Perang Tondano II: Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, Tokoh, Kronologi, Akhir, dan Dampaknya

Table of Contents
Pengertian Perang Tondano II
Perang Tondano II

Pengertian Perang Tondano II

Perang Tondano adalah perang yang berlangsung antara Suku Minahasa dengan Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1808-1809, yang terjadi di wilayah Danau Tondano semenanjung Sulawesi utara. Meski hanya berlangsung satu tahun, perang yang terjadi di daerah dengan julukan Tanah Nyiur Melambai ini terbagi menjadi dua tahap yaitu Perang Tondano I dan perang Tondano II.

Latar Belakang Perang Tondano II

Perang Tondano I berakhir ketika VOC berhasil membuat rakyat Minahasa terpojok sehingga mau menjual beras mereka pada pihak VOC. Namun, karena masih ada beberapa hal yang belum terselesaikan, terjadilah Perang Tondano II. Perang ini terjadi karena kebijakan Gubernur Jenderal Daendels. Daendels mendapat tugas untuk memerangi inggris sehingga membutuhkan pasukan dalam jumlah yang besar.

Agar pasukan yang dibutuhkan mencukupi, Belanda menambah pasukannya dengan merekrut pasukan dari orang-orang pribumi. Pasukan pribumi yang terpilih adalah rakyat dari suku-suku yang punya keberanian untuk melakukan peperangan. Beberapa suku yang dianggap oleh Belanda memiliki keberanian adalah orang-orang dari suku Madura, Dayak dan Minahasa.

Melalui perintah Daendels yang disampaikan lewat Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung atau pemimpin dalam sebuah wilayah setingkat distrik. Sebagai salah satu suku yang berani, dari daerah Minahasa sendiri ditargetkan bisa mengumpulkan 2000 orang pemuda yang akan jadi tentara kolonial Belanda.

Namun, ternyata rakyat Minahasa tidak setuju dengan tindakan ini sehingga tidak membiarkan putra mereka menjadi tentara kolonial. Masyarakat Minahasa memilih untuk menolak mentah-mentah permintaan pemerintah belanda itu. Penolakan tersebut diiringi dengan adanya usaha perlawanan dari masyarakat Minahasa kepada Belanda.

Hal itulah yang menjadi awal dari Perang Tondano II. Segala bentuk perlawanan masyarakat Minahasa kepada pemerintah Belanda dipusatkan di wilayah Tondano. Salah satu pemimpin yang mendorong perlawanan itu adalah Ukung Lonto. Beliau beranggapan bahwa rakyat Minahasa harus melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda.

Yang mana perlawanan itu sebagai wujud penolakan terhadap kebijakan pengiriman 2000 pemuda Minahasa ke Jawa sebagai sebuah pasukan Belanda. Selain itu, perlawanan ini juga ditujukan untuk melakukan penolakan terhadap kebijakan Belanda yang meminta beras secara cuma-cuma kepada masyarakat Minahasa.

Tujuan Terjadinya Perang Tondano II

Perang Tondano II bertujuan untuk memenuhi kekurangan pasukan Hindia Belanda yang berada di Pulau Jawa. Atas dasar itu, Gubernur Jenderal Daendels memutuskan untuk mengambil pasukan-pasukan yang berasal drai pribumi, termasuk pemuda yang berasal dari Minahasa. Namun, pemerintahan tersebut ditolak oleh para pemimpin dan masyarakat Minahasa.

Masyarakat Minahasa tidak sudi menyerahkan 2000 pemudanya untuk dijadikan sebagai pasukan perang Hindia Belanda. Sebagai wujud penolakan keras tersebut, masyarakat berinisiatif untuk melakukan perang terhadap Belanda.

Tokoh Perang Tondano II

Perang Tondano II diliputi oleh semangat pejuang yang tidak mengenal kata lelah dan menyerah. Mereka berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan untuk mempertahankan martabat dan hak wilayahnya. Berikut merupakan tokoh perjuangan Perang Tondano II di Minahasa di antaranya,
1. Tewu. Tokoh perjuangan Minahasa yang mati matian melakukan perlawanan pada Belanda di balik benteng Moraya. Walaupun harus diakhiri dengan kematiannya di tanah tercintanya.
2. Lumingkewas Matulandi. Tokoh pejuang Minahasa yang melakukan pertahanan di balik benteng Moraya sampai dengan titik darah penghabisannya.
3. Sarapung. Tokoh perjuangan Minahasa yang mati-matian melakukan perlawanan pada Belanda di balik benteng Moraya. Walupun harus berakhir dengan kematiannya ditangan pasukan Belanda.
4. Korengkeng. Tokoh perjuangan Minahasa yang mati matian melakukan perlawanan pada Belanda di balik benteng Moraya.

Kronologi Perang Tondano II

Dengan adanya perlawanan yang mulai dilancarkan oleh pihak Minahasa, Gubernur Prediger sebagai kaki tangan pemerintah Belanda saat itu tidak memiliki pilihan lain. Mau tidak mau Gubernur Prediger harus mengirimkan pasukan untuk menyerang pertahanan-pertahanan masyarakat Minahasa yang berada di wilayah Tondano. Dalam upaya perlawanan ini, Belanda kembali menerapkan strategi yang sama dengan perang Tondano I.

Yang mana Belanda mulai melakukan pembendungan kembali pada aliran sungai temberan. Selain itu, Gubernur Prediger juga tidak segan-segan untuk membentuk 2 sekaligus pasukan perang. Dalam pembentukannya Prediger mengusahakan untuk memilih pasukan yang tangguh nan berani.

Dalam penerapannya, pasukan satu yang telah disiapkan diperintahkan dari Danau Tondano. Sedangkan pasukan lainnya diperintahkan untuk melakukan penyerangan terhadap minawanua dari sisi darat. Pertempuran ini mulai mencapai puncaknya pada tanggal 23 Oktober 1808.

Pasukan tangguh Belanda yang disiapkan dari Danau Tondano berhasil melancarkan serangannya. Pasukan tersebut merusak semua pagar bambu berduri yang digunakan untuk membatasi danau dengan perkampungan minawanua. Kerusakan tersebut menyebabkan pasukan belanda dengan mudah menerobos pertahanan dari masyarakat Minahasa di Minawanua.

Peperangan di antara pemerintah belanda dengan masyarakat Minahasa berlangsung hingga malam hari. Para pejuang Minahasa tetap semangat untuk melakukan berbagai perlawanan dari rumah ke rumah. Hal itu menyebabkan pasukan Belanda menjadi kewalahan dalam mengimbangi berbagai serangan yang dilakukan oleh masyarakat Minahasa.

Sehingga pada 24 Oktober 1808, para pasukan Belanda yang berada di darat berupaya untuk menyerang pertahanan dari kampung Minawanua.  Serangan secara membabi buta dilakukan oleh Belanda terhadap kampung tersebut. Lama kelamaan, pasukan prediger mulai mengendorkan serangannya terhadap masyarakat.

Momentum tersebut tidak disia siakan begitu saja oleh masyarakat Minahasa, mereka muncul dan langsung melakukan penyerangan besar-besaran terhadap pasukan Belanda. Atas serangan tersebut Belanda terpaksa harus menarik mundur seluruh pasukannya. Seiring dengan perlawanan antara kedua belah pihak, luapan air yang berasal dari sungai temberan mulai mempersulit ruang gerak dari pasukan Belanda.

Dari arah yang berlawanan, pasukan Belanda terus melakukan penyerangan dengan melemparkan meriam ke arah kampung minawanua. Namun, berbagai serangan itu tidak berjalan efektif.  Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa pejuang yang mulai tertekan sehingga berpihak pada pemerintah belanda.

Namun, disisi lain terdapat kelompok para pejuang yang masih berjuang mati-matian untuk memberikan perlawanan terhadap pasukan Belanda. Perang Tondano II menuju akhirnya tepat pada tanggal 5 Agustus 1809, yang mana kekalahan berada pada pihak pejuang Minahasa. Kekalahan tersebut dipicu hancurnya benteng pertahanan yang dimiliki oleh masyarakat Minahasa.

Akhir Perang Tondano II

Perang Tondano II berakhir pada awal abad XIX. Yang mana peperangan ini harus berakhir dengan kekalahan pada pihak masyarakat Minahasa. Dalam perang ini Belanda tidak tanggung-tanggung dalam melancarkan serangan meriamnya. Serangan tersebut yang membuat para rakyat Minahasa harus berjuang secara mati-matian hingga titik darah penghabisan.

Para rakyat Minahasa yang di bawah pimpinan Lonto, tewu, Matulandi, Mamahit dan Korengkeng tak henti hentinya melakukan usaha pertahanan dan perlawanan di balik benteng Moraya. Benteng Moraya merupakan satu satunya benteng yang dapat dijadikan sebagai pertahanan dan perlindungan rakyat Minahasa. Tepat pada tanggal 5 Agustus, saat benteng Moraya berhasil diruntuhkan oleh pasukan Belanda, rakyat Minahasa sudah tidak dapat lagi melakukan perlawanan.

Waktu sang surya menampakkan cahayanya di ufuk Timur, para pahlawan pejuang Minahasa sudah tak nampak lagi. Semua yang tersisa hanya puing -puing dan runtuhan benteng disertai dengan mayat-mayat para pejuang itu. Tidak ada lagi para pejuang yang mati-matian mempertahankan wilayahnya di Minahasa. Semua telah musnah, yang tersisa hanya semangat perjuangan mereka di tanah Minahasa.

Dampak Terjadinya Perang Tondano II

Perang Tondano II berdampak buruk bagi masyarakat Minahasa. Yang mana masyarakat Minahasa harus menelan kekalahan dua kali berturut turut dari pasukan Belanda. Para masyarakat Minahasa pun harus rela kehilangan banyak pejuangnya dalam misi perlawanan tersebut. Dari segi material, masyarakat Minahasa kehilangan beberapa benteng pertahanannya. 

Dari berbagai sumber

Baca Juga: Perang Tondano 1: Pengertian, Kronologi, Tokoh, Akhir, dan Dampaknya

Download

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment