Linguistik: Pengertian, Sejarah, Cabang, Tokoh, Aliran, dan Teorinya

Table of Contents
Pengertian Linguistik
Linguistik

Pengertian Linguistik

Linguistik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah. Linguistik dalam hal ini bergantung pada sudut pandang dan pendekatan seorang peneliti, linguistik sering kali digolongkan ke dalam ilmu kognitif, psikologi, sosiologi, dan antropologi. Adapun aspek luas penelitian tentang bahasa ini di antaranya meliputi bentuk bahasa, makna bahasa, dan bahasa dalam konteks.

Jika ditelusuri secara etimologi, linguistik berasal dari kata lingua yang bermakna “bahasa” dalam bahasa Latin. Selain dari bahasa Latin, beberapa bahasa lain juga merujuk pada makna yang sama. Misalnya,  dalam bahasa Prancis adalah langue atau langage, bahasa Italia lingua, bahasa Spanyol lengua, dan bahasa Inggris language.

Linguistik Menurut Para Ahli
1. Kridalaksana (dalam Dhanawaty, dkk, 2017, hlm.1), linguistik adalah ilmu bahasa atau metode mempelajari bahasa.
2. Martinet (1987: 19), linguistik yaitu suatu ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.
3. Matthews, linguistik adalah suatu studi ilmiah atau ilmu bahasa yang mempelajari tentang bahasa.
4. Dubois, Jean, linguistik yaitu suatu kajian ilmiah tentang bahasa.

Sejarah Perkembangan Ilmu Linguistik

Perhatian terhadap kajian bahasa senantiasa menjadi tuntunan dalam sejarah kehidupan manusia khususnya bagi bangsa-bangsa yang bahasanya terkait langsung dengan penulisan kitab-kitab suci. Seperti halnya bahasa Arab yang bahasanya terkait erat dengan kitab suci Al-Quran, bahasa Sansekerta terkait langsung dengan kitab suci agama Hindu.

Begitu juga Yunani dan bahasa latin Eropa dianggap sebagai bahasa suci karena kitab suci mereka ditulis dengan bahasa sansekerta. Perhatian mengenai kajian bahasa pada masa ini cenderung kepada pembahasan yang bersifat umum yaitu pembahasan mengenai asal-usul dan perkembangan bahasa.

Pembahasan tentang bahasa mana yang paling utama dan pembahasan mengenai lafadz-lafadz.
Fase awal, pada fase ini kajian dipusatkan pada kajian Grammar. Kajian ini bertujuan untuk membedakan antara bentuk-bentuk yang benar dan yang salah dalam bahasa. Dengan demikian kajian ini bersifat normative (mi’yari).
Fase kedua, munculnya istilah Filologi (fiqh lughah) yang berpusat di sekolah Iskandariyah. Istilah Filologi ini adalah kajian yang berangkat secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang peneliti bahasa yaitu Friedrich August Wolf tahun 1777 M sampai sekarang.

Tetapi dalam kajiannya Filologi ini juga mengkaji bahasa secara mendasar atau dengan kata lain objek kajiannya bukan bahasa secara mendasar tetapi lagi-lagi pembahasannya lebih cenderung pada penjelasan bentuk-bentuk yang baik dari sebuah tulisan.

Dengan demikian kajiannya memberi manfaat kepada sejarah sastra dan kebiasaan-kebiasaan berbahasa karena di sinilah mereka menetapkan prinsip-prinsip dalam kritik sastra, cara-cara dan tujuan-tujuannya.

Fase ketiga, peneliti bahasa mulai membuka perbandingan antara bahasa-bahasa yang ada. Hal inilah yang menjadi tonggak lahirnya Comparative philology (fiqh al-muqaran). Franzz Bopp telah menulis hasil kajiannya tentang sistem bentuk dalam bahasa Sansekerta dan dibandingkan dengan bahasa Yunani, latin, Persia dan Jerman.

Cabang Ilmu Linguistik

1. Mikrolinguistik
Mikrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam arti sempit, yaitu bahasa dalam kedudukannya sebagai fenomena alam yang berdiri sendiri. Mikrolinguistik mempelajari bahan bahasa secara langsung tentang sifat-sifat, struktur, cara kerja, dan sebagainya. Mikrolinguistik dibagi menjadi dua di antaranya,
a. Umum
a) Fonologi. Merupakan cabang mikro linguistik yang ruang lingkupnya membahas tentang bunyi bahasa ditinjau dari fungsinya.
b) Morfologi. Merupakan anak cabang dari mikro linguistik yang cakupan pembahasannya tentang kata dan kelompok kata. Morfologi juga termasuk menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya dan cara pembentukannya.
c) Semantik. Menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal ataupun kontekstual.
d) Sintaksis. Menyelidiki satuan-satuan kata dan satuan-satuan lain di atas kata, hubungan satu dengan lainnya dan cara penyesuaiannya.

b. Bahasa tertentu
a) Linguistik deskriptif (Descriptive linguistics), adalah pendekatan linguistik dengan menggunakan teknik penelitian lapangan dan tata istilah yang sesuai untuk bahasa yang diselidiki. Metode kerjanya adalah metode deskriptif, yaitu memberikan atau menggambarkan struktur dan system bahasa yang dipelajari sebagaimana adanya.
b) Linguistik struktural (Structural linguistics), adalah pendekatan dalam penyelidikan bahasa yang menganggap bahasa sebagai system yang bebas.
c) Linguistik historis (Historical linguistics), adalah cabang linguistik yang menyelidiki perubahan-perubahan jangka pendek dan jangka panjang dalam system bunyi, gramatika, dan kosakata suatu bahasa atau lebih.
d) Linguistik komparatif (Comparative linguistics), adalah cabang linguistik yang mempelajari kesepadanan fonologis, gramatikal, dan leksikal dari bahasa-bahasa yang berkerabat atau dari periode-periode historis dari suatu bahasa.
e) Linguistik historis komparatif (Historical and comparative linguistics), adalah bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari satu masa ke masa yang lain, serta menyelidiki perbandingan satu bahasa dengan bahasa yang lain.

2. Makrolinguistik
Makrolinguistik adalah bidang linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, seperti dari segi kejiwaan, sosial, pengajaran, pengobatan, dan filsafat. Kajian secara eksternal itu dibagi menjadi dua bidang di antaranya,
a. Bidang linguistik interdisipliner
a) Linguistik Etnografi (Ethnographic linguistics)
Adalah penyelidikan mengenai lingkungan alam dan budaya suatu masyarakat bahasa dengan mempergunakan teknik penelitian lapangan untuk mendeskripsikan konteks situasi suatu penuturan.

b) Linguistik sosiologi (sociological linguistics)
Adalah penyelidikan bahasa yang berpegang pada pandangan bahwa bahasa tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial manusia, dan yang menghubungkan analisis bahasa dengan gaya pengungkapan orang atau kelompok.

Sebagai contoh dapat dikemukakan pemakaian ragam bahasa Jawa (kasar = ngoko, halus = kromo) yang disebabkan oleh sifat hubungan (perbedaan tingkat sosial, tingkat ekonomi, tingkat keakraban, dan sebagainya) antara pembicara dan pendengar.

c) Epigrafi
Merupakan cabang ilmu linguistik yang menelaah isi tulisan pada prasasti. Pada umumnya epigrafi dipelajari oleh seorang arkeologi.

c. Paleografi
Adalah cabang yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan pendeskripsian tulisan-tulisan kuno terutama yang berasal dari abad pertengahan (penafsiran tulisan kuno).

b. Bidang linguistik terapan
Bidang terapan, adalah kajian yang berusaha mengkaji bahasa untuk diterapkan pada dunia lain. Yang termasuk dalam bidang terapan di antaranya,
a) Linguistik Medis (Language Pathology), adalah bidang linguistik terapan yang mencakup cacat bahasa, dan sebagainya. Linguistik medis disebut juga patologi bahasa.
b) Linguistik Edukasional (Linguistik pedagogis), adalah cabang linguistik terapan yang bersangkutan dengan peningkatan efesiensi pengajaran bahasa dengan menyediakan deskripsi yang komprehensif mengenai proses-proses dasar dan dengan mempergunakan metode pengajaran yang memadai.
c) Linguistik forensik (Forensic Linguistics), adalah salah suatu cabang linguistic terapan yang berkaitan dengan hukum. Linguistik forensik digunakan untuk menyidik kejahatan yang sebagian pembuktiannya berupa data bahasa.
d) Leksikografi, adalah cabang ilmu linguistik terapan yang mencakup metode dan teknik penyusunan kamus.
e) Penerjemahan (translation), adalah bidang linguistik terapan yang mencakup metode dan teknik pengalihan amanat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Tujuan utama penerjemahan adalah menghasilkan terjemahan yang semirip mungkin dengan naskah aslinya.

Tokoh Ilmu Linguistik

1. Charles Adrian Van Ophuysen
Ch. A. van Ophuysen adalah seorang Belanda yang lahir di Solok Sumatera Barat pada 1856 dan meninggal di Leiden pada tahun 1917. Bersama dua orang tokoh pribumi, yakni Engku Nawawi dan Moehammad Taib Sutan Ibrahim, ia menyusun ejaan van Ophuysen yang menggantikan ejaan bahasa Melayu pada tahun 1896

Jasanya tidak hanya terbatas pada pemberlakuan ejaan bahasa Indonesia saja, ia juga terkenal atas pembagian kelas kata yang didasarkan pada makna kata dan fungsinya dalam kalimat.

2. Koewatin Sasrasoeganda
Sasrasoeganda atau lebih tepatnya Raden Sasrasoeganda merupakan tokoh penting dalam dunia perkamusan di Indonesia. Tokoh ini adalah orang pribumi pertama yang menulis tata bahasa Melayu dalam bahasa Melayu dalam tradisi Yunani-Latin-Belanda.
Karyanya yang terkenal adalah “Kitab jang Menjatakan Djalan Bahasa Melajoe”, yang menjadi pedoman pengajaran bahasa Melayu di Indonesia pada zamannya. Ia memperkenalkan konsepsi pembagian kelas kata dalam bahasa Melayu, yaitu:
a. Perkataan pekerjaan
b. Perkataan nama benda
c. Perkataan nama sifat
d. Perkataan bilangan
e. Perkataan pengganti nama
f. Perkataan tambahan
g. Perkataan pengantar
h. Perkataan penghubung.

3. Harimurti Kridalaksana
Harimurti Kridalaksana adalah ahli bahasa yang bukunya banyak dijadikan landasan teori berbagai macam penelitian bahasa. Hubert Emmanuel Harimurti Kridalaksana Martanegara lahir di Semarang pada 23 Desember 1939. Hingga usianya yang ke-77 tahun ini, beliau merupakan salah satu guru besar di Universitas Indonesia.

Buku yang ditulisnya tidak kurang dari 20 judul, antara lain Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (1989), Kamus Sinonim Bahasa Indonesia (1974), dan masih banyak lagi.

Aliran Linguistik

Sejarah linguistik telah melahirkan berbagai aliran-aliran linguistik yang pada akhirnya mempengaruhi pengajaran dan penelitian bahasa secara umum. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai bahasa sehingga melahirkan berbagai teori dan metode tata bahasa yang berbeda pula.

Berikut beberapa aliran yang berpengaruh besar terhadap perkembangan ilmu linguistik di antaranya,
1. Linguistik tradisional
Linguistik tradisional dalam linguistik yang muncul berdasarkan pendekatan Aristoteles dan Plato dengan melihat bahasa dari pandangan filsafat. Analisis aliran tradisional menghasilkan simpulan bahwa bahasa didasarkan pada makna sehingga batas antara satuan gramatikal menjadi kabur.

Dengan demikian, muncul beberapa definisi mengenai kelas kata. Contohnya, kata benda adalah nama orang, benda, dan yang dibendakan. Sementara itu, kata kerja adalah kata yang menunjukkan kegiatan. Padahal, sebetulnya tidak selalu begitu.

Menurut para ahli sejarah, sekumpulan penjelasan dan aturan tata bahasa yang dilahirkan oleh aliran tradisional merupakan warisan dari studi perspektif dari abad ke 18. Studi perspektif sendiri adalah studi yang pada prinsipnya ingin merumuskan aturan-aturan berbahasa yang baik dan benar.

Ciri-ciri aliran tradisional menurut Alwasilah (dalam Muliastuti, 2014) di antaranya,
a. Tidak adanya pengenalan perbedaan antara bahasa ujaran dan bahasa tulisan;
b. Pemerian bahasa (Inggris) dengan memakai patokan-patokan bahasa lain, tepatnya bahasa Latin;
c. Penghakiman penggunaan bahasa dengan vonis tradisional: benar atau salah;
d. Pelibatan logika dalam memberikan keputusan persoalan kebahasaan;
e. Mempertahankan penemuan-penemuan terdahulu;
f. Pemberian bahasa dilakukan berdasarkan bentuk bahasa tulisan baku;
g. Banyak menurunkan definisi yang tidak jelas.

2. Linguistik Struktural
Munculnya aliran struktural adalah bentuk ketidakpuasan para linguis terhadap aliran tradisional yang belum memecahkan masalah tata bahasa secara tuntas. Sejak tahun 1930-an sampai akhir tahun 1950-an linguistik struktural menjadi aliran yang paling berpengaruh. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan penting dalam pengembangannya adalah Bloomfield.

Linguistik Bloomfield berbeda dari yang lain. Dia melandasi teorinya berdasarkan psikologi behaviorisme. Dalam teori Behaviorisme, ujaran dapat dijelaskan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada di sekitar kejadiannya (Muliastuti, 2014, hlm. 27). Kelompok Bloomfield menyebut teori ini sebagai mechanism, yang merupakan kebalikan dari mentalism.

Bloomfield berusaha menjadikan linguistik sebagai suatu ilmu yang bersifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran merupakan fenomena yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan perhatian yang istimewa. Akibatnya, kaum strukturalis lebih fokus terhadap fonologi, morfologi, sedikit sintaksis, dan sama sekali tidak menyentuh semantik.

Dalam menganalisis kalimat, kaum strukturalis melakukan Analisis Unsur Bawahan Langsung, yaitu metode analisis kalimat atau kata-kata dengan membaginya kepada unsur-unsurnya. Misalnya, kalimat “Kakak memasak kue” dapat dianalisis dengan menghasilkan unsur bawahan “kakak” dan “memasak kue”. Kemudian, “memasak kue” dapat pula diuraikan menjadi unsur bawahan “memasak” dan “kue”.
 
3. Aliran Tagmemik
Aliran ini dipelopori oleh Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah Language in Relation to a United Theory of The Structure of Human Behaviour (1954). Dalam aliran ini, satuan dasar dari sintaksis disebut sebagai tagmem (Yunani: susunan). Tagmem ialah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut (Muliastuti, 2014).

4. Aliran Stratifikasi
Aliran stratifikasi dipeolopori oleh Sydney M. Lamb (1962). Teori ini menganggap bahwa bahasa merupakan sistem yang berhubungan. Dikatakan bahwa suatu ujaran sudah memiliki strata yang tersusun, yaitu makna (konsep) dibentuk oleh leksem, morfem, dan, fonem.

Teori Linguistik

1. Linguistik Konteks
Teori ini dipelopori oleh seorang antropolog berkebangsaan Inggris, Bronislaw Malinowski. Aliran linguistik konteks menyatakan bahwa untuk memahami ujaran, konteks situasi haruslah diperhatikan. Karena konteks situasi tersebut dapat memecahkan aspek bermakna bahasa sehingga aspek linguistik dan nonlinguistik dapat berkorelasi.

Pada dasarnya, teori konteks memberikan simpulan bahwa (a) makna tidak terdapat pada unsur-unsur lepas yang berupa kata, tetapi berada pada ujaran secara menyeluruh dan (b) makna tidak dapat ditafsirkan secara dualis (kata dan acuan), atau trialis (kata, acuan, tafsiran), tetapi makna terpada dalam tuturan yang dipengaruhi oleh situasi.

2. Linguistik Transformasi
Aliran ini dipelopori oleh Noam Chomsky yang selanjutnya dikenal dengan sebutan tata bahasa transformasi. Chomsky mengemukakan teori ini dalam bukunya yang berjudul “Syntactic Structure” (1957) dan “Aspects of the Theory of Syntax” (1965).

Chomsky beranggapan bahwa bahasa tercermin di dalam kalimat dengan membawa sejumlah elemen dasar dan struktur (Dhanawaty, dkk, 2014, hlm. 17). Struktur itu dibedakan menjadi dua, yaitu struktur dalam (deep structure) dan struktur luar (surface structure). Struktur luar berwujud apa yang didengar/ dilihat, sedangkan struktur dalam berwujud abstraksi dari yang didengar/dilihat.

Chomsky menambahkan bahwa dalam menghasilkan kalimat, manusia memiliki kompetensi (competence) tentang bahasanya dan menampilkan (performance) dalam wujud bahasa. Itulah yang dikaji dalam teori transformasi generatif. Dalam hal ini, sintaksis berada pada strata yang lebih tinggi sehingga kajiannya lebih diperdalam.

3. Teori semantik generatif
Teori ini diperkenalkan oleh murid Noam Chomsky, yakni Postal, Mc Cawley dan Lakoff pada tahun 1968. Menurut mereka, semantik memiliki eksistensi yang lain dari sintaksis sehingga tidak dapat disamakan dengan struktur dalam pandangan Chomsky. Mereka berpendapat bahwa sintaksis dan semantik bersifat homogen, sehingga hanya membutuhkan satu kaidah, yakni kaidah transformasi.

4. Teori kasus
Aliran ini merupakan teori yang masih berhubungan dengan teori transformasi generatif dan semantik generatif. Teori kasus membicarakan hubungan antara verba sebagai predikat dan nomina sebagai argumen yang mendampingi verba dalam kalimat yang selanjutnya diberi label kasus. Misalnya bentuk [— X, Y, Z]: tanda (—) melambangkan verba sebagai predikat dan tanda [X, Y, Z] melambangkan argumen yang berada pada verba.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment