Toxic Relationship: Pengertian, Penyebab, Ciri, Jenis, dan Cara Mengatasinya
Table of Contents
Toxic Relationship (Hubungan Beracun) |
Pengertian Toxic Relationship
Toxic relationship (hubungan beracun) adalah istilah untuk menggambarkan suatu hubungan tidak sehat yang dapat berdampak buruk bagi keadaan fisik maupun mental seseorang. Toxic relationship tidak hanya tentang hubungan asmara. Kondisi ini bisa terjadi di kantor, lingkup pertemanan, bahkan keluarga.Dari laman Very Well Mind, toxic relationship merupakan hubungan yang membuat Anda merasa direndahkan, disalahpahami, dibuang, atau bahkan diserang. Sederhananya, hubungan ini justru membuat Anda merasa menjadi pribadi yang lebih buruk daripada ketika sedang sendiri.
Dr. Lillian Glass (Ducharme, 2018) mendefinisikan toxic relationship sebagai hubungan apa pun yang terjadi antar individu yang mana individu yang terlibat memiliki kohesivitas yang rendah, tidak saling mendukung, menghormati bahkan cenderung saling menjatuhkan dan berkompetisi dalam konteks yang kurang baik.
Selain itu, individu yang terlibat dalam toxic relationship tersebut cenderung merasakan hubungan yang dijalin sebagai sebuah hubungan yang tidak menyenangkan, draining, bahkan hal-hal negatif terasa lebih banyak daripada hal positif (Glass dalam Ducharme, 2018).
Gaba (2021) juga menjelaskan bahwa hubungan yang toxic ini cenderung didasari oleh konflik, kompetisi hingga keinginan untuk mengontrol.
Penyebab Toxic Relationship
Terdapat banyak hal yang menyebabkan seseorang menjadi toxic atau racun dalam sebuah hubungan yang sedang dijalani di antaranya, 1. Latar belakang yang berkaitan dengan masa lalu seseorang, seperti dibesarkan dalam kondisi yang minim kasih sayang atau kurang perhatian, sehingga kurang empati dan simpati.
2. Pengalaman buruk di masa lalu yang menyebabkan seseorang terguncang secara emosional, misalnya perundungan atau bullying.
3. Memiliki gangguan mental, seperti kecemasan dan depresi akut.
Toxic relationship juga bisa muncul dari pasangan yang sifatnya berbeda jauh satu sama lain. Contohnya, salah satu pihak adalah tipe arogan dan suka mengontrol, sementara pihak lainnya patuh dan mengalah. Hal ini bisa dikatakan bahwa hubungan antara dua individu tersebut bersifat dominan-submisif.
Ciri Toxic Relationship
1. Menuntut (demanding)Salah satu karakter yang dapat ditemukan pada hubungan yang toxic menurut Carter (2011) adalah demanding. Karakteristik menuntut atau demanding ini dapat muncul dalam beragam bentuk serta disebabkan oleh berbagai hal yang berbeda antara satu individu dengan individu yang lain.
Perilaku menuntut ini jika muncul pada saat-saat tertentu mungkin tidak memberikan dampak negatif yang signifikan. Namun demikian, ketika perilaku ini terus menerus muncul, maka dampak negatif bagi hubungan yang dijalani tidak dapat dihindari.
Hal ini dikarenakan perilaku demanding dalam bentuk apa pun dapat memunculkan kemarahan, kesedihan, kebingungan, perasaan tidak “nyambung” secara emosional bahkan berakibat fatal seperti putusnya hubungan yang ada (“Being Too Demanding,” t.t.).
2. Rasa tidak aman (insecure)
Perasaan insecure atau tidak aman yang dirasakan salah satu pihak atau keduanya, juga dapat menjadi salah satu tanda dari toxic relationship. Pada pihak yang cenderung mengontrol atau controller, rasa insecurity ini dapat berupa adanya rasa ingin dibutuhkan dan ingin mengontrol yang berlebihan (Centerstone, t.t.).
Hal ini muncul karena individu tersebut merasa tidak memiliki kekuatan yang cukup sebagai seorang individu. Jika salah satu pihak adalah controller dengan karakter yang insecure, sangat memungkinkan untuk pihak satunya cenderung bergantung dan insecure.
Bagi pihak yang bergantung, rasa insecure ini muncul dalam bentuk perasaan bahwa ia adalah individu yang lemah, tidak berharga bahkan merasakan membutuhkan perhatian dan kemesraan dari pasangan tetapi tidak berani mengatakannya.
Insecurity yang berlebihan dan beberapa perilaku terkait baik pada pihak yang mengontrol maupun pihak yang bergantung dapat menimbulkan dampak negatif bagi keduanya.
3. Kritik yang berlebihan
Karakteristik lain yang disebutkan oleh Carter (2011) adalah kecenderungan mengkritik atau criticism. Kritik dengan porsi tertentu memanglah diperlukan dan dapat memberikan dampak positif bagi individu. Berbeda dengan kritik yang membangun, kritik yang dimaksudkan adalah kritik yang berulang atau berlebihan yang mana dapat memberikan dampak negatif dan fatal bagi pihak lain maupun hubungan yang dijalani.
4. Ketidakjujuran
Selain ketiga karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya, Carter (2011) juga menjelaskan bahwa ketidakjujuran juga bisa menjadi karakteristik dari hubungan yang tidak sehat. Dalam kehidupan sehari-hari, kebohongan-kebohongan kecil memang tidak dapat dihindari apalagi dengan dalih white lies.
Namun ketika kebohongan ini terus menerus dilakukan dan cenderung menjadi sebuah kebiasaan, dampak negatif dari perilaku ini tidak dapat dihindari lagi. Lee dkk (2019) menjelaskan bahwa perilaku berbohong ini dapat mempengaruhi kemampuan pelakunya untuk menilai emosi orang lain yang mana menjadi tidak terlalu akurat.
Tidak hanya itu Withers (2021) juga menjelaskan bahwa ketidakjujuran juga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kepercayaan dari pihak yang merasa dibohongi.
5. Cemburu
Rasa cemburu atau jealous bisa saja menjadi salah satu aspek yang penting dalam sebuah hubungan, terutama hubungan asmara. Namun sama seperti karakteristik yang disebutkan sebelumnya, rasa cemburu yang berlebihan ini dapat memberikan dampak negatif dan dapat menjadi salah satu tanda dari hubungan yang tidak sehat (Withers, 2021).
Rasa cemburu dalam hal ini seperti rasa cemburu yang intens maupun tidak rasional (Stritof, 2021). Stritof (2021) menjelaskan bahwa rasa cemburu yang berlebihan ini dapat muncul karena beberapa hal, seperti individu tersebut merasa kewalahan dengan insecurity maupun emosi yang ia rasakan dan memunculkannya dalam bentuk rasa cemburu dan upaya mengontrol pasangannya.
Rasa cemburu seperti ini yang perlu untuk mendapatkan perhatian lebih terutama jika terjadi dalam rentang waktu yang lama, karena dapat berakibat fatal bagi hubungan yang ada.
Jenis Toxic Relationship
1. Toxic Relationship Deprecator-BelittlerToxic relationship deprecator-belittler adalah hubungan tidak sehat yang terjalin cenderung membuat harga diri pasangan lebih rendah. Di mana salah satu tandanya adalah meremehkan pasangan bahkan tak ragu melakukannya di depan umum. Kejadian ini mungkin saja akan terus berulang walaupun Anda sudah pernah memperingatkannya.
2. Toxic Relationship Bad Temper
toxic relationship bad temper adalah hubungan yang mana salah satu pasangan cenderung kerap bersikap marah bahkan hilang kendali. Karena itulah ketika terjebak dalam hubungan tidak sehat ini, salah satu pasangan mencoba melakukan hal atau sesuatu yang tidak memicu kemarahan pasangannya. Sebab sifat tempramennya begitu besar.
3. Toxic Relationship Guilt Inducer
Jenis toxic relationship satu ini terjadi ketika Anda mengalami hubungan yang penuh tekanan. Di mana pasangan akan mencoba memberikan tekanan hingga membuat rasa bersalah itu muncul. Akibatnya dapat membuat kalian merasa bersalah saat melakukan sesuatu. Pasangan kemudian cenderung akan mengontrol dan mengendalikan Anda.
4. Toxic Relationship Overreactor
Toxic relationship overreactor adalah hubungan tidak sehat yang salah satu pasangan cenderung memiliki sikap berlebihan. Sehingga bisa memicu rasa tidak bahagia, emosi tidak stabil, bahkan penyesalan.
5. Toxic Controller
Sesuai dengan namanya, arti toxic relationship jenis ini adalah hubungan tidak sehat yang salah satu pihak cenderung mengontrol dan mengendalikan. Karena dirinya tidak akan membiarkan orang lain mengendalikannya.
6. Possessive Toxic Controller
Possessive toxic controller adalah hubungan tidak sehat yang tidak dikenali pada awalnya. Namun seiring waktu, salah satu pihak justru merasa cemburu yang begitu besar. Akibatnya selalu ada rasa curiga yang muncul.
Selain itu ia akan cenderung melakukan apapun untuk mengontrol dan memastikan pihak lain tidak melakukan hal buruk padanya. Toxic jenis ini bisa membuat diri Anda mulai berjarak dengan orang-orang terdekat.
7. Toxic Relationship Over Dependern Partner
Toxic relationship over dependern partner satu ini membuat diri Anda justru sebagai pihak yang mengambil keputusan. Di mana Anda menjadi kendali penuh dalam hubungan. Dengan kata lain Anda menjadi orang yang bertanggung jawab atas semua hal dalam hubungan.
8. Toxic Relationship The User
Sementara itu toxic relationship the user adalah hubungan tidak sehat yang bisa dikenali dengan perasaan tidak puas pasangan terhadap apa yang sudah Anda lakukan. Akibatnya ia akan meminta banyak hal yang membuat diri Anda merasa terbebani bahkan sangat menguras energi.
Cara Mengatasi Toxic Relationship
Berikut terdapat tiga cara yang dapat dilakukan ketika berada pada kondisi hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship di antaranya,1. Sadari
Langkah pertama dan menjadi kunci yang perlu dilakukan ketika kita merasakan beberapa karakteristik tersebut dalam hubungan yang dijalani tidak sehat atau toxic, baik hubungan dengan rekan kerja, keluarga, pasangan dan sebagainya adalah menyadari kalau kita memang berada pada hubungan yang tidak sehat.
Proses untuk sadar ini bukan proses yang cepat. selain itu, proses menyadari ini memanglah tidak mudah, salah satunya dikarenakan adanya denial atau penyangkalan bahwa hubungan yang dijalani adalah hubungan yang tidak sehat (Carter, 2011).
Bagi pihak yang dirugikan, menyadari diri kita berada dalam hubungan yang tidak sehat ini penting untuk menentukan langkah escape yang tepat. Selain bagi pihak yang dirugikan atau korban, langkah “sadari” ini juga penting bagi pihak yang melakukan perilaku atau sikap tertentu yang menyebabkan hubungan tersebut tidak sehat.
Dengan menyadari bahwa dirinya menjadi akar dari beberapa kondisi yang ada, diharapkan proses untuk memperbaiki diri dan hubungan dapat dilakukan dengan maksimal. Dengan demikian, hubungan tersebut dapat diupayakan untuk diselamatkan.
2. Ekspresikan
Setelah menyadari kondisi yang terjadi, maka tidak langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pihak yang mengalami dampak negatif dari toxic relationship adalah mengutarakan maupun mengekspresikan perasaan yang dialami terhadap pihak yang melakukan, baik pasangan, saudara, rekan kerja dan lain sebagainya (Fuller, 2017).
Mengutarakan perasaan kepada yang bersangkutan terkadang dapat membahayakan diri korban, terlebih jika pelaku cenderung melakukan kekerasan. Fuller (2017) menyarankan untuk menyampaikan perasaan yang dirasakan secara tertulis dengan tangan maupun digital seperti email maupun pesan singkat sehingga lebih aman untuk korban serta memberikan waktu bagi pelaku memikirkan hal yang disampaikan melalui tulisan tersebut.
3. Beritahu orang lain
Ketika memilih untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat, terlebih hubungan yang penuh dengan kekerasan, penting bagi individu tersebut untuk mengabari orang lain terutama mereka yang tahu kondisi yang dihadapi. Langkah ini menjadi penting karena kita tidak tahu kemungkinan yang dapat terjadi dan di luar ekspektasi atau rencana awal.
Dengan memberitahu orang lain kita memiliki pihak yang bisa membantu ketika menghadapi kondisi tidak terduga. Feuerman (2021) juga menambahkan ketika kita menghadapi kondisi berbahaya, jangan ragu untuk menghubungi instansi berwajib seperti kepolisian.
4. Cari Bantuan Profesional
Mencari bantuan pada tahap ini lebih condong pada bantuan kesehatan baik psikologi maupun fisik, baik sebelum atau setelah keluar dari toxic relationship. Langkah mencari bantuan ini penting untuk dilakukan karena dampak dari hubungan yang tidak sehat ini dapat berakibat pada fisik maupun psikis korban baik disadari maupun tidak.
Selain dampak bagi korban, bantuan profesional juga membantu individu tersebut untuk memperteguh keyakinannya untuk keluar dari kondisi tersebut dan tidak menyesali keputusan yang dibuat hingga kembali ke dalam toxic relationship tersebut (Feuerman, 2021; Fuller, 2017).
Pada kondisi tertentu, bantuan profesional dari pengacara juga dibutuhkan jika hubungannya berupa pernikahan maupun hubungan lain yang berkaitan dengan hukum (Feuerman, 2021).
5. Stop Komunikasi
Menghentikan komunikasi dengan pasangan atau pihak yang menimbulkan toxic relationship juga perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan pelaku biasanya cukup licik dan menggunakan berbagai cara untuk membawa korbannya kembali ke dalam hubungan yang tidak sehat tersebut (Feuerman, 2021).
Namun apabila komunikasi memang diperlukan, seperti pengasuhan anak (Feuerman, 2021), hubungan kerja maupun keluarga, fokuskan komunikasi pada hal yang memang diperlukan atau bersifat mendesak dan penting.
Dari berbagai sumber
Post a Comment