Urban Sprawl: Pengertian, Karakteristik, Faktor Penyebab, Proses, dan Dampaknya

Table of Contents
Pengertian Urban Sprawl
Urban Sprawl

Pengertian Urban Sprawl

Urban sprawl adalah penyebaran perkotaan atau Perluasan perkotaan. Urban sprawl merupakan gambaran atas kondisi perkembangan atau perluasan suatu kawasan perkotaan yang tidak terkontrol, termasuk pembangunan perumahan secara komersial, pembangunan jalan di tanah yang luas, tetapi tidak disertai dengan sistem perencanaan kota yang baik.

Istilah Urban sprawl juga merujuk pada dampak pembangunan yang tidak terkontrol tersebut terhadap konsekuensi sosial dan lingkungan di kawasan tersebut. Istilah ini sering memiliki makna negatif karena menyebabkan degradasi lingkungan, mengintensifkan segregasi perumahan, dan merusak vitalitas daerah perkotaan yang ada dan diserang atas dasar estetika.

Karakteristik Urban Sprawl

1. Zonasi homogen
Zonasi homogen memiliki makna bahwa zona-zona penggunaan lahan perkotaan seperti komersial, industrial, dan residensial dipisahkan satu dengan yang lainnya. Selain itu, lahan-lahan luas kerap digunakan hanya untuk satu fungsi, dan dikelilingi oleh tanah lapang.

Hal ini menyebabkan jarak antara tempat bekerja, tinggal, dan belanja serta rekreasi semakin jauh. Jarak yang semakin jauh ini menutup kemungkinan orang-orang dapat mencapai tempat-tempat tersebut hanya dengan berjalan kaki.

Penggunaan sepeda menjadi lebih sulit karena jarak yang jauh, dan penggunaan kendaraan umum menjadi tidak efisien karena rendahnya kepadatan penduduk. Semua hal di atas membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk berpergian.
 
2. Job Sprawl
Job sprawl didefinisikan sebagai persebaran pekerjaan yang memiliki densitas rendah dan tersebar di wilayah perkotaan, mayoritas pekerjaan tersebut terdistribusi di daerah suburban atau di luar wilayah CBD dari sebuah kota.

Job sprawl juga memiliki korelasi yang kuat dengan zonasi homogen. Umumnya zona-zona perumahan diletakkan jauh dari zona industrial, dan zona komersial serta rekreasi ditempatkan di antara kedua zona tersebut.

Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk massal tiap pagi dan sore hari, pada pagi hari penduduk dari daerah residensial bergerak ke arah zona komersial dan industri untuk bekerja, pada malam hari mereka bergerak balik ke zona residensial untuk beristirahat di rumah mereka.

Fenomena ini berpotensi menciptakan kemacetan parah di pagi dan sore hari, terlebih lagi jarak yang harus ditempuh oleh para pekerja tersebut cukup jauh lantaran adanya zonasi homogen yang memisahkan tempat kerja dengan tempat tinggal.

Job sprawl merupakan dampak dari murahnya harga lahan di luar kota dan kemudahan transportasi berkat kendaraan pribadi. Kedua hal di atas membuat banyak perusahaan memindahkan kantor besar mereka keluar dari wilayah kota ke wilayah-wilayah suburban agar dapat membuat kantor yang lebih besar.

Fenomena job sprawl ini dapat menyebabkan kemiskinan pada pekerja-pekerja papan bawah yang memiliki tempat kerja yang jauh. Mereka harus menanggung biaya transportasi yang tidak murah untuk pergi ke tempat kerja mereka.

Selain itu mereka juga berpotensi telat karena kemacetan yang parah di pagi dan sore hari, terlebih lagi jika lokasi pekerjaan mereka tidak berada di daerah CBD, maka akan lebih susah bagi mereka untuk bepergian ke sana karena masih belum meratanya fasilitas transportasi publik.
 
3. Kepadatan Rendah
Sprawl juga kerap dikaitkan dengan pembangunan dengan kepadatan rendah. Definisi dari kepadatan rendah sebenarnya cukup ambigu dan dapat diperdebatkan, namun salah satu contoh dari pembangunan dengan kepadatan rendah adalah rumah-rumah keluarga tunggal dengan luas tanah yang besar.

Biasanya pada pembangunan dengan kepadatan rendah, bangunan-bangunan memiliki sedikit lantai dan memiliki jarak antar bangunan yang cukup besar. Bangunan ini umumnya dipisahkan oleh pekarangan, jalan raya, dan tempat parkir.

Pembangunan dengan kepadatan rendah ini memicu penggunaan kendaraan pribadi, hal ini diperlukan karena terdapat jarak yang jauh antar fasilitas sehingga tidak mungkin dicapai dengan berjalan kaki.

Karena pembangunan ini memerlukan lahan yang luas, seringkali pertumbuhan wilayah perkotaan lebih cepat dari pertumbuhan penduduk perkotaan. Kepadatan yang rendah ini umumnya disebabkan oleh pembangunan berjenis leapfrog.
 
4. Konversi Lahan Agrikultur menjadi Lahan Perkotaan
Karena sprawl berkembang ke arah luar dari pusat perkotaan, tanah yang mereka gunakan umumnya berasal dari komunitas-komunitas rural yang masih mengandalkan agrikultur.

Hal ini menyebabkan berkurangnya lahan produktif yang dapat digunakan untuk kegiatan agrikultur sehingga harus ditemukan cara-cara inovatif baru seperti urban farming, hydroponics, atau aeroponics untuk menjamin ketersediaan bahan makanan bagi penduduk kota yang semakin banyak.
 
5. Munculnya Town House dan Gated Community (Housing subdivision)
Housing subdivision adalah tanah luas yang dipenuhi oleh perumahan-perumahan yang baru dibuat, mereka biasanya dinamai dan diberikan gerbang serta pagar untuk meningkatkan faktor keamanan.  Perumahan-perumahan ini kerap menyebabkan kemacetan pada jam kerja karena mereka memiliki satu pintu masuk dan keluar, sehingga orang-orang harus mengantri untuk keluar atau memasuki wilayah subdivisi perumahan ini.

Town house dan gated community dapat menciptakan segregasi sosial. Masyarakat menengah ke atas yang tinggal di dalam komunitas tersebut dapat menikmati semua fasilitas yang disediakan sedangkan masyarakat kelas bawah yang tinggal di sekitarnya tidak dapat memanfaatkan fasilitas apapun. Padahal mereka juga terkena dampak kemacetan dan polusi suara/cahaya dari sentra aktivitas gated community.
 
6. Halaman Depan (Pekarangan)
Landed housing atau rumah berhalaman menjadi salah satu penanda dari urban sprawl. Secara ekonomis, rumah berhalaman hanya dapat dibuat jika terdapat tanah yang cukup luas dan harga tanah tersebut murah.

Oleh karena itu di pusat kota hampir tidak mungkin kita menemukan perumahan yang memiliki pekarangan. Kecuali rumah pejabat atau perumahan elite, hampir semua orang yang tinggal di pusat kota tinggal di apartemen. Selain lebih efisien tempat, apartemen juga umumnya dibangun dekat dengan tempat bekerja, sehingga menurunkan biaya yang perlu dikeluarkan untuk transportasi.
 
7. Distrik Komersial
Wilayah sprawl juga dapat dilihat dari keberadaan supercenter komersial. Umumnya pusat-pusat perbelanjaan ini dibangun di dekat jalan raya atau jalan bebas hambatan yang memiliki kapasitas besar dan pengguna yang banyak. Sentra-sentra komersial ini umumnya memiliki lahan parkir yang besar, namun karena mereka mempunyai lahan yang sangat luas, mereka tidak perlu melakukan efisiensi tempat dan membangun sebuah basement.

Mereka juga umumnya memiliki jumlah lantai yang sedikit, sentra komersial seperti ini lebih mementingkan pertumbuhan ke samping daripada pertumbuhan ke atas, karena tentu saja memperluas area lebih murah dibandingkan dengan menambahkan lantai di area suburban.

Faktor Penyebab Urban Sprawl

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan fenomena urban sprawl terjadi baru-baru ini di antaranya,
1. Harga tanah murah
Biaya membeli tanah di pinggir-pinggir kota biasanya lebih rendah, dengan banyak pengembang atau komunitas menargetkan pinggiran sebagai target untuk ekspansi bisnis baru. Developer pemukiman juga lebih banyak mengincar karakteristik wilayah seperti ini.

2. Pembangunan infrastruktur
Pesatnya perkembangan daerah seperti jalan raya, tol, kereta api, bandara dan lain-lain telah membuka pengembangan pinggiran kota. Kehadiran jalan raya membuka jalan bagi masyarakat dan tentunya akan sangat bermanfaat jika memiliki fungsi bisnis di wilayah tersebut.

3. Tingkatkan standar hidup
Kesejahteraan, terutama penghasilan, meningkat sehingga ia mampu membayar lebih untuk bepergian meskipun jarak jauh untuk bekerja dan kembali lagi ke rumah. Orang-orang seperti itu lebih suka rumah yang agak jauh dari kota.

4. Kurang perencanaan kota
Ada kota-kota yang sangat miskin dalam hal kualitas hidup, seperti kemacetan, polusi, tidak ada pohon, panas dan lainnya. Orang akan mencari tempat baru untuk menemukan kedamaian di pinggiran kota.

5. Tarif pajak rumah rendah
Kota-kota biasanya memiliki pajak properti yang tinggi, dan Anda biasanya dapat menghindari pajak ini dengan tinggal di luar kota, karena pajak biasanya lebih rendah daripada di pusat bisnis atau kawasan bisnis.

6. Peningkatan pertumbuhan populasi
Faktor lain yang berkontribusi terhadap penyebaran perkotaan adalah tingginya tingkat pertumbuhan populasi. Seiring dengan pertumbuhan populasi kota yang melebihi kapasitas, populasi lokal terus menyebar dari pusat kota.

7. Preferensi konsumen
Orang-orang dalam kelompok berpenghasilan tinggi lebih suka rumah yang lebih besar, lebih banyak kamar, balkon yang lebih besar, dan rumput yang lebih besar. Ini juga mengarah ke daerah perkotaan, karena opsi ini tidak tersedia di kota-kota yang ramai. Orang-orang pada umumnya memperhatikan area perumahan dengan kepadatan rendah di mana mereka dapat memperoleh rumah sesuai dengan keinginan mereka.

Proses Urban Sprawl

1. Ribbon Development
Ribbon development merupakan istilah yang disematkan pada pembangunan-pembangunan yang mengikuti jalur transportasi. Fenomena ribbon development menjadi marak di Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat pasca revolusi industri, mereka memiliki banyak jalur-jalur transportasi yang menghubungkan kota-kota besar, sehingga banyak orang ingin tinggal di sekitar jalur tersebut guna mempermudah transportasi.

Pembangunan di jalur transportasi ini menjadi sangat menguntungkan bagi pengembang karena mereka tidak perlu lagi membangun jalur transportasi baru untuk menghubungkan perumahan mereka dengan jalur transportasi publik ataupun desa/kota lainnya.

Ribbon development ini sangat berbahaya bagi perkembangan kota karena ia merupakan contoh penggunaan sumber daya tempat yang sangat tidak efisien dan dapat memicu terjadinya urban sprawl. Selain itu, ribbon development ini juga menyebabkan kemacetan pada jalan raya ketika banyak orang berbondong-bondong keluar dari perumahan mereka pada pagi hari untuk pergi bekerja dan balik lagi pada malam hari untuk beristirahat
 
2. Leapfrog Development
Pola perkembangan leapfrog umumnya memiliki hubungan yang erat dengan urban sprawl. Perkembangan ini memiliki karakteristik pembangunan bangunan terutama area perumahan dan komersial secara acak, tersebar, dan jauh dari pusat kota.

Umumnya karena ia tersebar secara acak dan memiliki jarak antar bangunan yang cukup jauh, walaupun rumah-rumahnya kecil dan memiliki penghuni banyak, perkembangan keapfrog tetap diasosiasikan dengan kepadatan penduduk yang rendah.

Perkembangan leapfrog yang semakin menjauhi pusat kota kerap memaksa pemerintah untuk mengeluarkan dana tambahan guna membangun fasilitas umum dan infrastruktur kota pada daerah yang baru dikembangkan tersebut.

Umumnya pola leapfrog ini terjadi ketika pembangunan diserahkan kepada pengembang dan pihak swasta. Peraturan pemerintah mewajibkan adanya pembangunan fasilitas umum dasar seperti taman, sekolah, tempat parkir, toko, dan sejenisnya, namun hal ini biasanya tidak disanggupi oleh pihak swasta karena selain tidak membawa keuntungan, pembangunan seperti ini juga memerlukan dana yang cukup banyak.

Oleh karena itu mereka membiarkan lahan-lahan tersebut kosong, dengan luas sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari peraturan pemerintah.

Pemerintah yang juga lambat bergerak untuk mengisi kekosongan fasilitas dan infrastruktur publik ini turut menciptakan sprawl berjenis leapfrog. Salah satu solusinya adalah dengan mengintegrasikan pembangunan serta meningkatkan komunikasi antara pihak swasta dan pemerintah,  hal ini perlu dilakukan agar pembangunan kawasan dan infrastruktur dapat dilakukan secara serentak dan terkoordinasi.
 
3. Low density Development
Urban sprawl umumnya menghasilkan perumahan yang memiliki kepadatan rendah atau sangat rendah, hal ini terjadi karena rumah-rumah yang ada dibangun dengan menggunakan luas lahan yang sangat besar.

Low density development ini umumnya terjadi pada tempat-tempat baru yang memiliki harga tanah sangat murah dan dikerjakan oleh pengembang yang diberi wewenang lebih oleh pemerintah daerah, atau bahkan bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial sehingga tidak harus terjadi pembangunan leapfrogging.

Low density development ini sering diasosiasikan dengan wilayah perumahan kelas atas atau perumahan eksklusif yang memiliki luas bangunan besar dan terdapat pekarangan serta halaman belakang.

Low density development juga terhitung cukup berbahaya bagi perkembangan suatu kota karena sangat cepat menghabiskan lahan. jika leapfrog development cenderung menghabiskan lahan karena pembangunan bersifat meloncat-loncat sehingga menciptakan lahan kosong di antara bangunan-bangunannya, low density development menghabiskan lahan dengan cara membangun bangunan yang luas dan saling terpisah oleh area hijau atau pekarangan.

Penduduk di area ini umumnya menggunakan mobil sebagai moda transportasi utama karena dengan memperhitungkan luas wilayahnya, tidak dimungkinkan untuk berjalan kaki dan menggunakan sepeda, namun di lain pihak, jumlah penduduknya tidak cukup banyak jika ingin dibangun sistem transportasi umum.

Dampak Urban Sprawl

1. Meningkatnya biaya hidup, perubahan infrastruktur dan bangunan menambah beban pengeluaran sehari-hari. Pajak kemudian meningkatkan biaya transportasi ke tempat kerja atau yang lainnya.
2. Kemacetan lalu lintas, Semakin padat pemukiman, semakin banyak lalu lintas yang ada. Hal ini menyebabkan kemacetan, polusi, dan kecelakaan lalu lintas di beberapa tempat.
3. Kesehatan Ketika kendaraan digunakan untuk jarak pendek, orang lebih rentan terhadap obesitas, dan kepadatan kendaraan juga menyebabkan tekanan darah tinggi dan penyakit degeneratif lainnya.
4. Lingkungan Ketika pengembang mulai secara agresif menyamakan tanah di pinggiran, mereka tidak akan mengenali flora dan fauna di luar gangguan yang terjadi.
5. Dalam masyarakat, banyak orang yang sering bepergian jauh untuk bekerja tidak memiliki tetangga dekat karena mereka pergi pagi-pagi dan pulang pada malam hari. Ada beberapa kasus seperti ini, dan ini tentu saja merupakan masalah sosial yang serius.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment