena ia berpikir benda itu akan membuat tangannya terbakar jika disentuh.
2. Tahap Pemikiran Pra-Operasional
Tahap ini berada pada rentang usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak mulai melukiskan dunia dengan kata, gambar, atau simbol. Menurut Piaget, walaupun anak usia 2-7 tahun (prasekolah) dapat secara simbol melukiskan dunia, tetapi mereka masih belum mampu melaksanakan operasi (operation).
Dalam hal ini, operasi adalah tindakan mental yang diinternalisasikan sehingga memungkinkan anak melakukan secara mental sesuatu yang sebelumnya dilakukan secara fisik.
Perbedaan tahap ini dengan sebelumnya terletak pada kemampuan anak dalam menggunakan simbol-simbol untuk menggambarkan pikirannya. Penggunaan simbol oleh anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut.
a. Imitasi tidak langsung
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu yang dialami atau dilihatnya di mana pada waktu itu bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi, pemikiran anak tidak lagi dibatasi waktu serta tindakan-tindakan indriawi saat ini.
Contohnya, anak dapat bermain membuat kue sendiri karena sebelumnya sering melihat kue atau bermain masak-masakan (setelah mengetahui cara ibunya memasak). Hal ini merupakan hasil dari imitasi.
b. Permainan simbolis
Permainan simbolis juga bersifat imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialaminya. Sebagai contoh, anak perempuan tengah bermain dengan bonekanya. Ia membayangkan seolah-olah bonekanya itu adalah adiknya. Ia berbicara dengan bonekanya tersebut seakan-akan mainan itu hidup dan memiliki perasaan.
c. Menggambar
Tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan simbolis terletak pada segi kesenangan di dalam diri anak yang sedang menggambar. Adapun unsur gambaran mental terletak pada usaha untuk mulai meniru sesuatu yang riil.
Contohnya, anak mulai menggambar bonekanya menggunakan pensil.
d. Gambaran mental
Pada tahap ini, anak mulai menggambarkan di dalam pikirannya hal-hal mengenai suatu objek atau pengalaman. Penggambaran anak terhadap hal tersebut pada tahap ini biasanya masih statis. Artinya, anak masih sering melakukan kesalahan yang sistematis.
Sebagai contoh, ada lima kelereng putih dan hitam, tetapi anak menggambar dengan warna berbeda.
e. Bahasa ucapan
Pada tahap ini, anak sudah menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda serta peristiwa. Melalui bahasa, anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang benda tertentu ataupun suatu peristiwa yang menimpa orang lain.
Sebagai contoh, anak bercerita kepada ayahnya tentang kemarahan ibu gurunya di sekolah.
3. Tahap Operasi Berpikir Konkret
Tahap ini berada pada rentang umur 7-11 tahun. Tahap ini oleh Piaget ditandai dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan logis. Pada tahap ini, anak sudah mampu mengembangkan operasi logisnya.
Proses-proses penting selama tahapan ini dijelaskan sebagai berikut di antaranya,
a. Pengurutan
Pengurutan adalah kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Sebagai contoh, anak diberi benda yang berbeda ukuran. Ia dapat mengurutkannya dari ukuran paling besar ke benda terkecil.
b. Klasifikasi
Klasifikasi adalah kemampuan memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilan, ukuran, atau karakteristik lainnya. Klasifikasi juga termasuk gagasan bahwa serangkaian benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme, yakni anggapan (pemikiran) bahwa semua benda hidup dan memiliki perasaan.
Contohnya, anak sudah mengetahui bentuk kubus, bola, dan silinder. Ia hendak menyusun tiga benda tersebut dalam suatu rangkaian, tetapi bolanya kurang satu. Maka, si anak mencari suatu benda berbentuk bulat untuk dimasukkan ke dalam rangkaian.
c. Decentering
Decentering adalah kemampuan anak dalam mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan agar mampu memecahkannya.
Contohnya, anak tidak akan lagi menganggap gelas A lebih lebar dari gelas B. Ia sudah bisa mengatakan bahwa gelas A dapat lebih banyak menampung air daripada gelas B. sebab, gelas A lebih lebar dan tinggi dibanding gelas B.
d. Reversibility
Reversibility ialah kemampuan anak untuk memahami bahwa suatu jumlah atau benda dapat diubah sekaligus dapat dikembangkan pada keadaan semula.
Contohnya, tanah lempung berbentuk bulat dapat diubah menjadi bentuk kubus, tetapi bisa dikembalikan ke bentuk bola seperti semula. Atau, anak mengetahui bahwa bilangan 4 jika ditambah 4 sama dengan 8. Untuk mengembalikan ke jumlah sebelumnya, ia akan mengurangi angka 8 dengan 4.
e. Konservasi
Konservasi adalah kemampuan memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan.
Sebagai contoh, anak diberi dua gelas seukuran dan berisi air sama banyak. Bila air di gelas pertama dituang ke dalam ember, ia akan tahu bahwa air di dalam ember sama banyaknya dengan air pada gelas kedua.
f. Penghilangan sifat egosentrisme
Penghilangan sifat egosentrisme adalah kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah. Contohnya, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan kamar.
Kemudian, Baim masuk ke kamar Lala dan memindahkan boneka itu ke dalam laci. Beberapa menit kemudian, Lala kembali ke kamarnya. Edi sebagai anak dalam tahap operasi konkret akan mengatakan bahwa Lala akan menganggap boneka itu ada di dalam kotak. Padahal, Edi mengetahui bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.
4. Tahap Operasi Berpikir Formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif anak dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus berlanjut sampai tahap dewasa. Karakteristik tahap ini berhubungan dengan diperolehnya kemampuan anak untuk berpikir abstrak, menalar secara logis, serta menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Pada tahap ini, anak sudah memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, serta nilai dari suatu hal. Menurut Piaget, tahap ini muncul bersamaan dengan pubertas yang menandai masuknya anak ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, serta perkembangan sosial.
Pada tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis, yaitu merenungkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan.
Perhatikan contoh berikut. Suatu ketika, ada sebuah mobil yang mogok. Jika penumpangnya adalah seorang anak yang masih dalam tahap operasi berpikir konkret, ia akan berkesimpulan kehabisan bensin. Ia hanya menghubungkan sebab dan akibat dari suatu rangkaian.
Sebaliknya, seorang remaja yang berada pada tahap berpikir formal akan memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok. Boleh jadi ia memperkirakan busi mobil itu mati, ada masalah pada platina, dan sebagainya.
Pada tahap ini, seorang remaja sudah mempunyai ekuilibrium yang tinggi sehingga ia dapat berpikir fleksibel dan efektif serta mampu berhadapan dengan persoalan kompleks. Remaja dapat berpikir fleksibel karena dapat melihat segala unsur dan kemungkinan yang ada.
Remaja dapat berpikir efektif karena dapat menentukan pemikiran yang cocok untuk menyelesaikan persoalannya.
Dari berbagai sumber
Post a Comment