Narsistik: Pengertian, Dimensi, Tanda, Tipe, dan Faktor Penyebabnya

Table of Contents
Pengertian Narsistik
Narsistik

Pengertian Narsistik

Narsistik adalah gangguan kepribadian di mana seseorang akan menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Pengidap gangguan ini hampir selalu merasa dirinya lebih baik dibandingkan dengan orang lain. Kondisi ini dapat menyebabkan penderitanya menjadi egois dan memiliki sedikit empati terhadap orang lain sehingga menimbulkan masalah dalam interaksi sosial.

Penderita narsistik umumnya terlihat sangat percaya diri. Namun, hal tersebut sebenarnya untuk menutupi harga dirinya yang sangat rapuh, misalnya hanya karena dikritik oleh orang lain. Gangguan kepribadian narsistik dapat membuat penderitanya tidak bahagia atau kecewa jika tidak diperlakukan atau dipuji seperti yang mereka harapkan.

Narsistik Menurut Para Ahli
1. Kristanto (2012), narsistik adalah gambaran orang yang mencintai dirinya sendiri. Dalam batas tertentu, kecintaan pada diri sendiri bisa dianggap normal, tetapi bila berlebihan dan bersifat mengganggu orang lain ataupun diri sendiri maka dianggap penyimpangan atau gangguan kepribadian.
2. Davison (2006), narsistik adalah orang dengan gangguan kepribadian yang memiliki pandangan berlebihan tentang keunikan dan kemampuan mereka; mereka fokus pada berbagai fantasi kesuksesan besar. Mereka menginginkan perhatian dan pemujaan berlebihan yang hampir tanpa henti dan percaya bahwa mereka hanya dapat dipahami oleh orang-orang khusus atau memiliki status tinggi.
3. Menurut Gardner dan Pierce (2011), narsistik adalah sifat sombong seseorang yang senang membandingkan dirinya dengan orang lain, memiliki sifat egois, dan menganggap bahwa dirinya lebih hebat dan lebih istimewa dari orang lain. Seseorang yang memiliki sifat narsisme memiliki ciri-ciri yaitu selalu menginginkan pengakuan dari orang lain, rendahnya sifat empati, membutuhkan rasa kagum dari orang lain secara berlebihan, dan cenderung memiliki sifat arogan dan sombong.

Dimensi Narsistik

Dimensi narsistik menurut Handayani (2016) di antaranya,
1. Otoritas. Pandangan yang berlebihan terhadap diri sendiri terkait dengan otoritas atau wewenang atas jabatan yang dimilikinya. Individu yang memiliki tingkat otoritas atau wewenang yang tinggi, akan menganggap bahwa dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki otorisasi atau wewenang di perusahaan atau organisasi tempat individu tersebut bekerja.
2. Self-sufficiency. Merupakan kemampuan dari dalam diri seseorang secara umum pada indikator ini ditandai dengan anggapan percaya dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan kemampuannya sendiri.
3. Superioritas. Pandangan berlebihan terhadap diri sendiri terkait dengan kompetensi. Kompetensi diri, bakat, kemampuan, dan keunikan akan membuat seseorang merasa bahwa dirinya merupakan seorang yang hebat dan spesial.
4. Eksibisionisme. Kecenderungan untuk menarik perhatian orang lain terhadap diri sendiri, terkait dengan kemampuan yang dimiliki, sifat atau kebiasaan, karakteristik, dan bakat yang dimiliki oleh seseorang.
5. Eksploitasi. Motivasi untuk memanipulasi dan mendayagunakan orang lain untuk kepuasan diri sendiri. Seorang yang memiliki sifat narsisme akan senang untuk mendayagunakan dan memanipulasi orang lain, hal ini dikarenakan narsistik percaya dirinya dapat memahami orang lain dan membuat orang lain percaya dan suka kepadanya.
6. Kesombongan. Kekaguman yang berlebihan dalam memandang diri sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Seorang yang memiliki sifat narsisme akan senang melihat penampilan dan karakteristik yang ada didirinya. Narsistik akan selalu melihat dirinya merupakan sosok yang sempurna, dan menganggap orang lain lebih rendah atau tidak sebanding dengan dirinya.
7. Hak. Kepercayaan bahwa orang lain berhutang rasa hormat dan kekaguman. Seseorang yang memiliki sifat narsisme sangat membutuhkan keadaan di mana orang lain memuji dirinya, mengagumi dirinya, dan menghormati dirinya. Kebutuhan ini yang membuat seorang narsistik menjadi bersikap arogan, ketika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi.
8. Kepemimpinan. Dimensi ini terkait dengan perasaan bahwa narsistik merupakan seorang yang memiliki bakat sebagai pemimpin, dan seorang yang sukses. Dimensi ini juga terkait dengan keyakinan narsistik bahwa dirinya merupakan seorang yang dihormati, dan diakui oleh orang lain, terkait dengan wewenang dan otorisasi yang dimiliki oleh narsistik.
9. Penerimaan Diri (Kekaguman Diri). Dimensi ini terkait dengan perasaan suka dan kagum narsistik, tentang sosok dirinya yang dianggap sebagai seseorang yang ideal, dan sempurna.
10. Superioritas (Arogansi). Dimensi ini terkait dengan sifat sombong narsistik terkait dengan kemampuan, bakat dan keunggulan yang dimiliki oleh narsistik, dan menganggap bahwa orang lain tidak lebih baik dari dirinya.

Tanda Narsistik

Tanda atau gejala dari narsistik sangat beragam, tergantung dengan tingkat keparahan dari kondisi NPD yang dialami. Narsistik biasanya menunjukkan gejala berikut di antaranya,
1. Menilai diri sendiri terlalu tinggi dibandingkan orang lain secara berlebihan.
2. Menganggap diri dianggap superior tanpa adanya pencapaian yang pantas.
3. Melebih-lebihkan pencapaian dan bakat diri.
4. Meyakini diri sendiri sebagai seseorang yang superior dan meyakini bahwa hanya orang-orang yang sama istimewanya yang akan memahami hal tersebut.
5. Memiliki pikiran yang dipenuhi dengan fantasi mengenai sukses, kekuasaan, kepandaian, kecantikan atau ketampanan, atau mengenai pasangan yang sempurna.
6. Memiliki kebutuhan untuk selalu dipuji atau dikagumi.
7. Merasa istimewa.
8. Menganggap bahwa dirinya pantas diberi perlakuan spesial dan bahwa hal itu sebagai suatu hal yang wajar di mata orang lain.
9. Memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
10. Minim rasa peka terhadap perasaan atau kebutuhan orang lain.
11. Merasa cemburu terhadap orang lain dan merasa orang lain cemburu terhadap diri sendiri.
12. Memiliki perilaku yang arogan.

Tipe Narsistik

1. Tipe Terselubung
Tipe orang ini cenderung pasif-agresif namun terlihat sangat tidak berdaya. Mereka cenderung menampilkan diri sebagai korban dan cepat menangis atau melakukan krisis untuk mendapatkan perhatian. Mereka juga cenderung berjuang dengan kecemasan dan depresi.

2. Tipe Ganas
Tipe orang-orang ini tidak melakukan apa pun untuk keuntungan kamu. Mereka akan menyerang atau mencoba untuk menghancurkan orang lain untuk menopang rasa dirinya yang rapuh.

3. Tipe Tidak Sadar
Tipe ini dikenal sangat kurang dalam kesadaran dan kepekaan terhadap orang lain. Mereka kehilangan daya sensitivitas itu. Mereka egois, arogan, agresif dan selalu ingin menjadi pusat perhatian.

4. Tipe Komunal
Tipe ini mengacu pada individu yang mendapatkan validasi mereka dari aspek kehidupan yang terkait dengan komunitas, seperti suka menolong dan filantropi. Mereka selalu memamerkan perbuatan besar mereka untuk dunia tetapi memiliki kebutuhan instan untuk membicarakannya. Mereka mencari banyak validasi untuk pekerjaan baik yang telah dilakukan.

5. Tipe Seksual
Tipe ini merasa berhak untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Mereka memiliki pandangan yang berpusat pada diri sendiri tentang seks dan cenderung tidak terampil dalam keintiman emosional dan karena itu tidak terlalu tertarik pada kebutuhan pasangannya.

Mereka sering melebih-lebihkan keterampilan mereka di kamar tidur karena mereka tidak terlalu cocok dengan pasangan mereka. Namun, mereka membutuhkan dan mengharapkan banyak pujian untuk kinerja mereka di tempat tidur.

6. Tipe Terbuka
Tipe ini biasanya seorang ekstrovert, muluk, agresif dan mencari perhatian. Mereka bisa sangat menawan dan biasanya mengharapkan perlakuan khusus.

Mereka bisa menjadi predator dalam kemampuan mereka untuk melihat kerentanan orang lain dan menggunakannya untuk melawan mereka. Mereka sangat kompetitif dan bersedia mempermalukan orang lain untuk mendapatkan kemenangan yang dirasakan.

7. Tipe Sangat Waspada
Tipe ini cenderung sangat sensitif terhadap bahasa tubuh, reaksi wajah, nada dan reaksi orang lain. Mereka cenderung mengambil hal-hal secara pribadi dan menjadi hipersensitif terhadap kritik. Mereka cenderung merasa malu atau terhina dan bisa menonjolkan diri. Mereka cenderung mengarahkan tindakan terhadap orang lain dan memilih untuk tidak menjadi pusat perhatian.

8. Tipe Eksibisionis
Tipe orang dengan narsistik ini berpikir bahwa mereka lebih baik daripada orang lain secara fisik dan intelektual. Mereka memandang rendah orang lain, bahkan teman dan keluarga mereka. Mereka sangat sadar status dan materialistis. Mereka pikir mereka sangat istimewa dan memiliki kebutuhan yang sangat besar untuk dikagumi sepanjang waktu.

Faktor Penyebab Narsistik

Halnya gangguan mental pada umumnya, penyebab gangguan kepribadian narsisistik juga belum diketahui secara pasti. Para pakar menduga bahwa terdapat banyak hal yang bisa berkaitan dengan kemunculannya. Faktor-faktor risiko gangguan kepribadian narsistik tersebut meliputi di antaranya,
1. Faktor genetik (keturunan)
2. Kekerasan atau diabaikan ketika masih kanak-kanak
3. Dimanja berlebihan oleh orangtua ketika masih kanak-kanak
4. Ekspektasi berlebih dan tidak realistis dari orangtua
5. Berhubungan seksual dengan banyak orang
6. Pengaruh budaya

Sementara menurut Sedikides (2004), terdapat beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi kepribadian narsistik pada seseorang di antaranya,
1. Self- esteem (harga diri)
Harga dirinya tidak stabil dan terlalu tergantung pada interaksi sosialnya memiliki harga diri yang rapuh, sehingga sangat rentan terhadap kritik. Seseorang yang memiliki tingkat self-esteem yang rendah cenderung lebih sering aktif di media sosial.

2. Depresion (depresi)
Suatu pemikiran negatif tentang dirinya, dunia, dan masa depan, adanya rasa bersalah dan kurang percaya dalam menjalani hidup. Seseorang yang mengalami depresi hal itu terjadi karena adanya anggapan bahwa dirinya adalah orang yang penting dan terokupasi dengan keinginan mendapatkan perhatian, jika tidak mampu mewujudkan harapan-harapannya sendiri maka ia menjadi putus asa dan cenderung menyalahkan orang lain.

3. Loneliness (kesepian)
Perasaan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan ketidak-sesuaian antara kebutuhan untuk akrab dengan orang lain atau keakraban personal. Hubungan interpersonalnya terhambat karena tidak mampu menjalin suatu hubungan yang akrab dengan orang lain sehingga hubungan pribadi mereka hanya sedikit dan dangkal.

Bila orang lain sedikit saja kurang memenuhi harapannya yang tidak realistis, mereka akan menjadi marah dan menyingkirkan orang tersebut. Hal ini membuat mereka tidak mampu untuk memahami orang lain dan memiliki sedikit empati karena perasaan iri dan arogansi, membuat tuntutan yang tidak realistik bagi orang lain untuk mengikuti keinginannya.

4. Subjective Well-being (perasaan subjektif)
Individu merasa bahwa dirinya seakan-akan menjadi pribadi yang sempurna sehingga hal ini membuatnya hidup dalam fantasi keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau kecantikan yang tidak terbatas.

5. Kurangnya sosialisasi
Berdasarkan jenisnya sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Dalam hal ini digambarkan keadaan di mana seseorang lebih banyak menghabiskan waktunya tidak dengan keduanya, melainkan lebih kepada dunianya sendiri.

Ketika seseorang hidup dalam dunianya sendiri dan lebih banyak menghabiskan waktunya hanya untuk kepentingan diri sendiri hal ini akan membuat seseorang tidak peduli dengan lingkungan sosialnya ia cenderung mementingkan kehidupannya sendiri, ketika mendapatkan kritikan dari lingkungan sosialnya ia tidak memperdulikannya karena baginya yang paling benar adalah dirinya sendiri.

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment