Politik Pintu Terbuka: Sejarah, Undang-Undang, Latar Belakang, Faktor Pendukung, Ciri, dan Akibatnya

Table of Contents
Sejarah Politik Pintu Terbuka
Politik Pintu Terbuka

Sejarah Politik Pintu Terbuka

Politik pintu terbuka adalah kebijakan politik di mana perekonomian Indonesia dibuka kepada pihak swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan. Pada tahun 1870, sistem tanam paksa secara resmi dihapuskan dan diganti dengan Politik Liberal atau Politik Pintu Terbuka. Paham politik ini diberlakukan di Indonesia antara tahun 1870 – 1900.

Pada tahun 1870, Politik Kolonial Konservatif secara resmi diganti menjadi Politik Pintu Terbuka. Maksud dari paham ini yaitu pihak swasta diberi kesempatan membuka usaha atau menanamkan modalnya di Indonesia. Paham ini dibawa oleh kaum liberal Belanda yang semakin banyak berdatangan ke Indonesia. Kaum liberal itu sebagian besar adalah para pengusaha yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Undang-Undang Politik Terbuka

Dalam politik pintu terbuka, terdapat 2 Undang-Undang yang membantu membentuk dan mengatur sistem politik yang berlaku pada saat itu di antaranya,
1. Undang-Undang Agraria 1870
Setelah memenangkan parlemen, kaum liberal di Belanda berupaya untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat Indonesia. Namun, mereka tetap ingin Indonesia menjadi tanah jajahan Belanda. Keinginan ini dicapai dengan mengeluarkan undang-undang yang mengatur perekonomian dan tata lahan yaitu Undang-Undang Agraria tahun 1870. Hukum ini akan menjadi dasar dari penataan ruang dan kepemilikan lahan di Indonesia hingga saat ini.
Isi UU Agraria 1870
Undang-Undang Agraria 1870 memiliki beberapa pokok isi di antaranya,
a. Masyarakat lokal diberikan hak atas tanah yang mereka tempati dan dapat menyewakannya kepada pengusaha swasta.
b. Pengusaha bisa membeli hak pengelolaan tanah dari gubernur atau pemilik tanah lokal dalam waktu sewa 75 tahun.

Isi ini terdengar baik dan menguntungkan, namun, dalam keberjalanannya banyak penyimpangan. Bahkan, ada pemaksaan-pemaksaan pula kepada para pribumi untuk menyewakan lahannya kepada pihak kolonial.

Tujuan UU Agraria 1870
Hukum agraria ini bertujuan untuk mendukung kebijakan pintu terbuka yang diprakarsai oleh Belanda. Secara lebih spesifik, UU ini memiliki tujuan sebagai berikut
a. Memberi kesempatan dan jaminan pada pihak swasta dalam membuka usaha dalam bidang perkebunan di Indonesia.
b. Melindungi hak atas tanah penduduk agar tidak dibeli dan dimonopoli oleh pihak asing
c. Mensejahterakan masyarakat karena mendapatkan pembayaran sewa untuk lahannya yang digunakan

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, tujuan dari undang-undang ini sungguh mulia. Namun, dalam pelaksanaannya tidak seideal yang diharapkan
 
2. Undang Undang Gula Suiker Wet
Untuk mendukung keberjalanan UU Agraria dan kebijakan politik terbuka, pemerintah Belanda juga melansir undang-undang baru yaitu UU Gula atau pada saat itu lebih dikenal sebagai Suiker Wet.
Isi UU Gula Suiker Wet
Undang-undang gula ini memiliki beberapa isi pokok di antaranya,
a. Perusahaan gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap untuk membuka monopoli pada gula
b. Pada tahun 1891 semua perusahaan gula milik pemerintah harus sudah dibubarkan atau diambil alih oleh swasta.

Harapannya, undang-undang ini dapat membuka pasar produksi dan pengolahan gula agar tidak terjadi monopoli dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
 
Tujuan UU Gula Suiker Wet
Tujuan dari dibentuknya UU Gula ini adalah untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada pengusaha dan juga masyarakat pribumi untuk mengembangkan usahanya. Hal ini terjadi karena saat itu, hampir semua perusahaan gula yang ada di Indonesia dikuasai oleh pemerintah Belanda, sehingga sangat sulit bagi pengusaha untuk berkompetisi di sini.

Latar Belakang Politik Pintu Terbuka

Awal dari terbentuknya sistem politik ini adalah traktat Sumatera yang dilakukan pada tahun 1871, dengan perjanjian tersebut pihak Belanda bisa memperluas kekuasaan sampai wilayah Aceh. Inggris yang juga termasuk dalam pihak yang berada dalam lingkup perjanjian tersebut meminta pembayaran dari Belanda, yakni dengan menerapkan sistem ekonomi liberal di wilayah Hindia Belanda, yang saat itu meliputi wilayah Indonesia.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, penggunaan politik pintu terbuka hampir serupa dengan sistem ekonomi liberal yang diajukan oleh Inggris. Pemerintah Inggris ingin agar pengusaha asing bisa menanamkan modal dengan mudah di Hindia Belanda. Selain itu, Inggris juga ingin menyebarkan ideologi kapitalisme dan liberalismenya ke seluruh dunia.

Daerah Jawa yang menjadi pusat perekonomian Nusantara pada saat itu akan lebih mudah untuk ditanami modal oleh pihak swasta Inggris. Hal ini tentu saja menguntungkan, mengingat bahwa Indonesia merupakan sumber rempah-rempah dunia. Kolonialisme Inggris yang didorong oleh Gold, Glory, dan Gospel tentu saja menginginkan rempah nusantara.

Saking hebatnya produksi rempah-rempah Indonesia, Belanda harus menggunakan pelayaran hongi untuk mengontrol produksinya agar dapat tetap dimonopoli. Dengan adanya kesepakatan dalam politik terbuka ini, pengusaha yang hendak menanamkan modal menjadi lebih terjamin keamanan modal dan usahanya.

Mengetahui hal tersebut pihak kolonial Belanda tidak mudah tertipu, pemerintah memang memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk menyewa tanah, tapi tidak memperbolehkan untuk membelinya. Dengan begitu, tanah tidak akan mudah jatuh ke tangan orang asing, apalagi Inggris yang saat itu menjadi musuh utama Belanda dalam hal kolonialisme dan juga perdagangan internasional.

Penggunaan tanah sewaan tersebut dimaksudkan agar setiap produksi yang dihasilkan bisa langsung diekspor ke Eropa.

Faktor Pendukung Politik Pintu Terbuka

Faktor-faktor pendukung yang memungkinkan politik ini dijalankan di Hindia Belanda di antaranya,
1. Jawa menyediakan tenaga buruh yang murah.
2. Banyaknya modal yang tersedia karena keuntungan sistem tanam paksa yang berlebihan.
3. Adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha-usaha pertanian, pertambangan, dan transportasi.
4. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah

Ciri Politik Pintu Terbuka

Ciri-ciri politik pintu terbuka yang diterapkan oleh Belanda dan juga Inggris di Indonesia pada masa penjajahan di antaranya,
1. Indonesia menjadi pengawas
2. Rakyat menjadi menderita
3. Swasta menjadi kaya
4. Matinya industri kerakyatan dan pengusaha dalam negeri

Akibat Politik Pintu Terbuka

Meskipun memiliki tujuan yang mulia, politik pintu terbuka ini memiliki dampak yang relatif buruk terhadap masyarakat Indonesia. Meskipun begitu, kebijakan ini sangat menguntungkan bagi para pengusaha asing pada saat itu.

Berikut dampak-dampak dari diberlakukannya politik pintu terbuka terhadap masyarakat Indonesia di antaranya,
1. Rakyat mengenal sistem upah dan juga penggunaan uang, mengetahui barang yang perlu di ekspor karena minat yang besar di luar negeri, serta mengetahui barang impor yang dibuat di luar wilayah mereka.
2. Munculnya pedagang perantara, sehingga mereka bisa menjual hasil bumi yang dimiliki oleh rakyat Indonesia kepada penjual atau pengepul swasta. Tidak jarang perantara ini masuk ke daerah pedalaman guna mendapatkan hasil tani dengan harga yang terjangkau kemudian dengan harga yang tinggi pada grosir.
3. Mematikan industri milik rakyat Indonesia, sebab seluruh pekerjanya masuk ke dalam pabrik dan perkebunan yang dikelola oleh orang Eropa dan kolonial swasta.
4. Rakyat semakin sengsara karena penjajahan, makin sengsara karena eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh penjajah. Sumber pertanian dan perkebunan yang menjadi andalan mereka terpaksa dijual, begitu pula dengan tenaga mereka.
5. Semakin kaya pihak swasta karena mereka dapat menguasai perekonomian Indonesia dan mereka dapat melakukannya dengan lebih efisien dibandingkan dengan pemerintah. Selain itu, pihak swasta juga memiliki modal yang lebih besar untuk mengolah sumber daya alam yang ada di Indonesia
6. Berpindahnya monopoli ekonomi dari pemerintah ke pihak swasta. Dahulu perekonomian hanya dikontrol oleh pemerintah Belanda, sekarang pihak swasta perlahan lahan bisa masuk dan mulai menggantikan monopoli pemerintahan menjadi monopoli korporasi.
 

Dari berbagai sumber

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment